![]() |
|
|
|
Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada hamba-Nya, lengkap berisi ilmu dan mau'izhoh yang dapat menuntun dan membawa manusia menuju jalan kebenaran. Diantara isinya, tamsilan wasiat terbaik yang diberikan orang tua kepada anaknya, melalui kisah seorang hamba yang namanya diabadikan dalam kalam-Nya : Lukman Al-Hakim. Lukman adalah hamba Allah Swt. yang saleh, berkulit hitam, dan hidup pada masa Kenabian Daud alaihissalam. Kerjanya sehari-hari hanya menggembala sapi, tanpa keahlian selain itu. Allah Swt. kemudian memberikan hikmah kepada Lukman, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya :
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: 'Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji'", QS. Lukman [31] : 12. Ibnu Katsir menafsirkan kata "hikmah" sebagai diberikannya pengetahuan tentang memahami agama, akal yang sempurna dan kebenaran dalam perkataannya. Disamping itu, ayat ini juga merupakan dalil bahwasanya Lukman hanyalah seorang hamba-Nya yang saleh, bukanlah seorang nabi. Allah Swt mengaruniai Lukman seorang anak laki-laki (QS. Lukman [31]:13), yang masih menjadi perselisihan dikalangan ulama tafsir tentang siapa namanya. Dalam mendidik anaknya, Lukman sering memberikan tausyiah hikmah dengan maksud menjauhkan anaknya dari hal-hal yang membahayakan dirinya pada masa yang akan datang. Tausyiah pertama yang disampaikan Lukman adalah mengenai ketauhidan kepada Allah Swt. Sebagaimana kalam-Nya yang terucap melalui lisan Lukman :
Syirik terbagi dua, yaitu : syirik zali dan syirik khafi. Contoh syirik zali adalah kebiasaan menyembah roh-roh, meminta-minta rejeki dan kedudukan di tempat yang dianggap keramat, melakukan larung atau menyelenggarakan hajat laut. Contoh syirik khafi adalah perasaan riya, sombong atau ingin dipuji ketika melakukan suatu amalan saleh. Salah satu sifat yang termasuk syirik khafi yaitu riya. Riya merupakan ranjau terberat bagi manusia dalam kehidupannya di dunia. Sifat riya membuat kita beramal tanpa nilai pahala dari Allah Swt., dan selesai melakukan amalan tersebut ketika pujian tak juga menghampiri. Mengesakan Allah merupakan 'obat' paling mujarab untuk menyambuhkan penyakit riya. Caranya adalah dengan menjadikan Allah Swt. Sebagai satu-satunya sandaran ketika beramal, serta mengingat-Nya ketika kita sedang berbuat amalan saleh tersebut. Dengan begitu, pujian dan cacian tak akan membuatnya terkena "virus" riya. Ia akan sangat paham dengan segala kemampuannya. Paham, bahwa dibalik usahanya masih ada Sang Khaliq yang berkenan mengabulkan cita-citanya. Selain itu, kegagalanpun tak akan mematahkan semangatnya. Malah akan menjadi pemotivasi untuk berbuat lebih baik. Surat Al-Mulk merupakan "surat cinta" dari Illahnya, bagi seseorang yang terbebas dari berbuat riya. Ketika membaca ayat keduanya, hamba Allah yang sesungguhnya akan memahami apa penyebab kesuksesan dan kegagalannya. Jika kegagalan yang menghampirinya, semua itu berarti karena ikhtiarnya masih kurang. Jika keberhasilan yang ia capai, maka nikmat itu berpulang kepada ketentuan Allah Swt. Adapun ranjau terberat yang dihadapi manusia di akhirat kelak adalah menyekutukan Allah Swt dengan mahluk-mahluk lain (syirik zali). Bagaimana dengan para orangtua pada saat ini ? Apakah telah menjaga anak-anaknya dari terjerumus kepada kemusyrikan besar itu ? Syirik merupakan dosa yang paling besar dan tidak mendapatkan pengampunan dari Allah Swt- kecuali dengan taubatan nasuha. Sebab berbuat syirik sama saja dengan berbuat zhalim kepada-Nya. Allah Swt. telah menjelaskan, bahwa Zat-Nya tak mempunyai sekutu dan mahluk yang semisal dengan-Nya. Maka diakhir tausyiah, Lukman Al-Hakim mengungkapkan : "... sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar."(QS. Lukman [31]:13).
Sekarang, mampukah kita menanamkan
tausyiah Lukman kepada anak-anak kita, agar kelak selamat di dunia dan akhirat ? Wallahu a'lam bish shawab. |