>Presiden kito


Presiden 1. Bung Karno.

Sudah tak pelak lagi, kita harus mengakui jasa presiden pertama ini.
Sejak jaman penjajahan Belanda, yang terpaksa menjalani hukuman "dibuang",
jaman Jepang (yang berpura-pura bekerja sama) dan dijaman setelah kemerdekaan, dengan segala cara hanya ingin membawa "keberhasilan" Indonesia sebagai negara yang "jaya" dan bermartabat.

Tindakan BK (Bung Karno) yang merobah sistim kabinet, dari kabinet parlementer
(kabinet yang dikepalai perdama menteri yang bertanggung jawah ke DPR) yang
ternyata tidak memberikan kepuasan hatinya, karena hanya dianggap presiden
"stempel" BK melakukan perobahan mengambil alih pimpinan pemerintahan.
Juga pemilihan umum yang diselenggarakan, telah membawa suara kaum komunis
(sebelumnya kaum komunis 1948 telah mengadakan pemberontakan dibawah
Muso telah ditumpas), membuat BK berpikiran bahwa sudah saatnya mereka diikut sertakan (penuh) sebagai bagian untuk membangun negara.

Tetapi sebaliknya partai agama (Islam) dan partai kanan (sosialis) tidak bisa
menerimanya bahkan dari kalangan PNI (partainya BK) yang moderat kurang
mendukungnya.(Wilopo dsb).

Maka karena mendapat dukungan dari kiri (Komunis aliran Rusia dan aliran Cina),
BK kemudian membubarkan partai-partai yang menentangnya (partai agama
Masyumi dan partai Sosialis/PSI).
Buntutnya, terjadilah ketidak puasan didaerah, DI gerakan bersenjata Islam,
yang hanya di Jawa Barat, menjalar ke Aceh (Daud Bereuh), Makasar (Kahar
Muzakar), juga di Padang (PRRI) dan di Menado (Permesta).
Dengan militer terutama dengan angkatan darat (yang intinya/Nasution cs, condong ke kanan/barat) hubungan belum begitu renggang, maka semua pemberontakan bisa dihentikan.

Mulailah intrik-intrik, yang tidak sehat, antara militer dan komunis mulai saling
curigai mencurgai dan berharap bisa lebih dekat dengan BK.
Untuk kekompakan BK mempunyai gagasan NAS-A-KOM maksudnya kaum/partai NASionalis, Agama dan KOMunis bersatu. Untuk mempolerkan nasakom diibaratkan panca sila seperti yang di-peres menjadi trisila.

Hubungan dengan dunia luar, BK berjasa besar sekali. Dengan mengadakan
konperensi Asia-Afrika di Bandung yang dilanjutkan dengan pembentukan
negara non-blok bersama Nasser/Mesir-NuKrumah/Ghana-Nehru/India
dan Tito/Yugoslavia yang sampai sekarang masih ada pengaruhnya di
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hanya sayang "idealis" yang mempersona dunia itu tidak membawa
hasil dibidang ekonomi. Lain dengan Mesir yang berpolitik "cabo"(maaf)
suatu saat dekat dengan Rusia (yang berhasil membuat Aswan Dam) dan
kemudian berpaling ke USA, juga mendapat bantuan yang lumayan.

Didalam negeri pengaruh komunis semakin besar dan dengan caranya
bersama penjilat-penjilat sekitar BK mulai meng-kultus-kan BK.
BK yang dikenal "pencipta" Marhaen, mulai terlena dengan
julukan-sebutannya sebagai "paduka yang mulia" apalagi DPR mengangkatnya sebagai presiden seumur hidup. Ini benar-benar membuat BK menjadi pimpinan yang tidak bisa tersentuh (otoriter). Dengan Bung Hatta, sama-sama sebagai
proklamator-pun sudah seperti air dan minyak, tidak ada persamaan cara untuk memipin negara.

Demikianlah manusia punya mau tetapi Tuhan sebagai penentu.
Kecurigaan antara golongan komunis dengan tentara semakin panas, maka
terjadilah peristiwa 30 September. Kaum komunis yang di Indonesia tidak
kompak berhadapan dengan tentara yang langsung tidak langsung di-backing pihak
barat, yang BK selalu artikan dengan neo kolonialisme, membuat BK harus turun.

Perlajaran: BK pemimpin yang idealis dan mampu membuat orang terpikau
dengan pidato-pidatonya memang layak sebagai pemimpin bangsa.
BK menanamkan "harga diri" sebagai bangsa bisa berdikari (sayang waktu
itu hasil minyak dll. belum memadai)
Tetapi sebagai manusia biasa BK terlena oleh keadaan sekelilingnya,
yang hanya membeo dan mendambakan (menjilat) maka BK seperti tidak memerlukan kawan lagi ....

Pemimpin berkuasa tetapi juga harus bijaksana.