IGAMA MALANG


SEPUTAR IGAMA
Sejarah IGAMA
Profil IGAMA 
Visi dan Misi
Program Kegiatan
Foto Kegiatan

INFO HIV-AIDS
Info Dasar HIV/AIDS
Cara Penularan
Cara Pencegahan
Terapi AIDS
Rujukan Klinik
Berita Seputar AIDS
Tes Darah
Infeksi Menular Sexual
Kelompok Dukungan

TANYA JAWAB
Konsultasi Kesehatan
Konsultasi Seksual

TIPS DAN TRIK
Negoisasi Kondom
Cari kenalan baru
Hubungan Seks Aman & Nyaman
    BERITA SEPUTAR HIV/AIDS

duet72_small.jpg

Konseling adalah bagian terpenting dari prosedur tes HIV. Konseling harus memberikan dukungan kepada seseorang dalam membuat keputusan tentang apakah dia akan melakukan tes atau tidak, serta bagaimana menerima hasilnya. Informasi tentang tes dan apa arti hasilnya akan memungkinkan seseorang mengambil keputusan dengan pengertian penuh apakah ia akan tes atau tidak. Konseling juga harus memberikan informasi tentang HIV/AIDS, cara penularan HIV, dan bagaimana cara menghindari supaya tidak tertular atau menularkan virus itu.

Apa tujuan utama konseling?

Dua tujuan utama konseling adalah:

  1. Memberi dukungan psiko-sosial pada orang-orang yang terpengaruh oleh masalah HIV/AIDS
  2. Mencegah infeksi HIV dan penularan yang lebih lanjut kepada orang lain

Ini dapat dicapai dengan:

  • memberikan informasi mengenai HIV kepada klien: apa itu HIV, bagaimana cara penularannya, bagaimana mencegahnya, apa saja yang tercakup dalam pelaksanaan tes
  • membantu orang menangani gejolak emosi yang timbul akibat hasil tes HIV positif (misalnya, kemarahan, ketakutan, penolakan)
  • membahas tindakan-tindakan yang perlu diambil berkenaan dengan keadaan dan kebutuhan si klien tetapi tanpa kesan menggurui
  • mendorong perubahan perilaku untuk mencegah penularan (yaitu kebiasaan cara penggunaan alat suntik dan seks yang lebih aman)
Siapa yang membutuhkan konseling?
  • Orang yang akan melakukan tes HIV (baik konseling prates dan pascates)
  • Orang yang terinfeksi dan pasangan/keluarganya
  • Orang yang mengalami kesulitan dengan masalah seperti pekerjaan, perumahan dan keuangan akibat HIV
  • Orang yang memerlukan bantuan karena perilaku berisiko di masa lalu, atau di masa sekarang

Penting diingat bahwa kerahasiaan adalah penting: seorang klien harus mampu mempercayai konselornya, dan menentukan sendiri mengenai siapa yang nantinya akan diberi tahu jika dia terinfeksi HIV. Klien mempunyai hak untuk memutuskan jika orang lain akan dilibatkan, seperti anggota keluarga, orang dari kelompok dukungan HIV serta petugas medis lain.

Siapa yang sebaiknya menyediakan konseling?

Pada kenyataan, konseling merupakan salah satu bagian dari pekerjaan orang yang terlibat dalam program pencegahan HIV. Konseling, lazimnya, bukanlah peristiwa yang hanya terjadi satu kali saja. Berkenaan dengan tes HIV, konseling harus diberikan kepada klien paling sedikit dua kali: sebelum dan sesudah tes. Tetapi konseling juga terjadi sehari-hari: di jalanan, di rumah orang, di klinik dan sebagainya. Konseling sering terjadi secara alami, tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Misalnya, seorang petugas mungkin merawat abses seorang IDU, bersama-sama mereka membahas mengapa si IDU mengalami abses, ini memberi kesempatan pada petugas untuk membahas teknik penggunaan lebih aman, dan di pihak IDU ada kesempatan untuk bertanya-tanya.

Apakah konseling prates?

Tes HIV hanya boleh ditawarkan jika dilengkapi dengan konseling prates dan pascates. Konseling itu menyediakan kesempatan untuk pemberian informasi yang jelas mengenai tes pada klien, untuk menjelaskan sifat kerahasiaan tes dan untuk mendapatkan informed consent. Konseling juga menyediakan waktu untuk membangun hubungan dan saling percaya-mempercayai antara konselor dan klien.

Konseling prates secara ideal harus dilakukan dalam suasana yang dapat menjamin kepribadian, misalnya, pada ruangan yang jauh dari pusat kegiatan di dalam suatu lembaga. Konseling adalah dialog tatap muka dan bukan kuliah atau seminar. Klien harus merasa nyaman untuk mengajukan pertanyaan, membahas ketakutan dan kegelisahannya. Konseling memberikan kesempatan kepada konselor untuk menjelaskan tes HIV dan dampak dari hasil HIV-positif. Pembahasan ini akan membantu klien mengambil keputusan mengenai apakah dia jadi tes atau tidak.

Konseling prates harus terbidik pada:

  • riwayat pribadi klien dan risikonya terpajan oleh HIV baik sekarang atau sebelumnya
  • pengetahuan klien mengenai HIV/AIDS dan kemampuannya untuk menangani krisis

Untuk menilai risiko klien, konselor harus mencermati masalah-masalah ini:

  • perilaku berisiko tinggi saat ini atau sebelumnya (yaitu penggunaan jarum suntik atau peralatan suntik lain secara bergantian)
  • perilaku seksual saat ini atau sebelumnya, pekerjaan sebagai pekerja seks atau bersanggama dengan pekerja seks
  • penggunaan kondom, kebiasaan seksual yang lebih aman, frekuensi hubungan seks vagina atau anal tanpa kondom
  • bersanggama dengan beberapa pasangan atau pasangan yang diketahui sudah terinfeksi HIV
  • riwayat menerima transfusi darah atau pencangkokan organ tubuh
  • terpajan oleh proses yang menyebabkan luka yang tidak suci hama, seperti suntikan, tato, dan ritual yang melibatkan penorehan luka pada kulit12

Untuk menilai pengetahuan klien mengenai HIV/AIDS dan kemampuannya untuk mengatasi masalah, konselor harus mencermati masalah ini:

  • apa yang diketahui oleh klien mengenai tes?
  • mengapa tes diminta?
  • apakah klien datang untuk konseling secara sukarela?
  • perilaku atau gejala apa yang membuat klien menjadi prihatin?
  • apakah klien sudah mempertimbangkan bagaimana dia akan bereaksi pada hasil tes (positif atau negatif)?
  • apa anggapan dan pengetahuan tentang penularan HIV yang dimiliki oleh klien yang berkaitan dengan perilaku berisiko?
  • jika hasil tes positif, siapa yang akan memberi dukungan emosional untuk klien?

Setelah konselor menilai risiko klien terinfeksi HIV, pengetahuannya mengenai virus dan kemampuannya untuk mengatasi masalah, konselor harus memberi informasi lengkap mengenai HIV/AIDS (apa itu HIV/AIDS, beda antara HIV dan AIDS), dan apa artinya jika hasilnya positif atau negatif. Konselor juga harus memberi tahu klien bahwa kadang-kadang terjadi hasil positif atau negatif palsu, dan menjelaskan arti 'masa jendela'. Konselor juga harus membahas cara mencegah penularan virus dan/atau cara penularannya kepada orang lain. Konselor juga harus memberi tahu klien berapa waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil tes. Jika klien memutuskan untuk melakukan tes, penting menjadwalkan pelaksanaan konseling pascates.

Apakah konseling pascates?

Konseling pascates terutama mengenai pemberitahuan hasil tes HIV pada klien. Tetapi itu juga melibatkan banyak hal yang lebih jauh dari hanya sekadar memberitahukan hasil tes, dan mungkin membutuhkan lebih dari satu kali pertemuan. Ini mungkin berlaku baik untuk seorang dengan hasilnya positif maupun negatif. Isi konseling pascates jelas akan berbeda tergantung pada hasil tes. Sekali lagi penting untuk diingat bahwa konseling harus dilakukan dalam suasana pribadi, dan idealnya tersedia waktu yang cukup.

Konseling setelah hasil negatif

Pemberian konseling pada seseorang yang menerima hasil tes HIV yang negatif adalah sama pentingnya dengan pemberian konseling pada seorang yang menerima hasil tes positif. Walaupun dapat dipahami bahwa klien akan gembira (jika tidak euforia) dengan berita bahwa hasil tes adalah negatif, ada informasi penting yang harus disampaikan kepada klien:

  • konselor harus menjelaskan bahwa hasil tes mungkin belum pasti karena 'masa jendela' dan bahwa klien mungkin sebaiknya melakukan tes lagi dalam tiga atau enam bulan
  • konselor harus menekankan pentingnya mencegah kemungkinan terpajan lagi oleh HIV. Informasi mengenai praktek seksual, praktek penggunaan jarum suntik lebih aman, harus dijelaskan dan dibahas dengan terperinci
  • konselor mungkin membuat janji bertemu dengan klien untuk membahas secara lebih rinci bagaimana membuat perubahan dan merundingkan perilaku lebih aman (mungkin pasangan klien dapat ikut pada sesi konseling yang berikutnya)

Konseling setelah hasil positif

Penting bahwa klien dan konselor berada di tempat dengan suasana pribadi sewaktu hasil tes diberikan. Konselor harus membuat klien merasa nyaman bahwa pembahasan dan hasil tes adalah rahasia. Klien akan membutuhkan beberapa waktu untuk memahami beritanya, dan konselor harus bersikap mendukung serta peka terhadap keterkejutan maupun ketakutan klien.

Konselor kemudian harus menjelaskan secara sederhana dalam bahasa yang dapat dipahami klien, tentang arti hasil tes. Waktu ini bukanlah saatnya untuk membahas begaimana penyakit akan berkembang, atau untuk memperkirakan sisa masa hidup. Konselor harus mendorong pemunculan pemikiran positif (yaitu si klien mungkin masih punya banyak tahun tanpa gejala, dan ada pengobatan untuk beberapa infeksi oportunistik). Pengobatan dengan obat antiretroviral sebaiknya dibahas jika obat tersebut tersedia dan mampu dibeli wilayah itu.

Konselor harus mengatur janji untuk bertemu klien untuk membangun hubungan yang bisa memberikan dukungan, dan juga untuk mengulangi informasi mengenai infeksi HIV, cara untuk memperbaiki kesehatan klien serta informasi mengenai pencegahan penularan virus.

Pokok-pokok yang harus ditekankan terus-menerus adalah:

  • infeksi HIV bukan AIDS
  • seseorang yang terinfeksi HIV harus menjaga kesehatannya. Konselor harus menekankan pentingnya menghindari kemungkinan terpajan oleh penyakit lain yang dapat melemahkan sistem kekebalan
  • bagaimana HIV menular dan cara-cara yang bisa diketahui oleh klien sehingga tidak menulari orang lain: hubungan seks lebih aman (penggunaan kondom), dan penggunaan narkoba secara lebih aman (tidak memakai jarum suntik atau peralatan lainnya bergantian)
  • bahwa mustahil mengetahui dari hasil tes sejak kapan seseorang tertular HIV; ini sangat penting untuk orang yang menganggap mereka tertular HIV oleh pasangannya saat ini, sehingga menganggap pasangannya tidak setia

Reaksi seseorang pada hasil tes HIV positif mungkin berbeda-beda karena berbagai faktor, termasuk sifat pribadi dan lingkungan sosialnya. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan untuk menangani hasil diagnosis dapat termasuk:

  • keadaan kesehatannya pada waktu itu
  • kesiapan seseorang untuk menerima berita mengenai infeksi HIV tingkat dukungan dari komunitas
  • mudah atau tidak untuk meminta dan menerima bantuan dari keluarga serta teman-teman
  • sifat pribadi dan keadaan psikologis yang bersangkutan
  • nilai-nilai budaya dan spiritual yang dikaitkan dengan HIV/AIDS, keadaan sakit dan kematian di komunitas tertentu

Seorang klien juga mungkin merasakan ada ketidaknyamanan dengan konseling dan/atau konselor. Masalah ini mungkin berkisar pada:

  • ketidaknyamanan bicara dengan orang baru
  • ketakutan terhadap apa yang akan diketahuinya
  • ketakutan menghadapi infeksi
  • malu membahas masalah pribadi
  • perasaan was-was bahwa kerahasiaan tidak akan terjaga
  • kesulitan berbicara dengan seorang yang berlawanan jenis kelamin/asal etnis/berbahasa, usia, dll.

    FILOSOFI:
    Tuhan menciptakan manusia ke panggung dunia sesuai dengan peran dan lakon yang harus dijalaninya. Maka, kita hanyalah sebatas menjalani peran dan lakon tersebut tanpa mampu menolak.