>Presiden kito




Presiden 5. Megawati, mBak Mega/BM

Ini dia, bukan sijali-jali tetapi mbak Megawati, presiden putri
juga putrinya presiden.

Memang enak dimasa remaja, tinggal si Istana, semua serbada,
Bapak kuasa seperti raja. Indah memang, hidup berkecukupan.
Bener nostalgia baginya.
Masa dewasa kurang sempuna, perkawinannya yang pertama
tidak selamat sampai tua.
Tetapi kedudukannya di partai mencuat. Karena dipimpinan
partai tidak bisa serasi, jadilah mereka memilih Megawati.
Jadi kader-pun belum ketahuan kebolehannya diangkat
sebagai pemimpinnya.

Reken-reken sebagai warisan.
Yang dipakai aturan istimewa, yang tua berpengalaman atau
pernah dipemerintahan dikesampingkan. Pokoknya
remajanisasi partai dan cari pemersatu.
Maka dipilhlah mbak kita yang belum tahu apa-apa.
Sewaktu menjadi wakil presiden, BM memilih cara membisu.
Cara yang baik dan jitu. Karena kesalahan apa persoalan yang
besar BM hanya berkapasitas sebagai pembantu.
Tetapi ternyata BM memang pintar apalagi suaminya
sebagai anggauta parlemen dan saudagar yang tentu
saja bisa bermain dibalik layar.

Begitulah yang terjadi, peralihan kuasa kepresidenan yang
tidak terjadi dengan upacara serah terima.

GD masih mendongkol menuduh BM terlalu, dan BM merasa
saudara tua masanya sudah berlalu
Kurang apa pikir GD, sudah diaku saudara muda kok tega
teganya bikin malu.

Nah apa yang sekarang dihadapi. Keadaan ekonomi yang
belum membaik dan bekas kawan (PKB) jadi lawan.
BM bisa berpaling dengan Golkar, kepalanya Pak Abar,
suka berkelakar, bicara kepada pers dia bisa bertemu
setiap waktu (ngeledek Amin Rais maksudnya) karena bekas
teman sekolah, tidak bermusuhan tetapi tetap sebagai kawan
Dua kekuatan partai sudah kuat apalagi dengan tambahan
PPP, yang pimpinannya Haji Hamsyah, dapat hadiah.
(lumayan hasil reformasi, dari bagian menteri sekarang jadi
orang kedua RI).

Diangkatlah para menterinya, orang yang dianggap pinter, dan
tidak perlu terikat dengan partai.
Dengan militer dan polisi, hubungannya terbatas basa-basi.
Tidak mau cari stori (persoalan).
Dibiarkan mereka mengurus sendiri.
BM sungguh percaya kepada para pembantunya
maka plesiran keluar negeri juga tidak ada susahnya.
Orang jadi hitung-hitung banyak siapa GD dan BM, pergi
keluar negeri.

Demikianlah jadinya BM jadi presiden kita, dari politik membisu
sekarang sudah banyak berbicara. Belum ada yang dipuji tetapi
kebanyakan mencela.
Mengomentari anak-anak muda yang selesai sekolah tidak dapat
kerja dan bikin keluhan, BM bilang pergilah "kesana" ..
Reaksi yang tidak pantas sebetulnya, kenapa tidak kasih janji
bikin lapangan kerja baru kan lebih baik ..anak muda penerus
bangsa ... kok disuruh pergi cari penghidupan diluar negeri ....
Pemilihan umum sudah direncanakan, keluarga BM, kedua adiknya
perempuan juga tidak mau ketinggalan, mereka pikir juga berhak
mendapat warisan.

PS. ini bukan kalimat ke-konyolan. Sebab kalau memang mereka
semua bermoral tinggi, kenapa mereka tidak bersatu, toh platform
atau agenda partainya juga tidak jauh berbeda/kenasionalan)
Itulah cara pemikiran yang rakyat dibawah tidak bisa menelah.
Persaudaraan macam apa mereka.
Apa mereka mau dipermainkan seperti wayang oleh dalang,
seperti Ngastina dan Pendawa?
KKN salah satu agenda reformasi harus dihabisi, ternyata sukar
tidak mungkin bisa,ibarat seperti mau makan buah simangkalaya
Jadi sama,modelnya lain, karena penguasa masih mementingkan
dirinya daripada pengabdian luhur kepada negara.
Penegakan hukum juga belum, hakim yang diharapkan adil
bijaksana masih tergantung dari "siapa yang kena perkara".
Pak Jaksa yang bikin perkara demikian pula sami mawon.
Pelajaran: memang masih singkat waktunya, rakyat harus
maklum, BM baru belajar sambil bekerja.
Tidak bisa disalahkan bulat-bulat, kalau mau
yang disalahkan itu para tetua partainya yang tidak mampu.
Ini fakta. Maka tidak ada salahnya mBak Tutut mau ikut-ikut.
resiko jadi kepala negara yang "disalahkan" bukan kepala
atau badan. PH tidak dihukum dan PH sudah jadi orang
yang kesakitan tetapi tidak bisa jadi pesakitan.
GD hanya ditarik mundur

Itulah IndonesiaKU.