Pengantar Penerbit
Apa yang ada dalam benak anda sebagai orang Islam bila ada seorang saudara kita sesama muslim, atau bahkan seorang tokoh dalam komunitas masyarakat Islam ikut merayakan natal pada tanggal 25 Desember di gereja?
Sebagian dari kita ada yang memahami atau memaknai fenomena itu sebagai solidaritas untuk kerukunan umat beragama. Artinya, sampai pada batasan tertentu umat Islam boleh berinteraksi dengan umat Kristiani, apalagi perayaan natal adalah perayaan kelahiran Yesus Kristus, yang notabene dalam Islam adalah Isa Al Masih, yang diyakini termasuk salah seorang Nabi. Jika kemudian saudara kita sesama umat Islam ikut merayakan Natal , tentunya tidak apa-apa. Bukankah kita juga harus selalu mensuri tauladani peri hidup para Nabi dan Rasul.
Tetapi ada pemahaman lain, diluar kerangka doktrin yang sudah tertanam selama berabad-abad, bahwa kelahiran Yesus Kristus tanggal 25 Desember, ternyata sama sekali tidak didukung oleh data yang otentik. Bibel sebagai kitab suci umat Kristiani, yang seharusnya memperkuat doktrin umat Kristiani, ternyata juga tidak bisa membuktikannya. Yang ada hanya catatan sejarah, bahwa perayaan Natal baru disahkan pada abad ke-4 Masehi.
Pertanyaan yang muncul pun bisa bermacam-macam sifatnya. Penetapan perayaan tersebut bisa jadi terpengaruh oleh ajaran-ajaran lain. Dengan mengingat bahwa pada abad-abad tersebut "Paganisme Politheisme" sangat berpengaruh pada masyarakat saat itu. Ujungnya, tentu saja sinkretisme yang terjadi, agar perayaan tersebut bisa diterima dan dimeriahkan oleh masyarakat.
Demikianlah, setiap fenomena yang kita temui pada skala realitas pada dasarnya selalu bersifat multi wajah sehingga melahirkan beraneka pemaknaan, pemahaman dan penyikapan. Maka dibutuhkan; Pertama, sifat intelektual. Untuk supaya dapat memahami suatu fenomena secara menyeluruh, informasi yang penuh perlu dimiliki. Tidak ada harapan untuk memahami sesuatu tanpa adanya informasi itu. Kedua, yaitu diperlukan kondisi emosional yang cukup, untuk bisa berlapang dada menerima suatu kebenaran. Ketiga, adalah kemauan untuk menerima realitas tersebut, yang diorientasikan ke arah tujuan yang konstruktif.
Tujuan kami, semoga buku kecil ini, bisa memberikan informasi yang menyeluruh, bagi kepuasan intelektual para pembaca, sehingga para pembaca sekalian dapat berlapang dada untuk lebih arif dalam bersikap pada perayaan Natal 25 Desember.
... ?????? ?????????? ?????? ?????? ....
“....Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku ....”
Kami berharap agar penerbitan buku ini bermanfaat bagi kita semua; sekaligus menambah khazanah dan intelektualitas keislaman kita. Amin.
Sumber: Perayaan NATAL 25 Desember antara Dogma dan Toleransi . Oleh: Hj. Irena Handono
|
|