(Pengantar Moderator - Dengan bersyukur kami menerima kiriman
Bhante Vim
berupa naskah buku KEBIJAKAN SEJATI terbitan Yayasan Penerbit
Karaniya.
Untuk itu kami sampaikan rasa terimakasih yang
ssebesar-besarnya. Mulai hari
ini, akan kita edarkan secara bersambung. Semoga bermanfaat).


 

KEBIJAKAN SEJATI (01)

Judul Asli : The Wisdom of No Escape and The Path of
Loving-kindness
Penulis : Pema Chodron
Penerjemah : Swarnasanti Edij Juangari
Editing : Bhadravajra Heng Tuan
Penerbit : Yayasan Penerbit Karaniya, Mei 1994

Ini adalah sebuah buku tentang upaya menghadapi hidup, tentang
bersahabat
dengan diri kita sendiri dan dunia kita, tentang kemampuan
menerima situasi
yang menggembirakan maupun yang menyakitkan, situasi untuk
“tidak
meninggalkan” sesuatu. Isi buku ini mendorong kita agar bangkit
seutuhnya
terhadap apa pun dan agar kita menggunakan unsur-unsur
kehidupan sehari-hari
yang kaya dan berlimpah sebagai guru kebatinan dan pemandu
utama kita.
Pema Chodron adalah seorang bhikshuni Amerika dan salah satu
murid utama
Chogyam Trungpa, yang telah menunjuknya menjadi Kepala Biara
Gampo, sebuah
biara Buddha untuk orang-orang Barat di Cape Breton, Nova
Scotia, pada tahun
1986.

DAFTAR ISI
Prakata
1. Cinta Kasih
2. Kepuasan
3. Menemukan Hakekat Kita yang Sejati
4. Ketelitian, Kelembutan, dan Rileks
5. Kebijakan untuk Tidak Menghindar
6. Kegembiraan
7. Memiliki Wawasan yang Lebih Luas
8. Tidak Ada yang Disebut Kisah Nyata
9. Cuaca dan Empat Kesunyataan Mulia
10. Tidak Terlalu Ketat, Tidak Terlalu Longgar
11. Pelepasan
12. Memberi dan Menerima
13. Pernyataan Berlindung
14. Tidak Memilih Samsara maupun Nirvana
15. Dharma yang Diajarkan dan Dharma yang Dialami
16. Berpijak pada Sebuah Perahu
17. Ketidaknyamanan
18. Empat Ingatan
Bibliografi

PRAKATA
Ceramah-ceramah yang terhimpun dalam buku ini disampaikan pada
masa latihan
satu bulan (dathun) di musim semi 1989. Selama sebulan itu,
para peserta,
umat biasa maupun umat biara, berlatih teknik meditasi dari
Chogyam Trungpa
seperti yang dijelaskan dalam buku ini. Meditasi ber-sila yang
umum
dilakukan itu diimbangi dengan meditasi berjalan dan meditasi
bersantap
(oryoki) dan kegiatan menjaga keasrian lingkungan biara serta
mempersiapkan
makanan.
Setiap pagi, ceramah tentang topik-topik ini diberikan.
Ceramah-ceramah itu
dimaksudkan untuk memberikan inspirasi dan mendorong para
peserta untuk
tetap terjaga sepenuh hati terhadap apa pun yang muncul dan
agar mereka
mampu memanfaatkan segala yang muncul dalam kehidupan
sehari-hari sebagai
guru dan penuntun mereka yang utama.
Keindahan alami Biara Gampo, biara yang didirikan untuk orang
Barat, pria
maupun wanita, oleh Chogyam Trungpa pada tahun 1983, merupakan
unsur penting
dalam ceramah itu. Biara ini terletak di Pulau Cape Breton,
Nova Scotia, di
ujung sebuah jalan panjang yang berdebu, di atas tebing tinggi
Teluk Saint
Lawrence. Di sana, cuaca yang aneh dan tidak menentu, binatang,
serta
panorama alam menghidupkan suasananya. Begitu orang duduk di
dalam ruang
meditasi, langit lepas dan air meresap ke dalam hati dan batin.
Keheningan
tempat itu, yang diperkuat dengan bunyi ombak dan angin, kicau
burung dan
suara binatang, menyejukkan perasaan.
Selama dathun (yang sebagian besar dilalukan di biara
tersebut), para
peserta menjalankan pancasila: tidak berbohong, tidak mencuri,
tidak
terlibat dalam aktivitas seksual, tidak membunuh, dan tidak
memakan atau
meminum sesuatu yang bisa menimbulkan ketagihan. Hasil
perpaduan antara
alam, kesunyian, meditasi, dan pelaksanaan sila membuahkan
suatu situasi
yang menyakitkan maupun menggembirakan yang terus berubah dan
bergantian.
Tanpa sikap tertutup, orang-orang dapat dengan lebih mudah
mendengarkan
ajaran yang diberikan melalui ceramah-ceramah yang sederhana
ini dengan
sepenuh hati dan terbuka.
Pesan yang disampaikan pada dathun itu dan juga untuk para
pembaca adalah
agar menjadi diri sendiri tanpa perlu malu atau pun bersikap
kasar. Inilah
petunjuk untuk mengasihi diri sendiri dan dunia. Oleh
karenanya, petunjuk
itu disusun secara sederhana, dapat dijalankan untuk
meringankan
kesengsaraan umat manusia, pada tingkat pribadi maupun global.
Saya ingin menghaturkan terima kasih pada Ane Trime Lhamo;
Jonathan Green
dari Shambhala Publication, yang mendorong saja untuk
menerbitkan sebuah
buku; Migme Chodron dari Biara Gampo, yang menuliskan dan
menyunting
ceramah-ceramah itu; dan Emily Hilburn Sell dari Shambhala
Publication, yang
menyusunnya menjadi bentuk seperti sekarang ini. Adapun yang
disampaikan di
sini hanyalah pengertian saya yang sangat terbatas, sejauh itu,
dari yang
diberikan guru saya, Chogyam Trungpa, dengan penuh welas asih
dan kesabaran.
Semoga bermanfaat.

I
CINTA KASIH
Sudah menjadi kesalahpahaman umum di antara umat manusia, bahwa
cara hidup
yang terbaik adalah dengan berusaha menjauhkan diri dari rasa
sakit dan
mencoba meraih kenikmatan hidup. Fenomena ini pun  dapat anda
amati pada
serangga dan burung-burung. Kita semua bersikap demikian.
Pendekatan untuk hidup yang lebih mengasyikkan, menggembirakan,
dan
mendebarkan, adalah dengan memulai membangkitkan rasa ingin
tahu kita, tanpa
mempedulikan apakah obyek penelitian kita itu berbuah pahit
atau manis.
Untuk menjalani hidup yang mengatasi semua hal kecil dan
prasangka, serta
sikap untuk selalu memastikan bahwa segala sesuatu berjalan
sesuai dengan
keinginan kita, untuk menjalani hidup yang lebih utuh,
bergairah, dan ceria,
kita harus sadar bahwa kita ini mampu mengatasi rasa sakit dan
kenikmatan
demi menemukan siapa diri kita dan apa sesungguhnya dunia ini,
bagaimana
kita dan dunia ini berlangsung. Jika terikat pada kenyamanan,
kita akan
segera lari terbirit-birit begitu dihinggapi rasa sakit; kita
tak akan
pernah tahu apa yang ada di balik penghalang atau tembok atau
peristiwa yang
menakutkan itu.
Kala orang-orang mulai bermeditasi atau sibuk dengan latihan
spiritual yang
lain, mereka acapkali berpikir bahwa mereka akan mencapai
kemajuan, yang
merupakan semacam agresi halus atas siapa diri mereka
sebenarnya. Hal ini
agak mirip dengan ungkapan, “Jika saya melakukan olahraga
jogging, saya akan
mejadi orang yang lebih segar; Jika saya punya rumah yang lebih
bagus, saya
akan menjadi orang yang lebih baik.” Atau skenario mereka yang
lain adalah
dengan meletakkan kesalahan pada orang lain. Mereka bisa
berkata, “Jika
bukan karena suami saya, saya sudah menjalani perkawinan yang
sempurna;
Jika bukan karena boss saya, pekerjaan ini pasti hebat;
Gara-gara
pikirankulah, meditasi ini jadi tak mulus.”
Akan tetapi, cinta kasih —maitri— pada diri kita tidak berarti
menyingkirkan
segala-galanya. Maitri berarti kita tetap bisa tergila-gila
setelah
bertahun-tahun berlatih. Kita masih bisa marah setelah
bertahun-tahun
berlatih. Kita masih bisa rakus, cemburu, atau penuh dengan
berbagai-bagai
sifat yang tidak baik. Intinya bukanlah mencoba untuk mengubah
diri kita.
Latihan meditasi tidak bertujuan menyingkirkan diri kita dan
berusaha
menjadi sesuatu yang lebih baik. Latihan itu berarti menjadi
ramah terhadap
apa adanya diri kita, berkompromi dengan diri kita. Itulah
dasarnya. Itulah
yang kita pelajari. Itulah yang kita coba ketahui dengan rasa
ingin tahu dan
antusias yang besar.
Kadangkala, di antara sesama umat Buddha, kata ego dipakai
dengan nada yang
mencemoohkan, dengan konotasi yang berbeda dari istilah yang
dipakai Freud.
Sebagai umat Buddha, kita bisa mengatakan, “Ego saya
menimbulkan begitu
banyak masalah.” Lalu kita berpikir, “Jadi saya seharusnya
menyingkirkannya,
begitu bukan? Dengan demikian, tidak akan ada lagi masalah.”
Sebaliknya,
tujuannya bukanlah untuk melenyapkan ego, melainkan untuk mulai
meneliti
diri kita, menyelidiki, dan mencari tahu tentang diri kita yang
sebenarnya.
Jalan meditasi dan jalan hidup kita semuannya berkaitan dengan
rasa ingin
tahu, dan hasrat untuk mengenal. Obyeknya adalah diri kita
sendiri; kita
berada di sini untuk mempelajari dan mengenali diri kita saat
ini, bukan
beberapa waktu kemudian. Orang-orang sering berkata pada saya,
“Saya ingin
mengunjungi dan bertanya jawab dengan anda. Saya ingin mengirim
surat kepada
anda, saya bermaksud menelepon anda, tetapi saya akan
melakukannya kalau
saya merasa sudah lebih baik.” Saya berpikir, “Baiklah, kalau
kalian
menunggu hingga menjadi seperti saya, kalian boleh menunggu
selamanya.”
Jadi, datanglah seperti apa adanya. Masalahnya adalah kemauan
untuk membuka
diri, kemauan untuk menyadarinya. Salah satu penemuan utama
dalam meditasi
adalah melihat bahwa kita terus-menerus lari dari saat
tersebut, kita
berusaha menghindari dari keberadaan kita di sana sebagaimana
adanya. Ini
bukanlah suatu kesulitan; yang penting ialah memahaminya.
Rasa ingin tahu melibatkan sikap lembut, teliti, dan terbuka
—konkretnya,
kemampuan untuk melepaskan dan membuka diri. Lembut adalah
sikap untuk
berbaik hati terhadap diri kita. Teliti adalah kemampuan untuk
mengamati
dengan jernih, tidak takut melihat apa yang sebenarnya ada di
sana, seperti
seorang ilmuwan yang tidak takut melihat lewat mikroskopnya.
Terbuka adalah
kemampuan untuk melepaskan dan mengungkapkan.
Hasil yang ingin dicapai dari latihan meditasi selama sebulan
yang baru akan
kita mulai ini adalah seolah-olah, pada akhir setiap hari,
seseorang
memperlihatkan kaset video yang pemeran utamanya adalah diri
anda, dan anda
menyaksikannya sampai tuntas. Anda akan cukup sering
mengernyitkan kening
dan berseru, “Uh.” Anda kemungkinan besar akan melihat bahwa
anda melakukan
hal-hal yang juga dilakukan orang-orang yang tidak anda sukai
dan anda cela
terus dalam hidup ini, orang-orang yang telah anda hakimi.
Intinya,
bersahabat dengan diri anda sendiri adalah bersahabat dengan
orang-orang itu
juga. Oleh karena anda memiliki sikap jujur, lembut, dan baik
hati,
bersama-sama dengan kejelasan pandangan atas diri anda sendiri,
tidak akan
ada lagi halangan untuk menyayangi orang lain juga.
Jadi, landasan bagi maitri adalah diri kita sendiri. Kita
berada di sini
untuk mengenal dan mempelajari diri kita. Jalan, cara kita
melakukannya,
wahana utama kita, adalah meditasi dan kewaspadaan. Hasrat kita
tidak cukup
dibatasi dengan hanya duduk di sini; Manakala kita berjalan di
aula, ke
kamar mandi, mempersiapkan makanan, berjalan-jalan di luar,
atau berbicara
dengan teman —apa pun yang kita lakukan—kita berusaha
mempertahankan  sikap
waspada, terbuka, dan ingin tahu atas apa yang sedang terjadi.
Barangkali
kita akan mengalami sesuatu yang secara tradisional digambarkan
sebagai buah
dari maitri —keceriaan.
Jadi, mudah-mudahan kita akan menjalani bulan yang bermanfaat
di sini,
belajar mengenal diri sendiri dan menjadi lebih riang, bukannya
cemberut.

II
KEPUASAN
Penting diketahui bahwa menyadari bahwa kita berada di sini,
duduk dalam
meditasi, melakukan hal-hal sederhana setiap hari seperti
bekerja,
berjalan-jalan di luar, berbicara dengan orang-orang, mandi,
dan makan,
merupakan semua yang diperlukan untuk menjadi sadar sepenuhnya,
benar-benar
hidup, benar-benar manusiawi. Juga membantu untuk
mengingat-ingat bahwa
tubuh kita ini, tubuh yang sedang duduk di sini, di tempat
ibadah ini, tubuh
yang barangkali penat ini walaupun baru dua hari berada di
sini, dan pikiran
kita ini, adalah komponen-komponen tepat yang kita butuhkan
untuk menjadi
manusia seutuhnya, untuk benar-benar sadar, dan benar-benar
hidup. Lebih
jauh lagi, perasaan-perasaan yang kita alami saat ini, yang
negatif maupun
yang positif, sebenarnya merupakan yang kita butuhkan. Sama
halnya dengan
saat kita mencari di sekitar kita, harta paling berharga untuk
bisa hidup
dengan nyaman, baik, lengkap, penuh semangat, penuh harapan;
dan kita
menemukannya di sini.
Puas dengan apa yang sudah kita miliki adalah kunci ajaib untuk
hidup baik,
tidak terikat, dan penuh harapan. Salah satu rintangan terbesar
pada apa
yang dikenal sebagai pencerahan adalah keresahan, merasa
ditipu, kesal
terhadap diri anda, di mana anda berada, siapa diri anda itu.
Itulah
sebabnya kita berbicara begitu banyak tentang kompromi dengan
diri sendiri
karena, untuk beberapa alasan, kita tidak mendapatkan rasa puas
itu
sepenuhnya dan selengkapnya. Meditasi adalah proses meringankan
dan
menyadari bahwa kebijakan mana pun yang muncul, muncul dalam
apa yang telah
kita miliki. Kebijakan kita semuanya berbaur dengan urat syaraf
kita.
Kecemerlangan, kesegaran, kecerdasaan kita, semuanya berbaur
dengan emosi
dan kebingungan kita, dan karenanya tidak ada gunanya berusaha
membuang
aspek-aspek negatif dalam diri kita; sebab dalam proses
pembuangan itu, kita
juga membuang keajaiban kita. Kita mampu mengarahkan hidup kita
menjadi
lebih sadar akan siapa diri kita, apa yang sedang kita lakukan,
daripada
berusaha memperbanyak, mengubah,  atau menyingkirkan siapa diri
kita dan apa
yang sedang kita lakukan. Kuncinya adalah sadar, menjadi lebih
waspada,
lebih ingin tahu tentang diri kita.
Saat kita duduk bermeditasi, kita sedang mengupas aspek
kemanusiaan dan
semua kreasi dalam bentuk diri kita. Kita dapat menjadi ahli
dalam hal
amarah, kecemburuan, dan protes diri, demikian juga dalam hal
kegembiraan,
kemurahan hati, dan kearifan. Setiap hal yang dirasakan umat
manusia, juga
kita rasakan. Kita dapat menjadi sangat bijaksana, peka
terhadap semua
manusia dan seluruh alam semesta, hanya dengan mengenali diri
kita sendiri,
seperti apa adanya.
Kita kembali membicarakan soal cinta kasih, dengan cara yang
sedikit
berbeda. Landasan bagi cinta kasih adalah kepuasan terhadap
siapa dan apa
diri kita ini. Jalan ini terdengar aneh, kita kembali menjadi
anak berumur
dua atau tiga tahun, yang hendak mengetahui semua yang tidak
diketahuinya
dengan mulai bertanya tentang apa saja. Kita tahu kita tidak
akan
benar-benar dapat menemukan jawabannya karena
pertanyaan-pertanyaan seperti
ini datang dari rasa lapar dan rasa haus terhadap kehidupan -
yang tidak ada
kaitannya dengan pemecahan semuanya atau menyimpannya dalam
sebuah peti
emas. Pertanyaan-pertanyaan jenis ini adalah penjelajahan. Buah
hasilnya ada
pada awal dari penyadaran kebersamaan kita dengan semua
makhluk. Kita sadar
bahwa kita punya saham dalam segala yang dimiliki dan ada pada
orang lain.
Perjalanan kita untuk membangun persahabatan dengan diri
sendiri bukanlah
sesuatu yang mementingkan diri sendiri. Kita tidak sedang
mencoba
mengumpulkan semua yang baik-baik untuk diri sendiri. Jalan ini
adalah suatu
proses mengembangkan cinta kasih dan pengertian sejati terhadap
orang lain
juga.

III
MENEMUKAN HAKEKAT KITA YANG SEJATI (1)
Dalam salah satu khotbah-Nya, Sang Buddha bercerita tentang
empat jenis
kuda: kuda unggul, kuda yang baik, kuda buruk, dan kuda
pecundang. Kuda
unggul, menurut sutra (khotbah atau ajaran Sang Buddha) itu,
berlari bahkan
sebelum pecut menyentuh punggungnya, bayangan pecut atau suara
kusir saja
pun cukup membuatnya berlari. Kuda yang baik berlari setelah
pecutan ringan
mengenai badannya. Kuda buruk mau bergerak sebelum merasa
sakit akibat
dipecut, dan kuda pecundang tetap diam hingga rasa sakit itu
menusuk
tulangnya.
Pada waktu Shunryu Suzuki bercerita tentang kuda-kuda ini
dalam bukunya, Zen
Mind, Beginner’s Mind, ia menyebutkan bahwa kebanyakan orang
hendak menjadi
kuda yang unggul, namun sebenarnya, kala kita duduk, tidak
menjadi masalah
apakah kita ini kuda terbaik atau terburuk. Ia lebih lanjut
menyatakan bahwa
sesungguhnya, kuda yang benar-benar sulit adalah praktisi
terbaik.
Yang telah saya sadari melalui latihan adalah bahwa latihan
itu bukanlah
untuk menjadikan kita kuda unggul, baik, buruk, ataupun kuda
pecundang.
Latihan adalah untuk menemukan hakekat sejati diri kita, dan
lalu berbicara
mulai dari sana, bertindak dari sana. Apa pun sifat yang kita
miliki, itulah
mestika dan keindahan kita; Itulah yang ditanggapi oleh orang
lain.
Satu kali, saya berkesempatan berbicara dengan Chogyam
Trungpa, Rinpoche,
mengenai fakta bahwa saya tidak mampu menjalankan latihan
dengan benar.
Waktu itu, saya baru mulai berlatih secara Vajrayana dan saya
harus
melakukan visualisasi. Saya tidak mampu memvisualisasi apa
pun. Saya mencoba
dan mencoba lagi, tetapi tidak berhasil juga; saya merasa
seperti orang
dungu karena latihan itu tidak biasa bagi saya. Saya cukup
sengsara karena
setiap orang kelihatannya sedang melakukan berbagai macam
visualisasi dan
melakukannya dengan sangat baik. Beliau berkata, “Saya selalu
meragukan
mereka yang senantiasa berkata bahwa semuanya beres. Jika anda
berpikir
bahwa segalanya berjalan dengan benar, itu menunjukkan suatu
keangkuhan.
Jika latihan itu terlalu mudah bagi anda, anda akan menjadi
santai. Anda
tidak benar-benar berjuang, dan karenanya anda tidak pernah
tahu bagaimana
menjadi manusia seutuhnya.” Jadi, beliau mendorong saya dengan
mengatakan
bahwa sepanjang saya masih memiliki keraguan seperti itu,
latihan saya akan
berlangsung dengan baik. Jika anda mulai berpikir bahwa
semuanya berjalan
sempurna dan merasa lebih baik dari yang lain,
berhati-hatilah!
Suatu kali, Dainin Katagiri Roshi bercerita tentang
pengalamannya sendiri
menjadi kuda pecundang. Pada waktu pertama kali datang ke
Amerika dari
Jepang, ia adalah seorang rahib muda di usianya menjelang tiga
puluh. Ia
sudah menjadi rahib sejak di Jepang —di sini semuanya begitu
teliti, bersih,
dan rapi— untuk waktu yang lama. Di Amerika, murid-muridnya
adalah kaum
hippy yang berambut panjang, berbaju compang-camping, dan
tidak beralas
kaki. Ia tidak menyukai mereka. Ia merasa tidak tahan
menghadapi hippy. Gaya
mereka tidak sesuai dengan prinsip hidupnya. Ia mengatakan,
“Jadi, sepanjang
hari saya berceramah soal welas asih, di kala malam saya akan
pulang ke
rumah dan menangis karena saya tidak menyukai murid-murid
saya, saya harus
belajar lebih keras untuk mengembangkan hati yang bersih.”
Sebagaimana yang
dikatakan Suzuki Roshi dalam ceramahnya, itulah intinya:
karena kita melihat
diri kita sebagai kuda pecundang, kita mendapat semangat untuk
berusaha
lebih keras.
Di Biara Gampo, ada seorang bhikshu Tibet, Lama Sherap Tendar,
yang mengajar
kami memainkan alat musik Tibet. Kami disuruh mempelajari alat
musik Tibet
selama empat puluh sembilan hari; Kami juga akan belajar
tentang banyak hal
lain lagi, kami kira begitu. Akan tetapi, ternyata selama
empat puluh
sembilan hari, dua kali sehari, yang kami kerjakan hanyalah
belajar
memainkan gembreng dan gendang, serta cara memainkan kedua
alat musik ini
bersama-sama. Kami berlatih sendiri, dan kemudian kami akan
mempertunjukkannya di depan Lama Sherap, yang akan duduk di
sana dengan
mimik sedikit rasa sakit di wajahnya. Selanjutnya, ia akan
menuntun tangan
kami dan memperlihatkan cara memainkannya. Lalu, kami harus
memainkannya
sendiri dan ia akan menghela nafas. Ini berlangsung selama
empat puluh
sembilan hari. Ia tidak pernah mengatakan bahwa kami telah
melakukannya
dengan baik, tetapi ia bersikap sangat lembut dan sangat
manis. Akhirnya,
ketika semua telah berlalu dan setelah menyelesaikan
penampilan terakhir,
kami melakukan toast dan kata sambutan; Lama Sherap berkata,
“Sebenarnya
prestasi kalian semua sangat bagus. Kalian giat sekali sejak
semula, namun
saya tahu jika dari awal saya katakan kalian bagus, kalian
akan berhenti
berusaha.” Ia benar. Ia menggunakan cara yang sedemikian halus
untuk
mendorong kami sehingga kami tidak merasa tersinggung atau pun
patah
semangat. Cara yang digunakannya ialah membuat kami merasa
bahwa ia tahu
cara yang benar untuk memainkan gembreng; ia telah
memainkannya sejak kecil,
dan kami cuma perlu terus berusaha. Jadi, selama empat puluh
sembilan hari
kami benar-benar bekerja keras.
Kita dapat memperlakukan diri kita dengan cara yang sama. Kita
tidak perlu
kasar terhadap diri kita saat berpikir, dengan duduk di sini,
bahwa
meditasi, oryoki, atau keadaan kita di dunia ini termasuk
dalam kategori
kuda pecundang. Kita bisa menjadi sangat simpatik dengan hal
itu dan
memanfaatkannya sebagai motivasi untuk terus berusaha
mengembangkan diri
sehingga bisa menemukan hakikat kita sendiri. Kita tidak hanya
akan
menemukan hakikat diri kita yang sejati, tetapi kita juga akan
belajar
mengenai orang lain karena dalam hati kecil kita, hampir semua
di antara
kita merasa dirinya sebagai kuda pecundang. Anda boleh
menganggap diri anda
sombong, tetapi setiap orang yang pernah merasa sombong tahu
bahwa sifat itu
cuma untuk menutupi perasaan sebenarnya bahwa ia adalah kuda
pecundang, dan
selalu berusaha membuktikan hal yang sebaliknya.

IV
KETELITIAN, KELEMBUTAN, DAN RILEKS (1)

Dalam meditasi dan di dalam kehidupan sehari-hari, ada tiga
sifat diri yang
bisa kita pupuk, kembangkan, dan hasilkan. Kita sudah memiliki
ketiga-tiganya, namun sifat-sifat itu bisa dimatangkan:
ketelitian,
kelembutan, dan kemampuan untuk melepaskan sesuatu.
Dalam memberikan ajaran-Nya, Sang Buddha tidak menyatakan bahwa
kita adalah
orang jahat atau terdapat dosa dalam diri kita yang sudah kita
warisi sejak
dulu —dosa asal atau yang lainnya— yang membuat diri kita kotor
dan tidak
bersih bersih, lebih kasar dan bukan lembut, tertutup dan bukan
terbuka.
Beliau mengajarkan kepada kita bahwa ada sejenis kesalahpahaman
yang kita
semua alami, sesuatu yang bisa diungkapkan, dibetulkan, dan
dijelaskan,
seolah-olah kita sedang berada di dalam sebuah ruangan gelap
dan seseorang
menunjukkan kepada kita tempat saklar lampu berada. Bukan
merupakan suatu
dosa kalau kita berada dalam suatu ruangan yang gelap gulita.
Itu adalah
suatu keadaan yang biasa, namun alangkah beruntungnya kalau
seseorang
menunjukkan kepada kita letak saklar lampu. Dengan demikian,
terang akan
muncul dalam hidup kita. Kita bisa mulai membaca buku, saling
melihat wajah
orang yang berada di dalamnya satu dengan yang lain, mengetahui
warna
dinding, mengamati binatang-binatang kecil yang merayap masuk
dan keluar
ruangan.
Demikian juga, jika kita melihat apa yang disebut dengan
keterbatasan dengan
kejernihan, ketelitian, kelembutan, lalu membiarkannya berlalu,
lebih
terbuka lagi, kita akan mulai menemukan bahwa dunia kita lebih
lapang, lebih
segar, dan lebih menarik daripada yang pernah kita bayangkan
sebelumnya.
Dengan kata lain, kunci untuk merasakan kehidupan yang lebih
utuh dan lebih
tidak tertutup adalah melihat dengan lebih jernih siapa diri
kita dan apa
yang sedang kita lakukan.
Kekeliruan yang biasa membuat kita terperangkap dalam gaya
hidup yang bodoh,
jahat, dan tertutup, adalah kondisi bahwa kita tidak pernah
didorong untuk
melihat dengan jelas apa yang dapat kita lihat dengan sikap
lembut.
Sebaliknya, ada sejenis kesalahpahaman mendasar bahwa kita
harus berusaha
untuk menjadi lebih baik daripada yang selama ini kita jalani,
bahwa kita
harus berusaha untuk memajukan diri kita, bahwa kita harus
berusaha
menghindarkan diri dari hal-hal yang menyakitkan, dan bahwa
kalau saja kita
mampu belajar bagaimana menyingkirkan rasa sakit,  kita akan
hidup bahagia.
Itulah kesalahpahaman yang lugu, naif, yang ada dalam diri kita
semua, yang
membuat kita tidak bahagia.
Meditasi bertujuan melihat dengan jernih tubuh yang kita
miliki, pikiran
yang kita miliki, keadaan yang sedang kita hadapi, pekerjaan
yang kita
laksanakan, dan orang-orang yang kita jumpai selama hidup kita.
Masalah di
sini adalah bagaimana kita bereaksi terhadap semua hal itu.
Yang juga
termasuk di dalamnya adalah melihat perasaan dan pikiran kita
sebagaimana
adanya sekarang ini, pada detik ini juga, di ruangan ini, di
tempat kita
duduk ini. Persoalannya adalah tidak mencoba menyingkirkannya,
tidak
berusaha menjadi lebih baik daripada kita sekarang, tetapi
hanya melihat
dengan jelas, teliti, dan lembut. Dalam sebulan latihan
meditasi ini, kita
akan belajar menumbuhkan kelembutan, ketelitian, dan kemampuan
untuk
membiarkan kepicikan berlalu, belajar bersikap terbuka terhadap
emosi dan
pikiran-pikiran kita, terhadap semua orang yang kita temui di
dunia ini,
belajar membuka hati dan pikiran kita.
Ini bukanlah suatu rencana untuk mengembangkan diri; bukanlah
suatu situasi
bahwa anda berusaha menjadi lebih baik daripada diri anda
sekarang ini. Jika
anda memiliki watak yang buruk dan merasa telah melukai diri
anda dan orang
lain, anda mungkin berpikir bahwa duduk selama seminggu atau
sebulan akan
membuat watak buruk itu lenyap —anda akan menjadi orang yang
menyenangkan
seperti yang selalu anda impikan. Sepatah kata kasar pun tidak
akan pernah
terlepas dari mulut mungil anda. Masalahnya adalah bahwa
dorongan untuk
mengubah diri adalah suatu bentuk mendasar serangan terhadap
diri sendiri.
Masalah lain adalah bahwa penyerahan kita, beruntung atau
sayang sekali,
menyangkut harta kekayaan kita. Gejolak jiwa dan kebijaksanaan
kita tersusun
atas bahan yang sama. Jika anda membuang gejolak jiwa itu, anda
juga telah
membuang kebijaksanaan anda. Orang yang sedang marah besar juga
memiliki
banyak sekali energi; energi itulah yang begitu menarik dalam
dirinya.
Itulah alasan orang-orang  menyukai orang itu. Intinya bukanlah
berusaha
menyingkirkan amarah anda, tetapi bersahabat dengannya,
memahaminya dengan
jernih, penuh ketelitian dan kejujuran, dan juga melihatnya
dengan sikap
lembut. Itu artinya tidak menghakimi diri anda sebagai orang
yang jahat,
tetapi tidak pula berarti menyombongkan diri anda dengan
berkata, “Sungguh
baik orang seperti saya ini, benarlah adanya kalau saya
bertindak seperti
ini. Orang lain sangat mengecewakan, tidak salah jika saya
memarahi mereka.”
Sikap lembut tidak mengekang kemarahan, tetapi juga tidak
membiarkannya.
Kadang-kadang kita berlaku lebih halus dan lebih lapang hati
daripada kedua
sikap itu. Ini menyangkut usaha untuk belajar, setelah anda
memahami
perasaan marah dengan sepenuhnya dan memiliki pengetahuan
tentang siapa dan
apa anda, untuk membiarkannya berlalu. Anda bisa membiarkan
berlalu kisah
sedih yang biasanya mengikuti kemarahan dan mulai melihat
dengan jernih cara
anda membuat segala sesuatu berjalan dengan baik. Jadi, baik
itu rasa takut,
atau kemelekatan, atau cemburu, atau tekanan batin —apapun
perasaan itu—
yang penting bukanlah usaha untuk menyingkirkannya, melainkan
untuk
bersahabat dengannya. Itu artinya mencoba mengenali dengan
seutuhnya, dengan
semacam kelembutan, dan belajar bagaimana, setelah anda
mengalami dengan
sepenuhnya, membiarkannya berlalu.
Teknik meditasi sendiri menumbuhkan kejelian, sikap lembut, dan
kemampuan
untuk merelakan sesuatu —sifat-sifat yang sudah ada dalam diri
kita. Sifat-s
ifat itu bukanlah untuk diraih, tetapi merupakan sesuatu yang
dapat kita
keluarkan, tumbuhkan, dan temukan kembali dalam diri kita.
Sekarang, saya
akan mengupas teknik meditasi dan menunjukkan bagaimana
meditasi itu
membantu kita mengungkapkan sifat-sifat ini.

IV
KETELITIAN, KELEMBUTAN, DAN RILEKS (2)

KETELITIAN
Teknik ini, pertama-tama, ambillah posisi yang baik, dan tahap kedua,
perhatikan nafas yang keluar. Ini adalah nafas keluar anda yang biasa, tidak
dimanipulasi ataupun diatur dengan cara apa pun. Menyatulah dengan nafas itu
saat dikeluarkan, rasakan nafas itu keluar, sentuh nafas itu saat keluar.
Ini tampaknya mudah, tetapi untuk benar-benar menyatu dengan nafas itu dan
menyatu dengan setiap nafas membutuhkan banyak ketelitian. Pada waktu anda
duduk dan mulai bermeditasi, keadaan bahwa anda selalu kembali kepada nafas
akan menghasilkan ketelitian, kejernihan, dan keakuratan pikiran anda.
Kenyataannya, dengan selalu kembali kepada nafas dan berusaha dengan cara
yang lembut, anda menyatu dengan nafas dan juga menajamkan batin anda.
Bagian ketiga dari teknik ini, saat sadar bahwa anda sedang berpikir, anda
katakan pada diri sendiri, “Berpikir.” Ini pun memerlukan banyak ketelitian.
Bahkan meskipun seolah-olah anda tersadar dari sebuah mimpi dan sadar bahwa
anda tadi sedang berpikir, kemudian anda langsung kembali kepada nafas dan
secara kebetulan melupakan pemberian label, anda tetap harus berhenti
sejenak, dan katakan pada diri anda sendiri, “Berpikir.” Gunakan label ini
karena label bersifat teliti dan tepat. Cuma untuk mengetahui bahwa anda
sedang berpikir, cuma itu, tidak lebih dan tidak kurang. Cuma “berpikir”..
Menyatu dengan nafas menumbuhkan ketelitian pikiran anda, dan tatkala anda
memberi label, itu pun menimbulkan ketelitian pikiran. Pikiran anda menjadi
lebih jernih dan stabil. Saat bermeditasi, anda sebaiknya menyadari hal ini.

KELEMBUTAN
Jika kita hanya memberikan tekanan pada ketelitian, meditasi kita bisa jadi
kasar dan keras. Usaha itu bisa menjadi terlalu terpaku pada hasil. Jadi,
kita juga memberikan tekanan pada kelembutan. Satu hal yang sangat membantu
adalah mengembangkan makna yang menyeluruh dari kata rileks saat anda
bermeditasi. Saya pikir anda memperhatikan bahwa tatkala mulai menjadi lebih
sensitif dan lebih sadar, anda akan merasakan perut cenderung sangat tegang
dan bahu terasa sangat ketat. Akan sangat membantu jika anda memperhatikan
hal ini, dan kemudian dengan sengaja melemaskan perut, bahu, dan leher anda.
Jika anda mendapatkan kesulitan untuk rileks, lakukanlah dengan
perlahan-lahan, sabar, dan lembut.
Nafas yang keluar, tidak hanya mematangkan ketelitian pikiran, tetapi juga
menghasilkan sifat lembut yang sudah ada, sifat penuh perhatian ini, atau
kehangatan, sifat penuh kasih sayang, karena perhatian pada nafas sangatlah
halus. Jika anda sedang melakukan suatu teknik yang menyatakan, “Pusatkan
perhatian pada nafas yang keluar, berikan seratus persen perhatian pada
nafas yang keluar” (dan terdapat banyak teknik seperti ini yang sangat
bermanfaat), ketelitian akan tumbuh, tetapi bukan kelembutan. Akan tetapi,
karena teknik ini tidak hanya mematangkan ketelitian, tetapi juga
kelembutan, instruksi yang diberikan adalah pusatkan hanya dua puluh lima
persen pada nafas yang keluar, yang sebenarnya sangat sedikit. Masalahnya
adalah jika anda berkonsentrasi pada nafas yang keluar dan hanya pada nafas
itu, anda tidak akan menyadari keberadaan orang yang berada di sebelah anda,
pada lampu yang hidup dan mati, pada suara ombak. Namun, dengan teknik ini,
karena mata anda terbuka dan karena  perhatian yang diberikan bukanlah
perhatian yang ketat, dan karena penekanan keseluruhan latihan ini adalah
keterbukaan, anda tidak menutup diri dari segala sesuatu yang sedang
berlangsung meskipun anda memusatkan perhatian pada nafas yang keluar. Jadi,
cuma dua puluh lima persen perhatian diberikan pada nafas yang keluar.
Perhatian yang lain lebih tidak spesifik; hanya menyadari bahwa anda berada
dalam ruangan ini bersama bermacam-macam benda yang lain. Jadi, kita berikan
instruksi, “Perhatikanlah nafas yang keluar, menyatulah dengan nafas yang
keluar,” dan itulah yang anda lakukan. Akan tetapi, instruksi bahwa
perhatian yang diberikan cuma dua puluh lima persen, benar-benar memberikan
gagasan bahwa itu bukanlah latihan konsentrasi —ada suatu sentuhan halus
pada nafas yang sedang keluar. Sentuhlah nafas itu dan biarkan berlalu.
Sentuhan itu adalah bagian ketelitian dan juga bagian yang lembut. Sentuhlah
dengan halus dan biarkan berlalu.

IV
KETELITIAN, KELEMBUTAN, DAN RILEKS (3)
Jika obyek meditasi anda merupakan sesuatu yang konkrit, sesuatu yang
berbentuk dan bisa disentuh —suatu gambar, patung, sebuah titik di atas
lantai, atau sebuah lilin— latihan yang anda jalankan lebih bersifat ke arah
konsentrasi. Akan tetapi, nafas itu sangat halus; meskipun anda berniat
memberikan seratus persen perhatian padanya, akan sukar sekali melakukannya
karena nafas sangatlah ringan, mengalir, dan memenuhi ruang. Sebagai obyek
meditasi, nafas membawa rasa kelembutan dan kehalusan. Rasanya seolah-olah
sedang menghayati angin dingin, tetapi dalam hal ini, yang dimaksud adalah
nafas keluar yang biasa, dan tidak dibuat-buat. Teknik dengan nafas ini
disebut sebagai tanpa suatu tujuan. Anda melakukannya tidak demi tujuan
tertentu, melainkan hanya untuk hidup sepenuhnya. Hidup sepenuhnya bukanlah
sesuatu yang terjadi satu kali, kemudian anda memilikinya untuk selamanya;
maksudnya cuma sadar pada nafas, aliran, pergerakan, dan penciptaan
kehidupan, menjadi hidup pada proses kehidupan itu sendiri. Ini juga
memiliki sifat kelembutannya. Jika ada suatu tujuan yang akan dicapai,
seperti “tiada pikiran”, kondisinya tidak akan cukup lembut. Anda harus
berusaha keras untuk menyingkirkan pikiran-pikiran itu, dan anda mungkin
tidak mampu melakukannya. Kenyataannya ialah bahwa bila tidak ada tujuan
yang hendak dicapai, tingkat kelembutan itu akan bertambah.
Momen anda memberi label pada pikiran anda “berpikir” barangkali merupakan
kunci untuk teknik mengembangkan kelembutan, simpati, dan kasih sayang.
Rinpoche selalu berkata, “Perhatikan nada suara anda tatkala menyebut
“berpikir”. Bisa jadi, ucapan itu terdengar kasar, tetapi sebenarnya kata
itu hanyalah bentuk eufemisme dari, “Setan! Engkau berpikir lagi. Bodoh
kamu, setan menguasaimu!” Anda bisa benar-benar mengatakan, “Dungu! Anda
murid yang resah, tidak ada harapan sama sekali.” Akan tetapi, itu bukanlah
segala-galanya. Yang terjadi adalah anda telah memperhatikan! Selamat untuk
anda, anda telah memahaminya! Anda sudah menyadari sendiri bahwa pikiran itu
terus-menerus berpikir, dan menggembirakan bahwa anda telah mengerti.
Setelah memahaminya, biarlah pikiran itu berlalu. Katakan, “Berpikir.” Jika
anda merasakan bahwa anda bertindak kasar, katakan untuk yang kedua kalinya
sekedar untuk menumbuhkan perasaan bahwa anda mampu mengatakannya pada diri
anda dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Dengan kata lain,  anda
sedang mengembangkan sikap tidak menghakimi. Anda tidak sedang mengritik
diri sendiri, anda cuma melihat apa adanya dengan teliti dan lembut, melihat
proses berpikir sebagai berpikir. Inilah cara teknik ini mengembangkan tidak
hanya ketelitian, tetapi juga kelembutan, kehalusan, dan perasaan hangat
pada diri sendiri. Kejujuran akan kelembutan dan kebaikan hati dari
kelembutan adalah sifat untuk bersahabat dengan diri  sendiri. Jadi, selama
latihan ini, seiring dengan menjadi teliti semampu anda, benar-benar berikan
juga tekanan pada kelembutan. Jika merasakan tubuh anda tegang, lemaskanlah.
Jika pikiran anda tegang, bersantailah. Rasakan luasnya nafas yang keluar
menuju ruang. Saat pikiran muncul, sentuhlah pikiran itu dengan halus,
seperti bulu menyentuh gelembung air. Biarkan segalanya halus dan lembut,
tetapi pada saat yang sama, menjadi teliti.
MEMBIARKAN BERLALU
Aspek ketiga dari metode ini adalah keterbukaan atau membiarkan berlalu.
Teknik yang tampak bersahaja ini membantu kita menemukan kembali kemampuan
yang telah kita miliki untuk membuka lebar-lebar pikiran yang sempit dan
membiarkan berlalu kepicikan atau pandangan kaku apa pun. Ketelitian dan
kelembutan mempunyai wujud yang nyata. Anda bisa berlatih untuk lebih akurat
mengenai nafas keluar, lebih akurat dalam hal pemberian label. Anda bisa
melemaskan perut, bahu, dan tubuh, dan anda juga bisa menjadi lebih lembut
pada nafas keluar serta lebih simpatik pada pemberian label. Akan tetapi,
sikap membiarkan berlalu tidaklah semudah itu. Sebaliknya, sifat ini adalah
sesuatu yang muncul sebagai hasil berlatih ketelitian dan kelembutan. Dengan
kata lain, tatkala berlatih bersikap benar-benar tulus pada petunjuk,
berbuat setepat yang anda mampu dan sekaligus juga sepenuh kasih sayang yang
anda bisa, kemampuan membiarkan berlalu muncul dengan sendirinya; Anda tidak
memaksanya. Anda juga semestinya tidak memaksakan ketelitian atau
kelembutan. Namun, jika anda mampu menjalankan usaha untuk mencapai
ketelitian, anda akan mampu pula mencapai kelembutan, tetapi akan terasa
sukar melakukan usaha untuk mencapai sikap membiarkan berlalu. Meskipun
demikian, saya akan melukiskan teknik yang menuntun anda pada penemuan
kembali kemampuan untuk membiarkan berlalu dan bersikap terbuka.
 

IV
KETELITIAN, KELEMBUTAN, DAN RILEKS (4)
Anda mungkin heran mengapa kita memperhatikan nafas yang keluar
dan hanya
pada nafas yang keluar. Mengapa kita tidak memperhatikan nafas
keluar dan
nafas yang masuk? Ada teknik-teknik lain yang sangat bagus yang
memberikan
instruksi kepada praktisi untuk memperhatikan nafas yang keluar
dan nafas
yang masuk. Teknik itu benar-benar menajamkan pikiran dan
membawa perhatian
terpusat yang berkesinambungan, tanpa jeda. Akan tetapi, dalam
teknik
meditasi ini, kita menyatu dengan nafas yang keluar; tidak ada
petunjuk
khusus tentang yang harus dikerjakan menjelang nafas keluar
yang berikutnya.
Di dalam teknik ini, terdapat kemampuan  untuk bersikap
membiarkan berlalu
di ujung nafas yang keluar, untuk terbuka pada ujung nafas
keluar karena
untuk sesaat benar-benar tidak ada petunjuk agar berbuat apa.
Terdapat
kemungkinan dari yang disebut Rinpoche sebagai “kesenjangan” di
ujung nafas
keluar. Anda memperhatikan nafas yang sedang keluar, lalu
berhenti sejenak
saat nafas ditarik. Seolah-olah anda ... berhenti sejenak.
Tidak akan
berguna jika mengatakan, “Jangan memperhatikan nafas yang
keluar.” Hal ini
sama halnya dengan mengatakan, “Jangan memikirkan gajah
berwarna jingga.”
Jika anda disuruh tidak memperhatikan sesuatu, akan muncul
obsesi. Walaupun
demikian, perhatian diarahkan pada nafas keluar, dan ada
semacam perasaan
menunggu hingga nafas keluar yang berikutnya, suatu kesan tanpa
kegiatan.
Orang bisa membiarkan berlalu saja di akhir nafas yang keluar.
Nafas keluar
dan melarut, dan mungkin ada kesan membiarkan berlalu
sepenuhnya. Tidak ada
yang dipegang hingga nafas keluar yang berikutnya.
Walaupun sukar untuk berbuat seperti itu, tatkala anda mulai
berlatih dengan
perhatian pada nafas yang keluar, lalu berhenti sejenak,
menunggu, dan
kemudian memperhatikan nafas keluar yang berikutnya, kesan
mampu membiarkan
berlalu mulai menyingsing di hadapan anda. Jadi, jangan banyak
berharap —laksanakan saja teknik ini, setelah berbulan-bulan
dan
bertahun-tahun, cara anda menghadapi dunia akan berubah. Anda
akan
mempelajari sikap membiarkan berlalu dan mampu membuka tabir
kepercayaan
yang tertutup mengenai segala sesuatu.
Pengalaman memberi label pada pikiran “berpikir” juga, lambat
laun, akan
menjadi refleks. Anda mungkin saja larut dalam fantasi, dalam
ingatan masa
lalu atau rencana masa depan, sepenuhnya larut, seolah-olah
anda telah
berangkat dengan pesawat terbang dan tiba di suatu tempat yang
lain. Anda
berada di tempat lain dan bersama-sama dengan orang lain, anda
telah
merancang ulang sebuah ruangan baru, atau anda mengalami
kembali kejadian
yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, anda larut
dalam
memikirkan sesuatu yang mungkin terjadi, tetapi anda
benar-benar terlibat
seolah-olah dalam mimpi. Lalu, sekonyong-konyong anda sadar,
dan pikiran
segera kembali. Itu terjadi dengan sendirinya. Anda berkata
pada diri
sendiri, “Berpikir,” dan ketika anda berkata demikian, pada
hakekatnya yang
anda lakukan adalah membiarkan berlalu semua pikiran-pikiran
itu. Anda tidak
mengekang pikiran-pikiran itu. Anda mengenali pikiran-pikiran
itu melalui
proses “berpikir” dengan jernih dan baik hati, lalu anda
membiarkannya
berlalu. Sekali anda mengalaminya, anda akan merasa sungguh
luar biasa, anda
bisa benar-benar terobsesi oleh harapan, rasa takut, atau semua
pikiran yang
lain, dan anda bisa menyadari apa yang telah anda lakukan
—tanpa
mencelanya—serta dapat membiarkannya berlalu. Ini barangkali
salah satu
metode paling ampuh yang bisa diberikan kepada anda, kemampuan
untuk
membiarkan segalanya berlalu, tidak terjerat dalam jaring
pikiran-pikiran
anda yang marah, penuh nafsu, cemas, atau merisaukan.

V
KEBIJAKAN UNTUK TIDAK MENGHINDAR
Kemarin saya membahas tentang mengembangkan ketelitian, kelembutan, dan
keterbukaan, serta melukiskan bagaimana teknik meditasi membantu kita
mengingat kembali sifat-sifat yang sebenarnya sudah kita miliki.
Kadang-kadang, ajaran juga memberi tekanan pada kebijaksanaan,
kecemerlangan, atau logika yang kita miliki, tetapi kadang-kadang, ajaran
memberi tekanan pada rintangan-rintangan, bagaimana kita bisa terperangkap
dalam suatu tempat yang kecil dan gelap. Ini sebenarnya dua sisi dari mata
uang: saat dipersatukan, inspirasi (atau keadaan baik) dan beban (atau
keadaan buruk) menggambarkan keadaan umat manusia. Itulah yang kita lihat
saat bermeditasi.
Kita lihat betapa indah dan menakjubkannya segala sesuatu dan kita lihat
betapa terjeratnya kita. Ini bukan berarti satu adalah bagian yang baik dan
satu lagi bagian yang buruk, tetapi ini adalah sesuatu yang menarik, harum,
kaya, dan juga berantakan. Tatkala semua itu bergabung menjadi satu, itulah
kita: kemanusiaan. Itu yang akan kita pahami dengan berkumpul di sini. Baik
yang cemerlang maupun yang menyengsarakan ada di sini setiap saat; keduanya
saling terkait. Bagi suatu makhluk yang telah cerah sepenuhnya, perbedaan
antara yang kalut dan yang bijak sangat sukar untuk dilihat karena
bagaimanapun juga, energi yang mendasari keduanya adalah sama. Energi
kreatif dasar kehidupan —daya hidup— muncul dan menduduki semua bentuk
kehidupan. Itu bisa dialami sebagai semangat yang terbuka, bebas, tanpa
beban, penuh kemungkinan; Atau energi yang sama ini dapat dialami sebagai
suatu keterikatan yang sempit, terhimpit, dan menyedihkan. Walaupun terdapat
begitu banyak ajaran, begitu banyak metode meditasi, begitu banyak petunjuk,
dasar dari semua itu adalah belajar menjadi sangat jujur dan sepenuh hati
mengenai apa yang muncul dalam pikiran Anda —beban pikiran, emosi, sensasi
jasmani, segala sesuatu yang secara bersama-sama membentuk apa yang kita
sebut “saya” atau “aku”. Tidak ada orang lain yang dapat memilihkan untuk
anda mana yang harus diterima dan yang harus ditolak, dalam arti mana yang
membuat anda bangkit dan mana yang membuat anda jatuh. Siapa pun tidak dapat
menentukan untuk anda apa yang harus diterima —yang membuat dunia anda
terbuka— dan apa yang harus ditolak —apa yang membuat anda terus-menerus
terperangkap dalam derita yang sama. Meditasi ini disebut nonteistik, yang
tidak ada kaitannya dengan percaya pada Tuhan atau tidak percaya pada Tuhan,
tetapi memiliki makna bahwa tiada orang selain diri anda sendiri yang bisa
menentukan mana yang diterima dan mana yang ditolak.
Latihan meditasi membantu kita mengenali energi dasar ini dengan baik,
dengan penuh kejujuran dan kehangatan hati, dan kita mulai menunjukkan pada
diri kita sendiri apa yang merupakan racun dan obat, yang memberikan makna
yang berbeda bagi masing-maisng individu. Misalnya, ada orang yang tahan
minum banyak kopi dan kopi itu benar-benar menyegarkan mereka sehingga
mereka merasa tidak kantuk; yang lain hanya bisa meneguk sedikit saja dan
kemudian kepalanya pusing; jadi, ini semua berhubungan dengan energi kita
masing-masing. Kita adalah satu-satunya orang yang tahu apa yang
membangunkan kita dan yang membuat kita tertidur. Jadi, kita duduk di sini
di atas bantal merah ini, di dalam ruangan yang cerah dengan altar yang
indah dan gambar besar Karmapa. Di luar, salju turun dan angin melolong. Jam
demi jam kita duduk di sini, sekedar untuk kembali ke saat ini sejauh
kemampuan kita, mengenali apa yang berlangsung dalam batin kita, mengikuti
nafas yang keluar, memberi nama pikiran kita “berpikir”, kembali kepada saat
ini, mengenali apa yang sedang berlangsung dalam pikiran kita. Petunjuk yang
diberikan dimaksudkan untuk diterima sejujur dan sehangat mungkin,
mempelajari perlahan-lahan yang dinamakan membiarkan berlalu sesuatu yang
sedang ada dalam pikiran.
Pesan yang dibawa adalah bahwa setiap orang dari antara kita memiliki
hal-hal yang diperlukan untuk menjadi cerah sepenuhnya. Kita memiliki energi
dasar yang mengaliri kita. Kadang-kadang, energi itu berwujud kecerdasan,
tetapi kadang-kadang, muncul sebagai kebingungan. Karena pada dasarnya kita
adalah orang baik, kita sendiri dapat menentukan apa yang perlu diterima dan
ditolak. Kita bisa memilih apa yang membuat kita menjadi orang yang lengkap
dan dewasa, dan —jika kita juga terlibat di dalamnya— yang akan membuat kita
menjadi anak-anak untuk selamanya. Ini adalah suatu proses bersahabat dengan
diri sendiri dan dengan dunia kita. Proses ini tidak cuma menyangkut bagian
yang kita sukai, tetapi seluruhnya, karena semuanya mengandung banyak
pelajaran yang bisa kita petik darinya.
 

VI
KEGEMBIRAAN
Hampir satu tahun yang lalu, seorang sahabat baik kami, Ayya Khema, seorang
wanita Jerman yang merupakan seorang bhikkhuni Theravada dan tinggal di Sri
Lanka, datang mengunjungi kami. Di tempat kami, ia melaksanakan penyunyian
vipashyana (meditasi pandangan terang). Penyunyian itu bagi saya pribadi
adalah suatu penyegaran karena memberi tekanan pada kegembiraan. Saya tidak
tahu sudah berapa banyak kali saya memberi tekanan pada penderitaan di dalam
latihan saya. Saya memusatkan perhatian pada penderitaan, yang ditolak,
memalukan, dan hal-hal menyakitkan yang saya lakukan. Dalam proses itu, saya
hampir melupakan kegembiraan.
Selama penyunyian, tujuh hari Ayya Khema mengajarkan kami bahwa di dalam
hati kita masing-masing ada kegembiraan yang bisa mekar. Dengan
menghubungkan diri kita padanya, kita membiarkan diri kita merayakan latihan
dan hidup kita. Kegembiraan itu bagaikan hujan musim semi yang membuat kita
merasa ringan dan senang pada diri kita, dan karenanya merupakan cara yang
sama sekali baru dalam memandang penderitaan.
Dalam sebuah buku kecil berjudul “Petunjuk Meditasi Berjalan”, pada Bab
“Dunia Mengandung Semua Keajaiban Tanah Suci”, Thich Nhat Hanh berkata,
“Saya pikir semua Buddha dan Bodhisattva dari ketiga jaman tidak akan
mencela saya karena telah mengungkapkan suatu rahasia kecil kepada kalian
semua, bahwa tidak perlu bagi kita untuk mencari keajaiban Tanah Suci ke
suatu tempat tertentu.” Keajaiban dan kegembiraan hadir di setiap momen,
setiap nafas, setiap langkah, setiap gerakan dalam kehidupan kita
sehari-hari, jika kita dapat berhubungan dengannya. Rintangan terbesar untuk
berhubungan dengan kegembiraan itu adalah kegelisahan.
Kegembiraan berhubungan dengan melihat seberapa besar, seberapa terbuka, dan
betapa berharganya segala sesuatu. Mengeluh atas apa yang terjadi dan
menyesali hidup adalah bagaikan menolak mencium wangi mawar liar saat lari
pagi, atau bersikap buta dengan tidak melihat gagak besar hitam yang hinggap
di atas dahan pada pohon tempat anda duduk berteduh. Kita bisa begitu
terjerat pada rasa sakit dan kecemasan sehingga kita tidak memperhatikan
angin yang sudah datang, atau bahwa seseorang telah meletakkan kembang di
ruang makan, atau kala kita berjalan di pagi hari, bendera belum dikibarkan
dan saat kita pulang, bendera masih belum diturunkan. Kegelisahan,
kepahitan, menyimpan rasa dendam akan menghalangi kita melihat, mendengar,
mengecap, dan bersukacita.
Ada sebuah cerita tentang seorang perempuan yang lari dikejar macan, Ia
berlari dan berlari terus, dan macan juga semakin dekat dan mendekat. Pada
waktu tiba di pinggir sebuah tebing, ia melihat ada akar-akar merambat ke
bawah tebing, kemudian ia memanjat turun dan bergantung pada akar-akar itu.
Saat melihat ke bawah, tampak olehnya di sana juga sudah menunggu beberapa
ekor macan. Kemudian, ia melihat seekor tikus sedang menggerogoti akar
tempat ia bergantung. Ia juga melihat setumpuk buah arbei di dekatnya,
tumbuh dari rumput-rumput di tebing. Ia melihat ke atas dan ke bawah. Ia
melihat pada tikus. Lalu, ia mengambil sebutir buah arbei, memasukkannya ke
dalam mulutnya, dan benar-benar menikmatinya.
Macan di atas, macan di bawah. Ini sesungguhnya perumpamaan bahwa kita
selalu berada dalam proses kelahiran dan kematian. Setiap momen itu adalah
seperti apa adanya. Momen itu mungkin menjadi satu-satunya momen dalam hidup
kita, itu mungkin satu-satunya buah arbei yang kita cicipi seumur hidup.
Kita bisa tertekan mengenai hal ini, atau kita akhirnya bisa menghargainya,
dan bergembira dalam setiap saat berharga hidup kita.
Trungpa Rinpoche selalu berkata, “Anda bisa melakukannya.” Itu barangkali
salah satu dari ajaran-ajaran utamanya, “Anda bisa melakukannya.” Thich Nhat
Hanh dalam “Petunjuk Meditasi Berjalan”, mengawali dengan menceritakan bahwa
setiap orang membawa beban ini, dan jika anda hendak melepaskannya, jika
anda ingin menurunkannya, anda bisa melakukannya. Anda bisa berhubungan
dengan kegembiraan dalam hati.
Pada hari yang sunyi seperti sekarang ini, segala sesuatu sangat hening,
anda mungkin merasa bahwa anda sedang cemberut dan melakukan segala sesuatu
dengan muka cemberut: membuka pintu dengan cemberut, meminum teh dengan
cemberut, berusaha begitu keras untuk bisa tenang, diam, dan bergerak begitu
lambat sehingga anda merasa resah. Sebaliknya, anda juga bisa bersikap
santai dan menyadari bahwa di balik setiap kekhawatiran, keluhan, dan
ketidaksetujuan yang terus berkecamuk dalam pikiran anda, matahari selalu
terbit di pagi hari, melintasi langit, dan turun di kala senja.
Burung-burung masih beterbangan di langit, mengumpulkan makanan, dan membuat
sarang. Rumput-rumput masih bergoyang ditiup angin atau diam tidak bergerak.
Bahan makanan, bunga-bunga, dan pohon-pohon masih tumbuh dari bumi. Banyak
sekali kekayaan alam. Anda bisa menumbuhkan gairah hidup, minat, dan rasa
keingintahuan anda. Anda bisa berhubungan dengan kegembiraan. Anda bisa
memulainya sekarang.
Orang-orang Navajo mengajar anak-anak bahwa setiap pagi, saat matahari
menyingsing, matahari baru dilahirkan, matahari itu bertahan selama satu
hari, dan setiap malam berlalu tanpa pernah kembali lagi. Pada waktu
anak-anak telah cukup besar untuk mengerti, orang-orang dewasa membawa
mereka keluar setiap pagi dan berkata, “Matahari hanya punya waktu satu
hari. Engkau harus hidup dengan baik hari ini agar matahari tidak
menghabiskan waktunya yang berharga dengan sia-sia.” Menyadari betapa
berharganya setiap hari adalah cara hidup yang baik, cara yang baik untuk
berhubungan kembali dengan kegembiraan dasar kita.

VII
MEMILIKI WAWASAN YANG LEBIH LUAS (1)
Pagi ini, tatkala memulai meditasi, saya merasa lapar dan lelah; saya juga
gembira. Pada waktu kita berjalan-jalan pagi, saya merasa lebih gembira, dan
saya sadar itu ada hubungannya dengan yang terjadi pada kita saat berlatih:
kita menemukan bahwa kita memiliki pandangan yang lebih luas mengenai hidup
kita. Ini terasa seperti suatu berkah atau hadiah.
Dalam banyak aliran, termasuk Agama Buddha Tibet, lingkaran merupakan simbol
yang berkekuatan untuk menggambarkan kekeramatan segala sesuatu. Di dalam
seluruh aliran ini, terdapat upacara-upacara ritual di mana gambar lingkaran
dipakai dengan cara demikian: menggambarkan sebuah lingkaran mengelilingi
diri anda, dan dengan berdiri di tengah-tengahnya, anda sadar bahwa anda
selalu berada di tengah-tengah alam semesta. Lingkaran yang melingkungi anda
menunjukkan bahwa anda selalu berada di dalam tempat yang keramat.
Di dalam agama Buddha, kita membicarakan tentang kewaspadaan dan perhatian.
Kita diajar perhatian melalui oryoki, bersujud, menyatu dengan nafas,
memberi label pada pikiran kita “berpikir”. Terdapat banyak ketelitian,
tetapi juga banyak kelembutan. Seiring dengan menjadi teliti akan dunia
kita, juga ada ruang di sekeliling kita yang disebut dengan kelembutan: kita
mengijinkan diri kita mengalami betapa besar, luwes, serta penuh warna dan
energinya dunia kita ini. Ruang ini adalah lingkaran kita.
Jika berbicara mengenai perhatian dan kewaspadaan, kita tidak berbicara
mengenai sesuatu yang kaku, suatu disiplin yang kita tekankan pada diri kita
sehingga kita bisa membersihkan tindakan agar kita menjadi lebih baik, bisa
berdiri dengan lebih tegak, dan tercium lebih harum. Lebih daripada itu,
kita berlatih suatu makna kasih sayang melalui mikrofon, mangkok oryoki,
tangan kita, semua di antara kita, dan ruangan ini, semua pintu yang kita
lalu-lalangi. Sikap penuh perhatian adalah mengasihi semua unsur kecil
kehidupan kita, dan kewaspadaan adalah hal-hal alamiah yang terjadi: hidup
mulai terbuka, dan anda menyadari bahwa anda senantiasa berdiri di pusat
dunia.
Beberapa di antara anda mungkin pernah membaca buku “Black Elk Speaks (Rusa
Hitam Berbicara)”. Diceritakan, ada seorang laki-laki suku Indian mengatakan
bahwa ia mendapatkan penglihatan yang luar biasa saat berumur sembilan
tahun. Ia sakit keras sehingga setiap orang menganggapnya telah mati. Ia
koma selama seminggu atau lebih. Pada waktu itu, ia melihat bahwa metode
pengobatan keramat yang selalu digunakan sukunya hampir tidak memberikan
hasil yang memuaskan. Ia juga melihat bahwa cara-cara yang digunakan untuk
menolongnya ternyata tidak berhasil. Dalam keadaan koma ini, ia dibawa ke
atas Puncak Harney, di Black Hill, Dakota, yang oleh penduduk pribumi
Amerika dianggap sebagai pusat dunia. Namun, setelah ia dibawa ke Puncak
Harney dan ditunjukkan pemandangan yang luas sekali ini, Black Elk (Rusa
Hitam) mengatakan ia menyadari bahwa semua tempat adalah pusat dunia. Pada
dasarnya, setiap tempat anda berada adalah pusat dunia. Anda selalu berada
di tengah ruang suci, di tengah lingkaran.
Orang sering berkata, “Meditasi itu baik, tetapi apa hubungannya dengan
hidup saya?” Hubungannya dengan hidup anda adalah bahwa barangkali melalui
latihan sederhana dengan memberikan perhatian seperti ini —memberikan
sentuhan kasih sayang pada kata-kata, perbuatan, dan gerakan pikiran anda—
anda mulai menyadari bahwa anda selalu berdiri di tengah lingkaran suci.
Biara Gampo bukanlah lingkaran keramat. Ke mana pun anda pergi selama hidup
ini, anda selalu berada di pusat alam semesta, dan lingkaran itu selalu
berada di sekeliling anda. Setiap orang yang berjalan mendekati anda berarti
telah memasuki ruang keramat itu, dan ini bukanlah suatu kebetulan. Siapa
pun yang memasuki ruangan itu, ia ada di sana untuk mengajar anda.
Melalui pengalaman saya yang berhubungan dengan agama Buddha dan rasa kasih
serta hormat saya yang mendalam pada guru-guru saya, pada ajaran, dan pada
latihan, saya telah sampai pada pengertian bahwa alangkah baiknya menaiki
satu wahana dan terus-menerus mendalaminya. Namun, dengan berbuat seperti
ini, saya mulai memahami kekeramatan kebijakan setiap orang dan kenyataan
bahwa orang-orang menemukan kebenaran yang sama dengan banyak macam cara.
Meditasi mulai membuka hidup anda sehingga anda tidak terperangkap dalam
sifat mementingkan diri sendiri, sekedar menginginkan hidup berjalan sesuai
dengan keinginan anda. Dalam kasus itu, anda tidak lagi menyadari bahwa anda
berdiri di pusat dunia, bahwa anda berada di tengah lingkaran suci karena
anda begitu terjerat dalam kecemasan, rasa sakit, keterbatasan, nafsu, dan
rasa takut anda sendiri sehingga anda menjadi buta pada keindahan dunia.
Yang anda rasakan akibat perangkap ini adalah penderitaan, dan juga
keresahan yang hebat tentang hidup ini secara umum. Sungguh aneh! Hidup ini
adalah keajaiban, dan sebagian besar waktu kita terbuang hanya untuk merasa
gelisah akan hidup yang bisa berjalan sesuai dengan kemauan kita.
Konon, ada seorang perempuan yang sombong dan tinggi hati. Ia memutuskan
untuk mencapai pencerahan sehingga ia bertanya pada penguasa setempat
tentang cara untuk mencapainya. Seseorang berkata, “Baiklah, jika anda
memanjat ke puncak gunung yang sangat tinggi ini, anda akan menemukan sebuah
gua di sana. Di dalam gua itu, duduk seorang perempuan yang sangat
bijaksana. Ia akan memberi petunjuk padamu.” Mendengar ini, perempuan itu
berpikir, “Baik, saya akan melakukannya. Inilah cara yang terbaik.” Setelah
menghadapi banyak kesukaran, ia akhirnya menemukan gua ini, dan benar, di
sana ada seorang perempuan tua yang sedang duduk, berpakaian putih dan
sikapnya sangat lembut, berkharisma, yang tersenyum padanya dengan welas
asih. Dipenuhi ketakjuban dan rasa hormat, ia bersujud di kaki perempuan ini
dan berkata, “Saya ingin mencapai pencerahan. Mohon tunjukkan pada saya
jalannya.” Perempuan bijaksana itu melihat kepadanya dengan senyumnya yang
menyejukkan hati dan bertanya, “Apa betul kamu menginginkan pencerahan?” Dan
perempuan itu pun menjawab, “Tentu saja.” Mendengar jawaban ini, perempuan
tua yang tersenyum itu langsung berubah menjadi siluman, mengacungkan
tongkat raksasa, dan mulai mengajarnya sambil berteriak, “Sekarang!
Sekarang! Sekarang!” Sepanjang hidupnya, perempuan itu tidak pernah
meloloskan diri dari siluman yang selalu berkata, “Sekarang!”

VII
MEMILIKI WAWASAN YANG LEBIH LUAS (2)
Seringkali, Rinpoche bercerita tentang saat kini. Bab-bab tentang “Saat
Kini” dan “Menemukan Keajaiban” dalam bukunya “Shambhala: Jalan Rahasia
Sang Ksatria” berisi hal-hal yang saya katakan di sini. Jika ingin mencapai
pencerahan, anda harus melakukannya sekarang. Jika sombong dan keras kepala,
mungkin akan ada orang yang mengajar anda dengan tongkat. Namun, semakin
anda membuka hati, semakin anda bersahabat dengan tubuh, ucapan, pikiran,
dan dunia yang berada di dalam lingkaran anda —situasi domestik anda,
orang-orang dengan siapa anda tinggal, rumah tempat anda sarapan setiap
hari—semakin anda menghargai kenyataan bahwa jika anda memutar keran, air
akan segera mengalir keluar. Jika anda pernah hidup kekurangan air, anda
akan benar-benar menghargainya. Terdapat segala macam mukjizat. Segala
sesuatu adalah seperti itu, sungguh mengagumkan.
Sekarang. Itulah kuncinya. Sekarang, sekarang, sekarang. Kewaspadaan melatih
anda untuk selalu sadar dan hidup, penuh keingintahuan, tentang apa? Yah,
mengenai saat sekarang, begitu bukan? Anda duduk bermeditasi dan nafas yang
keluar terjadi saat ini, sadar dari khayalan anda sekarang, dan khayalan
anda terbentuk saat ini, walaupun kelihatannya membawa anda ke masa lalu dan
masa yang akan datang.  Semakin anda bisa berada pada saat sekarang, semakin
anda sadari bahwa anda berada di pusat dunia, berdiri tepat di tengah
lingkaran suci. Ini bukan masalah kecil, baik saat anda sedang menggosok
gigi, memasak,  atau mengepel. Apa pun yang sedang anda lakukan, anda
melakukannya sekarang ini.
Karya kita dalam hidup ini adalah menggunakan apa yang telah diberikan
kepada kita untuk bangkit, untuk bangun. Jika ada dua orang yang persis
sama, beribu sama, berayah sama, serumah, makanannya sama, semuanya
sama —salah satu dari antaranya dapat memanfaatkan apa yang ia punyai untuk
menjadi sadar, dan yang satunya lagi bisa menggunakannya untuk menjadi
gelisah, hidup pahit dan asam. Tidak menjadi masalah, apa yang telah
diberikan untuk anda, apakah itu cacat fisik, kekayaan atau kemiskinan,
kecantikan atau keburukan rupa, ketenangan atau kekacauan mental, hidup
dalam sebuah rumah sakit jiwa atau di gurun pasir yang tenang dan damai. Apa
pun yang diberikan kepada anda dapat membangunkan atau membuat anda tertidur
pulas. Itulah tantangannya pada saat ini: Apa yang akan anda lakukan dengan
segala sesuatu yang sudah anda miliki —tubuh, ucapan, dan pikiran anda?
Ada sesuatu yang sangat bermanfaat untuk diketahui saat ini. Rintangan
terbesar untuk memiliki wawasan yang luas atas hidup ini adalah emosi yang
menjerat dan membutakan kita. Semakin peka kita mengenai ini, semakin kita
sadari bahwa saat kita mulai merasa marah atau menjadikan diri kita merosot,
atau melekat pada sesuatu sedemikian rupa sehingga kita menjadi sengsara,
kita mulai menutupi diri, seolah-olah kita sedang duduk di puncak Grand
Canyon, tetapi dengan kantung hitam menutupi kepala kita.
Anda dapat melakukan percobaan seperti ini. Anda bisa pergi ke tebing,
memandangi Teluk Saint Lawrence, dan seruan pertama yang selalu muncul,
“Wow! Besar sekali,” dan pikiran anda terbuka. Akan tetapi, jika anda
berdiri di sana cukup lama, anda mulai mencemaskan sesuatu. Lalu, anda
sadari (jika anda hendak melakukan ini sebagai suatu percobaan) seakan-akan
semuanya tertutup dan mengecil. Kiat mengenai saat sekarang adalah bahwa
anda bisa membiarkan semuanya berlalu, dan membuka lagi ruang itu. Anda bisa
melakukannya kapan saja, selalu. Akan tetapi, benar-benar diperlukan
kompromi dengan diri anda sendiri. Untuk itu, anda perlu menyadari amarah
anda, mengenali kemerosotan diri anda, mengenali kemelekatan dan kemauan
anda, mengenali kebosanan anda, dan kemudian bersahabat dengan semuanya.

VII
MEMILIKI WAWASAN YANG LEBIH LUAS (3)
Ada satu cerita lagi yang barangkali pernah anda baca tentang
yang kita
sebut dengan surga dan neraka, hidup dan mati, baik dan buruk.
Itu adalah
sebuah cerita bahwa semua itu adalah hasil rekaan pikiran kita.
Ceritanya
begini: Seorang samurai berbadan tinggi besar datang menjumpai
seorang
bijaksana dan bertanya, “Ceritakan pada saya hakekat surga dan
neraka.”
Roshi itu menatap samurai dengan seksama. Lalu, ia berkata,
“Untuk apa saya
memberitahu orang dungu, menjijikkan, dan melarat seperti
engkau ini?” Muka
samurai berubah menjadi padam seketika, rambutnya mulai
berdiri, tetapi
roshi itu tidak mau berhenti, “Terhadap cacing seperti kamu
ini, untuk apa
saya banyak bicara?” Dipenuhi angkara murka, samurai menarik
pedangnya, dan
bermaksud memancung kepala roshi; saat itu, roshi segera buka
suara lagi,
“Inilah neraka.” Samurai, yang pada dasarnya adalah orang yang
peka,
seketika itu juga memahami bahwa ia baru saja menciptakan
nerakanya sendiri;
ia benar-benar ada di neraka. Neraka itu hitam dan panas, penuh
dengan
kebencian, mementingkan diri sendiri, marah, dan gelisah,
sedemikian hitam
sehingga ia hampir membunuh orang ini. Air mata memenuhi
matanya dan ia
mulai menangis; ia mengatupkan kedua belah telapak tangannya,
dan roshi
mengatakan, “Inilah surga.”
Sebenarnya, tidak ada surga maupun neraka, kecuali jika kita
menghubungkannya dengan kehidupan manusia. Neraka adalah
hambatan bagi
kehidupan. Pada waktu anda hendak menyatakan tidak pada situasi
yang sedang
anda hadapi, katakanlah. Akan tetapi, kalau anda menjadi begitu
yakin untuk
mencabut pedang dan membunuh orang, hambatan hidup seperti itu
adalah
neraka.
Selama menjalankan latihan, kita tidak menyatakan, “Neraka itu
jahat, tetapi
surga itu baik,” atau “Singkirkan neraka, kejar surga.”
Melainkan, kita
mendorong diri sendiri untuk mengembangkan hati dan pikiran
yang terbuka
kepada surga, kepada neraka, dan kepada apa pun. Mengapa?
Karena hanya
setelah kita mampu menyadari segala sesuatu yang muncullah,
kita menyadari
bahwa kita selalu berada di pusat dunia di tengah-tengah ruang
suci, dan
segala yang datang ke dalam lingkaran itu dan muncul bersama
dengan kita di
sana adalah untuk mengajari kita perihal yang perlu kita
ketahui.
Karya kehidupan adalah untuk membangun diri, membiarkan semua
orang yang
masuk ke dalam lingkaran membuat kita bangun, bukan jatuh
tertidur.
Satu-satunya cara untuk mewujudkan ini adalah dengan membuka
diri,
mengembangkan rasa ingin tahu, membentuk rasa simpati atas
segala yang
berada di hadapan kepala kita, mengenali hakekatnya, dan
membiarkannya
mengajari kita. Semua peristiwa itu akan memukul anda hingga
anda menerima
pelajarannya, pada tingkat tertentu. Anda bisa mengakhiri
pernikahan anda,
anda bisa berhenti bekerja, anda bisa pergi ke tempat
orang-orang
memuji-puji anda, dan anda bisa mencoba menipu dunia hingga
wajah anda biru
untuk menutupi kelicikan anda, namun iblis tua yang sama akan
selalu datang
hingga anda menguasai ajaran yang mereka ajarkan. Setelah itu,
iblis-iblis
itu akan berubah menjadi bersahabat, menjadi kawan yang baik
hati di jalan
yang benar.
Jadi, itulah sebabnya pada pagi ini, walaupun saya sangat lapar
dan lelah,
saya masih merasa bahagia. Dan saya hendak mengungkapkan rasa
terima kasih
pada Trungpa Rinpoche untuk itu.

VIII
TIDAK ADA YANG DISEBUT KISAH NYATA (1)
Dalam aliran Taoisme, ada pepatah yang termasyhur, “Tao yang
dapat
dibicarakan bukanlah yang tertinggi.” Cara lain untuk
menyatakannya,
walaupun saya belum pernah melihatnya diterjemahkan seperti
ini, “Begitu
anda mulai mempercayai sesuatu, anda tidak akan bisa lagi
melihat yang
 lain.” Kebenaran yang anda percayai dan lekati membuat anda
tidak bersedia
mendengar hal lain yang baru.
Melalui cara kita berpikir dan melalui cara kita mempercayai
sesuatu, dunia
kita terbentuk. Di abad pertengahan, setiap orang hanya
menerima gagasan
yang diberikan, atas dasar rasa takut, bahwa hanya ada satu
cara untuk
percaya; jika anda mempunyai kepercayaan yang lain, anda adalah
musuh.
Kondisi seperti itu merupakan lonceng kematian bagi pola
pemikiran bebas dan
kreatif. Banyak hal yang sebenarnya mampu dilihat orang, tidak
lagi terlihat
karena mereka tidak mempercayainya. Begitu mereka mulai
mempercayai dan
berpikir dengan cara tertentu, terdapat banyak sekali hal yang
tidak mampu
lagi mereka dengar, lihat, cium, atau sentuh, karena semua itu
berada di
luar sistem pola pikir mereka.
Berpegang pada kepercayaan  akan membatasi pengalaman hidup
kita. Itu tidak
berarti bahwa kepercayaan, gagasan, dan pikiran yang
menimbulkan masalah;
sikap keras kepala dalam memandang sesuatu, terikat pada
pikiran dan
kepercayaan kita, semua inilah yang membawa masalah pada kita.
Sederhananya,
menggunakan sistem kepercayaan anda dengan cara seperti ini
akan menciptakan
situasi di mana anda memilih lebih baik buta daripada melihat,
lebih baik
tuli daripada mendengar, lebih baik mati daripada hidup, tidur
daripada
bangun.
Dewasa ini, beberapa orang melangkah keluar dan menggali lebih
lanjut,
tetapi orang lain menjadi lebih terjerat dalam kepercayaan
mereka. Suatu
polarisasi muncul dan sebagai akibatnya, ketika suatu sistem
kepercayaan
terancam, orang bahkan bisa menjadi sedemikian fanatik sehingga
hendak
membunuh dan menghancurkan. Sebenarnya, anda bisa melihat
keadaan seperti
ini di mana-mana. Umat Protestan membunuh umat Katolik, dan
umat Katolik
membunuh umat Protestan. Umat Hindu membunuh umat Buddha, dan
umat Buddha
membunuh umat Hindu. Umat Yahudi membunuh umat Kristen, dan
umat Kristen
membunuh umat Yahudi. Umat Islam membunuh umat Kristen, dan
umat Kristen
membunuh umat Islam. Pecah perang di mana-mana karena orang
merasa
tersinggung apabila ada orang lain yang tidak sependapat dengan
pola
berpikir mereka.
Setiap orang bersalah atas peristiwa itu. Anda menginginkan
sesuatu sebagai
tempat berpegang, anda ingin berkata, “Akhirnya aku
menemukannya. Inilah
dia, dan sekarang saya merasa mantap, aman, dan benar.” Agama
Buddha juga
tidak bebas dari pemikiran seperti ini. Itu memang manusiawi.
Namun, di
dalam agama Buddha, ada ajaran yang mengatasi hal ini,
seandainya saja orang
mau mendengarkannya. Ajaran itu berbunyi, “Jika anda bertemu
dengan Buddha
di tengah jalan, bunuh Buddha itu.” Ini artinya, jika anda
dapat menemukan
Buddha yang mengatakan, “Inilah jalannya; Buddha adalah seperti
ini,” anda
lebih baik membunuh “Buddha” yang anda temukan itu, yang bisa
anda katakan
seperti ini. Agama atau aliran kepercayaan mana pun memiliki
wawasan seperti
ini.
Sekarang kita tiba pada bagian yang menarik. Bagaimana anda
melakukannya?
Walaupun pendekatan ini terdengar agresif, ketika kita
membicarakan hal ini,
kita sebenarnya sedang berbicara mengenai sesuatu yang paling
ideal tentang
sifat non-agresi. Orang gampang percaya dan bergantung pada
kepercayaannya
itu, lalu menjadikan seluruh dunianya sebagai produk dari
sistem kepercayaan
mereka. Mereka juga gampang menyerang pihak-pihak yang tidak
sependapat.
Yang lebih sulit dilakukan, sesuatu yang lebih berani, yang
dilakukan oleh
para ksatria, pahlawan, dan kaum mistik, adalah memandang
dengan jujur,
lurus, dan jernih kepercayaan itu, lalu melangkah melampauinya.
Untuk itu,
diperlukan kemampuan untuk menyentuh dan mengetahui dengan
selengkapnya,
hingga ke inti, pengalaman dirimu sendiri, tanpa kekasaran,
tanpa
penghakiman.
“Kalau bertemu Buddha, bunuh Buddha itu,” mempunyai arti bahwa
pada waktu
anda mengetahui diri anda sedang melekat atau terikat pada
sesuatu, apakah
itu yang baik atau buruk secara konvensional, bersahabatlah
dengannya.
Telusurilah dengan mendalam. Kenali secara utuh dan lengkap.
Dengan cara
seperti itu, sesuatu itu akan berlalu dengan sendirinya.

VIII
TIDAK ADA YANG DISEBUT KISAH NYATA (2)
Disebutkan di dalam ajaran bahwa jika anda terikat pada
kepercayaan anda,
akan timbul konflik. Ada cerita yang menarik tentang hal ini.
Ada seorang
dewa yang tahu bahwa manusia sangat suka menguasai sesuatu,
lalu membentuk
perkumpulan, aliran, dan sistem politik beranggotakan
orang-orang yang
sejalan idenya dengan mereka. Mereka suka membuat masalah, lalu
menuliskan
namanya besar-besar dalam suatu bendera raksasa, berpawai di
jalan-jalan
melambai-lambaikannya dan berteriak hanya untuk membuat
orang-orang yang
berbeda pandangan ikut bergabung dengan mereka meneriakkan
tuntutan mereka
itu. Dewa ini memutuskan untuk mencoba membuktikan keadaan umat
manusia agar
orang-orang bisa tertawa dengan melihat semua keanehan ini
(Tawa yang baik
adalah cara yang tepat untuk membunuh Buddha). Dewa itu
menciptakan sebuah
topi besar yang terbagi menjadi dua belahan,  belahan kanan
berwarna merah
menyala, belahan kiri berwarna biru cerah. Lalu, ia pergi ke
suatu jalan
yang di kedua sisinya banyak orang sedang bekerja. Di sana,
dewa ini
memunculkan dirinya dengan segala kesaktiannya; tidak ada
seorang pun yang
tidak takjub. Berbadan besar dan bersinar, dengan mengenakan
topi tersebut,
ia berjalan menyusuri jalan itu. Semua orang di sisi kiri jalan
meninggalkan
kerjanya dan terpelongoh melihat dewa itu; demikian juga dengan
orang-orang
di sebelah kanan. Semuanya takjub. Lalu dewa itu lenyap begitu
saja. Semua
orang menjerit, “Aku melihat Tuhan! Aku melihat Tuhan!” Mereka
semuanya
dipenuhi kegembiraan hingga seseorang yang berada di sebelah
kiri jalan
berkata, “Betapa agungnya, Ia datang dengan mengenakan topi
merahnya!”
Orang-orang yang berada di sebelah kanan jalan memandangnya
dengan heran,
“Ia tidak bertopi merah, melainkan biru!”  Perbedaan pendapat
ini berlanjut
terus hingga masing-masing pihak membangun tembok dan saling
melempar batu
ke lawannya. Lalu, dewa itu muncul kembali. Kali ini ia
berjalan berlawanan
arah dengan sebelumnya, lalu menghilang lagi. Sekarang, semua
orang saling
memandang, dan orang-orang di sebelah kanan berkata, “Ternyata
anda benar.
Ia bertopi merah. Kami minta maaf. Kami sudah salah melihat.
Kalian benar,
kami  yang salah.” Orang-orang di sebelah kiri mengatakan,
“Tidak, tidak.
Kalian yang benar. Kami yang salah. Ia bertopi biru.” Saat itu,
mereka semua
bingung, tidak tahu harus bertengkar atau berdamai. Lalu, dewa
itu muncul
lagi. Kali ini,  ia berdiri di tengah jalan, berputar ke kiri
lalu berputar
ke kanan, kemudian lenyap. Dan semua orang pun akhirnya
tertawa.
Bagi kita, yang duduk bermeditasi di sini, karena orang ingin
menjalani
kehidupan yang baik, merdeka, bergairah, dan sejati, ada
petunjuk konkret
yang bisa kita ikuti, petunjuk yang sudah kita ikuti selama
meditasi;
melihat seperti apa adanya. Mengenalinya tanpa perlu menghakimi
benar atau
salah. biarkan berlalu dan kembali ke saat ini. Apa pun yang
muncul,
lihatlah apa adanya tanpa perlu mengatakannya benar atau salah.
Kenali.
Lihatlah dengan jernih tanpa menghakimi, lalu biarkan berlalu.
Kembali ke
saat kini. Mulai sekarang hingga meninggal, anda bisa
melakukannya.  Sebagai
jalan untuk menjadi lebih welas asih terhadap diri anda dan
orang lain,
sebagai suatu jalan untuk menjadi kurang dogmatis, kurang
berprasangka, dan
kurang bersikeras  terhadap pendirian anda sendiri, untuk tidak
lagi
menganggap hanya andalah yang benar dan yang lain salah,
sebagai suatu jalan
untuk mengembangkan rasa humor terhadap segala sesuatu, untuk
membuatnya
menjadi ringan, terbuka. Jadi, anda dapat melakukannya. Anda
juga mulai
mampu untuk sadar saat setiap kali anda menyalahkan orang lain
dan
membenarkan diri sendiri. Jika anda menghabiskan waktu untuk
menyadari hal
ini dan membiarkannya menjadi suatu jalan untuk mengungkapkan
kebodohan umat
manusia, berarti anda mampu mengembangkan banyak kearifan dan
kebaikan hati,
dan juga rasa humor.
Melihat kala anda membenarkan diri sendiri dan kala anda
menyalahkan orang
lain bukanlah alasan untuk mencela diri sendiri, melainkan
kesempatan untuk
mengenali apa yang dilakukan semua orang dan bagaimana
perbuatan mereka
memenjarakan kita dalam wawasan yang sangat terbatas dalam
dunia ini. Ini
merupakan kesempatan untuk melihat bahwa anda sedang terikat
pada
interpretasi anda atas kenyataan; hal ni memberikan anda
kesempatan untuk
merenungkan bahwa semua adalah seperti itu - tidak lebih, tidak
kurang:
hanya interpretasi anda terhadap kenyataan.

Dilanjutkan ke file lain

Back to Main Page