![]() Ringkasan buku |
Membebaskan Naskah Laut MatiSetelah pecahnya Perang Enam Hari pada bulan Juni 1967, Yerusalem Timur jatuh ke tangan Israel. Dengan demikian secara hukum Israel berwenang untuk mengambil alih penguasaan atas naskah-naskah Qumran dari tim internasional yang sejak awal sama sekali tidak melibatkan ilmuwan Israel. Tetapi karena situasi politik yang bergolak, pemerintah Israel menghadapi banyak persoalan lain yang lebih penting. Soal pengambilalihan ini tidak terlalu mendapat perhatian. Yigael Yadin beserta timnya di Yerusalem Barat terpaksa menerima status quo dalam hal ini. Tetapi kemenangan Israel dalam Perang Enam Hari membawa hikmah lain bagi mereka. Yadin tahu bahwa beberapa penemuan Qumran masih berada di tangan pedagang barang antik bernama Kando di Yerusalem Timur. Begitu mendengar berita jatuhnya wilayah itu ke tangan Israel pada 6 Juni 1967, Yadin segera mengirim staffnya di Hebrew University untuk menyita naskah yang disembunyikan Kando. Gulungan naskah itu ternyata merupakan penemuan yang sangat penting, yaitu Temple Scroll dari Gua 11. Naskah ini dipublikasikan Yadin pada tahun 1977. Pemerintah Israel tetap tak banyak terlibat dalam soal penelitian naskah-naskah Qumran hingga tahun 1985. Prof. Morton Smith dalam sebuah konferensi tentang Naskah Laut Mati di New York tahun itu menyerukan agar pemerintah Israel segera menerbitkan foto-foto dari seluruh naskah yang belum diterbitkan. Ucapannya dikutip oleh jurnal Biblical Archaeology Review edisi September/Oktober 1985. Permintaan ini salah alamat. Secara implisit, Smith berarti menimpakan kesalahan pada pemerintah Israel atas keterlambatan publikasi naskah Qumran. Namun demikian kekeliruan ini memancing perhatian Israel. Pada tahun itu juga seorang anggota Parlemen Israel, Yuval Ne'eman, mulai mengangkat isu naskah Qumran di Knesset. Ne'eman menyatakannya sebagai sebuah "skandal" yang tidak pernah ditinjau oleh pihak berwenang di Israel. Bahwa tim internasional telah diberi mandat dan monopoli atas naskah Qumran sejak wilayah itu masih berada di bawah rezim Yordania. Knesset meminta Department of Antiquities Israel untuk menyelidiki persoalan ini. Pada tanggal 26 Desember 1985, departemen ini menulis surat kepada Pierre Benoit yang menjabat ketua tim internasional waktu itu. Dalam jawabannya Benoit menjanjikan bahwa publikasi seluruh naskah yang dimiliki tim internasional akan dirampungkan dalam jangka waktu tujuh tahun --yaitu pada akhir 1993. Tapi pada tahun 1989, deadline baru ini diperbarui lagi oleh John Strugnell, editor kepala tim itu, menjadi akhir 1996. Pada pertengahan tahun 1989, isu seputar "skandal Qumran" menjadi santapan hangat media massa Amerika, Inggris, dan Israel. Tak terhindarkan pula kebiasaan media untuk menyulapnya menjadi sensasi, sehingga kadang terjadi salah kutip dan salah pengertian yang makin memperburuk hubungan dua kubu yang saling bertentangan. Tekanan dari media massa berperan besar dalam mencairkan ketegangan ini. Pada bulan April 1989, Dewan Arkeologi Israel membentuk "Komite Pengawas Naskah" untuk menyelia publikasi seluruh teks Qumran dan menjamin bahwa para anggota tim menjalankan tugas mereka dengan benar. Pada mulanya ada kekhawatiran bahwa Komite Pengawas ini hanya menjadi "macan kertas" di hadapan tim internasional, sekadar untuk memberi kesan ada suatu langkah yang konstruktif. Bahkan salah seorang anggota Komite, Ayala Sussman, dalam wawacara dengan Michael Baigent terang-terangan menyatakan bahwa komite itu dibentuk terutama untuk menghindarkan kritik yang ditujukan pada Department of Antiquities Israel. Tapi setelah diyakinkan atas strategisnya peran Komite ini dan besarnya harapan para ilmuwan atas kesempatan yang ada di tangan Komite Pengawas untuk memecah kebekuan di pihak tim internasional, Komite ini pun mulai menampakkan taringnya. Dalam empat bulan terakhir tahun 1990, monopoli tim internasional mulai melonggar. Pemerintah Israel mengangkat Profesor Emmanuel Tov dari Hebrew University untuk duduk sebagai ketua tim internasional yang sebelumnya tak pernah beranggotakan seorang Israel. Sejak saat itu foto-foto dari seluruh Naskah Laut Mati, baik yang sudah dipublikasikan maupun belum, mulai tersedia untuk umum. Perkembangan ini menyebabkan munculnya aliran deras buku-buku dan artikel-artikel berkenaan dengan naskah Qumran. Tim yang awalnya beranggotakan tujuh orang, pada tahun 1992 memiliki sekitar 50 anggota dengan berbagai latar belakang. Pada tahun 1991, Biblical Archaeology Society menerbitkan hasil rekonstruksi komputer atas teks-teks Gua 4 dalam A Preliminary Edition of the Unpublished Dead Sea Scrolls. Bulan September tahun yang sama, Huntington Library di California mengumumkan bahwa kumpulan lengkap semua bahan Qumran yang dimiliki perpustakaan itu tersedia untuk dibaca dan dipelajari oleh siapa pun. Dua bulan kemudian Biblical Archaeology Society menerbitkan dua jilid edisi fotografi dari Naskah Laut Mati,A Facsimile Edition of the Dead Sea Scrolls, disunting oleh Robert Eisenman dan James Robinson. Tahun ini Library of Congress bahkan mengadakan pameran Naskah Laut Mati serta bibliografi terkait dengan naskah itu di jaringan internet. Akhirnya Naskah Laut Mati dapat tersedia bagi semua orang yang ingin menelitinya. Sejak awal ada dua argumen dasar para oposan, yaitu bahwa "Naskah Laut Mati sebagai penemuan arkeologis pada akhirnya adalah milik umum" dan "tim internasional yang dipercaya untuk menelitinya ternyata lebih menjadi penghalang ketimbang sumber informasi bagi publik." Timbul pertanyaan, ada apa di balik kelambatan kerja tim internasional dari Ecole Biblique?[] Bandung, Desember 1996. Pernah dipublikasikan di Majalah berita mingguan UMMAT Kembali ke Halaman Depan |