Pendapat Ulama Seputar Masturbasi

 

Tanya:
Apa hukum Islam atas masturbasi?


Jawaban dari Syekh Mustafa Az-zarqa:

Satu-satunya teks yang digunakan sebagai bukti pelarangan masturbasi adalah firman Allah yang menggambarkan pengikutnya :"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas" (Q.S. Al-Mu'minun (23) : 5-7 )

Mengomentari ayat tersebut, beberapa ulama memegang pandangan bahwa kebiasaan ini (masturbasi) termasuk dalam kategori mereka yang mencari pemenuhan hasrat seksual mereka di luar kerangka pernikahan, dan dengan demikian termasuk orang-orang yang melampaui batas. Ulama-ulama tersebut memasukkan masturbasi di dalam daftar kategori pemenuhan seksual yang terlarang karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap batas-batas yang telah ditentukan. Pandangan itu dipegang oleh para pengikut Syafi'i. Namun, beberapa ulama lain percaya bahwa maksud pelanggaran tersebut dalam ayat sebelumnya berhubungan dengan hubungan diluar pernikahan dan apa yang termasuk dalam kategori zina. Menurut pandangan ini, masturbasi tidak termasuk dalam ayat ini. Pandangan ini sangat dekat dengan opini yang dipegang pengikut Hanafi, yang tetap menjaga bahwa masturbasi pada dasarnya adalah dilarang, tapi dapat diijinkan dalam kondisi sebagai berikut:

  1. Jika orang tersebut belum menikah,
  2. Jika dia takut bahwa tanpa masturbasi akan melakukan zina, dan
  3. Jika masturbasi disini, bukannya untuk memenuhi hasrat seksual tetapi sekedar melepaskan ketegangan seksual yang ditimbulkan dari stimulasi.

Saya menyimpulkan bahwa prinsip umum Syari'ah menentang kebiasaan ini, karena bukanlah jalur yang normal untuk memenuhi hasrat seksual; bagaimanapun ini adalah suatu penyimpangan - dan itu cukup untuk mengutuknya, meskipun perbuatan ini tidak termasuk dalam kategori terlarang mutlak sebagaimana zina. Namun, hukum kepentingan, yang merupakan salah satu prinsip syari'ah, juga harus diterapkan disini. Sebagai contoh, jika seseorang takut dia akan melakukan dosa yang lebih besar seperti zina atau dia akan menderita karena gangguan psikologi, maka pelarangan masturbasi dapat diringankan hanya untuk menghilangkan kesulitan, berdasarkan prinsip syari'ah yang menyatakan bahwa "kepentingan dipertimbangkan berdasarkan situasi dan kondisi yang membenarkannya". Itu berarti melakukan masturbasi secara berlebihan tidak diijinkan dalam kasus apapun, berdasarkan dua alasan berikut:

  1. Akan dipaksakan bukan dalam kasus kepentingan mendesak untuk melepaskan ketegangan dan derita akibat rangsang seksual, tapi untuk memenuhi hasrat seksual, dan
  2. Berbahaya bagi kesehatan, dan apapun yang berbahaya secara fisik tidak diijinkan dalam syari'ah, menurut konsensus ulama-ulama muslim.

Sebagai tambahan dari dua kondisi yang dinyatakan pengikut Hanafi, saya akan menambahkan dua kondisi berdasar peraturan umum syari'ah:

  1. Kesulitan melakukan pernikahan, dan
  2. Ketidakmampuan untuk berpuasa. Sebagaimana kita tahu, Rasulallah SAW menganjurkan mereka yang belum mampu menikah untuk berpuasa "Hai pemuda-pemuda, barang siapa di antara kamu yang mampu serta berkeinginan hendak menikah, hendaklah dia menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat merundukkan pandangan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barang siapa yang tidak mampu menikah, hendaklah dia puasa, karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang." (Riwayat Jamaah ahli hadits)

Itulah pandangan yang saya yakini paling sesuai mengenai masalah ini.


Jawaban dari Syekh Ahmad Kutty:

Masturbasi secara umum dianggap terlarang dalam Islam karena dianggap termasuk kategori pemuasan seksual di luar kerangka pernikahan. Sesuai dengan Al-Qur'an, mereka yang mencari pemuasan di luar pernikahan termasuk melanggar batas. Sesuai dengan surat Al-Mu'minun 5-7. Dalam menjelaskan ayat ini, sering kali seorang pengajar memasukkan masturbasi dalam kategori pemenuhan seksual yang terlarang.

Apa yang kami nyatakan di atas adalah pandangan yang diterima secara umum. Namun, menurut beberapa ulama, jika seseorang sangat tersiksa dengan hasrat seksual yang intense atau begitu menggebu-gebunya hingga dia takut akan jatuh ke dalam zina, dalam suatu kasus, masturbasi diijinkan sebagai yang lebih ringan dari pada dua kejahatan. Kasus ini dapat dibandingkan dengan orang yang diijinkan memakan daging babi karena takut mati kelaparan. Namun, seperti telah disebutkan di atas, kami harus menyatakan bahwa seseorang sulit untuk perlu menerapkannya karena kami mengetahui pendekatan yang relatif fleksibel yang diterapkan Islam mengenai pernikahan. Sayangnya, berlawanan dengan pengajaran Islam yang jelas, pernikahan saat ini telah diliputi proses lain yang menyulitkan karena adat dan konvensi dan harapan yang tak semestinya. Ketika kami mendekati pernikahan dari sudut pandang Islam yang murni, kami menemukan semakin sedikit orang yang terpaksa mengalami keadaan yang mendapatkan peraturan pengecualian sebagaimana tersebut di atas.

 


Diterjemahkan oleh mqzf dari situs StraightWay Foundation
Artikel Asli : http://straightway.sinfree.net/rulings/fatwas4.htm

<< Sebelumnya | Indeks | Selanjutnya >>