:: Cerita Remaja ::
|
SEKOLAH
NDESIT
Solo, "Oh, Allah nasib apa pula ini?" lenguhku
panjang. Kuikuti langkah emakku sambil menikmati kicau
burung dan desiran angin. "Mak, jauh amat sih, emang ada
perguruan tinggi di desa kayak begini?"
"Hush! Ngomong yang bener, hati-hati!"
"Mak, kalo hujan pasti becek, jeblok, mana jalan kaki
lagi. Pulang dah, Mak."
"Sabar! Bocah pengen pinter kok aleman, manja!"
Makku sewot."Jauh amat sih, Mak jalannya, dari tadi nggak
nyampe-nyampe, mna nggak ada becak lagi. Ngapain juga
si emak memawaku ke sin,"aku menggerutu sendiri.
"Mak,
Aida ogah ah kuliah di sini. Ndesa Mak, pokoknya Aida
ogah," aku mogok persis anak kecil.
"Oalah, Nduk... sudah gede kok ya masih kayak bayi.
Ya sudah kalau nggak mau sekolah disini, pulang sana bantuin
emak di rumah, atau ...tak dadekna manten."
Apa dijadikan pengantin, dinikahkan? Hu...payah!! Terang
saja aku bersungut-sungut dan terus terang seratus persen
sorry la yau kalau dadi manten, emang jaman Siti Nurbaya!
Aku pun segera mengikuti langkah Emak yang sudah jauh
di depanku.
"Eh, mak, Mak, itu kok pada bawa karung, isinya apaan?"
"Mana, yang segede-gede kamu itu. Yah..itu mungkin kelak
jadi teman-temenmu juga."
"hi...hi..."aku ketawa cekikikan.
"Ngapain?"
"Lucu, Mak lucu. Temen-temenku di kota nggaj kayak giu
deh, trendi-trendi."
"Apa,Nduk,kendi?"
"ah, Emak...."
Mereka rajin-rajin, Nduk,nggak kayak kamu, disekolahin
di kota jadi aleman. Tu..lihat, mereka pada bawa
beras dari rumah. Ya itu yang di karung-karung. Mereka
masak sendiri,Nduk. Nanti kamu disini ya begitu."
Aku mlongo, asli, keran seratus persen.
Ah...Mak, balikin aku ke Solo lagi. Aku masuk UNS saja,
Mak. Aku kan pengen jadi dokter, atau ahli Biologi, atau
...budayawan. Solo kan kota budaya, Mak. |
|
|
|