![]() Ringkasan buku |
Bagian 1 | 2 | 3 | 4 |Minyak: Antara Bisnis dan PolitikSeorang jenderal keturunan Armenia, Antoine Kitabgi, tiba di Paris pada akhir 1900. Dia mengemban tugas sebagai utusan pemerintahan Persia untuk mencari investor Eropa yang mau memulai konsesi minyak bumi di Persia. Konon negeri itu tengah mengalami kekeringan dana yang akut, gara-gara "gaya hidup boros Shah." Potensi minyak Timur Tengah telah terbaca sejak abad yang lalu. Pada 1872, dan kemudian 1889, Baron Julius de Reuter, pendiri kantor berita Reuter, telah memperoleh konsesi untuk pengembangan industri perminyakan di Persia. Tapi dia gagal karena protes hebat warga Persia dan kesulitannya mencari sumber minyak. Pada 1890-an, seorang geolog Perancis melakukan riset intensif di sana. Dia membuat laporan yang menyatakan potensi minyak di Persia bernilai milyaran dolar. Investor mana yang tidak tertarik? Atas bantuan seorang kenalannya, mantan diplomat Inggris di Paris, Kitabgi dipertemukan dengan William Knox D'Arcy, seorang pengusaha pertambangan penggemar berat pacuan kuda. Kapitalis Inggris kelas atas ini tergiur janji "sumber kekayaan yang tak terhingga luasnya" di tanah para Mullah itu. Transaksi bisnis berskala historis pun terjadi. Pada 28 Mei 1902, Shah Muzaffar al-Din menandatangani sebuah perjanjian bersejarah. Dari D'Arcy, Shah mendapatkan 20.000 pound tunai, 20.000 pound lainnya berupa saham, serta sepuluh persen dari "laba bersih tahunan" yang akan didefinisikan belakangan. Peristiwa ini membukakan gerbang era minyak di Timur Tengah dan menggiring wilayah itu ke pusat pertarungan politik dan ekonomi internasional. Rebutan Pengaruh. Pemerintah Inggris mendukung kuat konsesi D'Arcy. Bagi pemerintah Imperial Inggris, D'Arcy dan rencana perminyakannya dapat membantu memperkuat pengaruh Inggris di Persia melawan Rusia. Persaingan Rusia dan Inggris di Persia merupakan isu heboh masa itu. Sejak awal 1860-an, Rusia bergiat meluaskan aneksasinya ke Asia Tengah. Rusia ingin mengontrol negara-negara di sana untuk memperoleh pelabuhan air hangat. Bagi Inggris, ekspansi Rusia ini menjadi ancaman utama terhadap imperium Inggris di India dan rute antara keduanya. Pada 1885, serangan Rusia ke Afghanistan nyaris saja memercikkan perang antara Rusia dengan Inggris. Ketika menteri Rusia mendengar kabar konsesi D'Arcy, dia naik pitam. Dicarinya segala cara untuk menghambat konsesi itu. Dia berhasil memperlambat laju negosiasi, tapi tak kuasa menggagalkannya. D'Arcy memperoleh konsesi yang berlaku selama enam puluh tahun dan mencakup tiga perempat wilayah Persia. Juru runding D'Arcy di Teheran amat girang dengan hasil yang dicapainya. Transaksi ini, katanya, "punya efek jangka panjang secara politik maupun komersial bagi Inggris Raya, dan, tak bisa tidak, pasti akan meningkatkan pengaruhnya di Persia." Tapi Sir Arthur Hardinge, menteri luar negeri Inggris saat itu, bersikap hati-hati. "Di atas tanah Persia selama tahun-tahun belakangan ini telah berserakan puing-puing rencana komersial dan politik yang penuh harapan. Terlalu dini untuk meramalkan masa depan rancangan terakhir ini," katanya. Kekurangan Dana. Tiga hari menjelang ulang tahun ketujuh konsesi itu, tepatnya 25 Mei 1908 pukul 4 pagi, barulah ditemukan sumur minyak pertama di Persia. Lokasinya bernama Masjid-i Suleiman. Terletak di Maidan-i Naftan, "Dataran Minyak", Persia barat daya. Sukses ini dicapai setelah kerja keras menghadapi medan yang tak mau kompromi. Tim eksplorasi D'Arcy dipimpin oleh George Reynolds, alumnus Royal Indian Engineering College yang sebelumnya berpengalaman membor sumur minyak di Sumatra. Tujuh tahun mungkin bukan waktu tunggu yang terlalu lama untuk memetik keuntungan melimpah dari industri ini. Tapi, "setiap dompet ada batasnya," tutur D'Arcy. Dalam perjalanannya, konsesi D'Arcy hampir-hampir gagal akibat besarnya biaya awal yang harus dikeluarkan. Dia telah mengucurkan dana sebesar 160.000 pound untuk eksplorasi, dan diperkirakan akan butuh sekitar 120.000 pound lagi. Menjelang akhir 1903, dia sudah berutang 177.000 pound dari Lloyds Bank dengan jaminan saham-sahamnya di tambang emas Australia. D'Arcy berusaha mencari dukungan dana, bahkan berpikir untuk menjual seluruh konsesinya ke investor luar negeri. Pemerintahan Inggris tak mau membiarkan D'Arcy gagal. Kepentingan mereka menyangkut posisi relatif Inggris di kalangan Adidaya. Untuk mengamankan India dan melawan ekspansi Rusia, pemerintah Inggris ingin mendirikan basis angkatan laut di teluk Persia. Ini menimbulkan kekhawatiran tentang ketersediaan minyak yang cukup untuk kapal-kapal perang Inggris, yang baru beralih sumber energi dari batubara ke minyak bumi. Persia bisa menyediakan sumber itu, jadi usaha D'Arcy pantas disokong. Mitra yang dipilihkan Angkatan Laut Inggris untuk D'Arcy adalah Burmah Oil, sebuah perusahan pengeboran minyak yang bermarkas besar di Glasgow. Konsultan minyak Boverton Redwood bertindak sebagai penengah. Dia meyakinkan direktur Burmah bahwa Persia mengandung sumber minyak yang kaya dan penggabungan kedua perusahaan itu akan sangat menguntungkan. Burmah Oil menjadi investor istimewa, dengan menyediakan modal, manajemen serta tenaga ahli baru bagi D'Arcy. Pada 1905, konsesi D'Arcy diselamatkan oleh Burmah melalui perjanjian yang disebut Concession Syndicate. Seseorang dari Burmah Oil berkomentar, kebutuhan D'Arcy "bertepatan sekali dengan kepentingan kementerian luar negeri --yang mencemaskan rute ke India-- dan kepentingan Angkatan Laut --yang mencari kepastian persediaan minyak." Sejak saat itu kepentingan bisnis dan politik saling berjalin berkelindan di Persia, dan Timur Tengah pada umumnya.[] Bagian 1 | 2 | 3 | 4 |Bandung, Juli 1997. Pernah dipublikasikan di Majalah berita mingguan UMMAT Kembali ke Halaman Depan |