Nikmat Apalagi yang Harus Saya Ingkari?

(Kisah Mr LSP, Bagian I)

Saya ingin sharing mengenai kehidupan saya sebagai muslim yang memiliki kecenderungan gay. Kalau diukur dengan skala yang digunakan oleh seorang ahli psiko analisa yang membuat skala 0 hingga 6 dengan 0 adalah pure heterosexual dan 6 adalah pure homosexual mungkin saya masuk skala 4 atau 5. Alasannya saya masih bisa menikah, sedikit menikmati hubungan seksual dengan istri dan punya 3 putra yang alhamdulillah sehat dan cerdas (semoga tidak ada seorang pun di antara mereka yang memperoleh cobaan seperti bapaknya).

Saya merasakan kecenderungan gay sejak usia sangat dini. Saya ingat kelas 2 SD ketika ada teman yang ganteng, saya ingin sekali menciumnya. Selain itu sejak masa pubertas saya memang sangat berhasrat dengan teman laki-laki. Ditunjang dengan pergaulan yang relatif memungkinkan untuk terjadinya hubungan homoseksual, terjadilah hubungan intim pertama pada usia sekitar 13 tahun. Hubungan itu terjadi pada berbagai kesempatan 2 dengan teman SMP dan satu dengan seorang penata rambut pada rombongan group vokal anak-anak saat kami mengadakan pertunjukan dibeberapa negara Eropa.

Saat SMA saya aktif di sejumlah kelompok remaja masjid. Saat itulah saya bertemu dengan guru yang kajiannya sangat menyentuh ruhani saya. Saya merasa sangat berdosa dan menceritakan hal ini ke Mama dengan berderai air mata. Kami pergi ke psikiater. Sayangya psikiater itu ganteng dan saya malah jadi tidak merasakan manfaat konsultasi itu. Setelah 2 x konsultasi akhirnya saya putuskan tidak perlu diteruskan. Setelah itu berbekal kedekatan saya kepada kegiatan keruhanian, alhamdulillah saya terlindung dari hubungan seksual sesama jenis maupun lain jenis.

9 tahun yang lalu saya menikah setelah selama 1 tahun sholat istikharah minta petunjuk atas jodoh yang tepat. Alhamdulillah lewat pertukaran CV yang dimediasi teman yang saya percaya, perkenalan, lamaran, pernikahan berjalan relatif singkat dalam total waktu 6 bulan tanpa pacaran. Saya merasa ini betul-betul piliahn Allah untuk saya. Dia istri yang tidak saja cantik wajahnya tapi juga mulia hatinya. Terampil di rumah tangga dan lues dalam pergaulan. Nikmat apa lagi yang harus saya ingkari??????

Memang malam pertama tidak mudah. Saya tidak tahan ...... akhirnya saya ceritakan latar belakang saya pada istri saya. Dia tidak marah dan berjanji untuk berikhtiar mengatasi masalah ini bersama. Mungkin waktu itu butuh sekitar sekitar 3 tahun sebelum hubungan seksual dirasakan sangat nikmat. Kami merasakan itu sepulang ibadah haji. Saat ibadah haji dengan kondisi satu ruang diisi lebih dari 5 pasang suami-istri, tidak dimungkinkan untuk berhubungan seksual. Akibatnya hari pertam tiba di tanah air, hubungan seksual kami begitu menggelora.

 

 

 

<< Sebelumnya | Indeks Kisah | Selanjutnya >>