|
KESEDIHAN KETIKA BERJUMPA MALAIKAT MAUT
Asy`ats bin Aslam berkata, "Suatu ketika Ibrahim a.s mengajukan
beberapa pertanyaan kepada Malaikat Maut yang namanya adalah `Izrail. 'Wahai
Malaikat Maut, apa yang Anda lakukan jika ada seorang manusia (yang sedang
sekarat) di timur dan seorang lagi di barat, atau ketika negeri sedang
dilanda wabah, atau ketika dua pasukan tentara sedang bertempur?' Malaikat
Maut menjawab, 'Kupanggil ruh-ruh itu dengan izin Allah hingga mereka berada
di antara kedua jariku ini.' Dan Ibrahim a.s berkata, 'Kemudian bumi
diratakan dan kelihatan seperti sebuah hidangan yang dia makan sebanyak yang
diinginkannya.' " Asy`ats berkata, "Ketika itulah Allah SWT memberinya kabar
gembira bahwa beliau adalah Kekasih (khalil) (4:125) Allah SWT."
Sulaiman putra Daud a.s bertanya kepada Malaikat Maut, "Mengapa aku
tidak melihatmu bertindak adil kepada umat manusia? Engkau mengambil nyawa
seorang manusia tetapi membiarkan yang lain." "Aku tidak mengetahui hal itu
lebih daripada yang kau ketahui," jawabnya. "Aku hanya diberi daftar dan
buku-buku yang berisi nama-nama."
Wahb bin Munabbih berkata, "Suatu ketika seorang raja berkeinginan
pergi ke sebuah provinsi. Dia minta dibawakan seperangkat pakaian, tapi tak
ada di antara pakaian itu yang menyenangkan hatinya. Setelah beberapa kali
memilih, barulah dia menemukan pakaian yang disukainya. Dengan cara yang
sama, dia meminta dibawakan seekor kuda, tapi ketika dibawakan, dia menolak
kuda itu. Lalu kuda-kuda yang lain dibawakan kepadanya hingga akhirnya dia
menaiki kuda yang paling baik di antaranya. Kemudian setan mendatanginya dan
meniupkan sifat takabur ke dalam lubang hidung raja itu. Setelah itu, dia
dan rombongannya memulai perjalanan dengan sikap penuh kesombongan. Akan
tetapi, kemudian dia didekati oleh seseorang bertampang kusut, kumal, yang
mengucapkan salam kepadanya. Ketika raja itu tidak menjawab salamnya, orang
itu kemudian merampas tali kekang kudanya. 'Lepaskan tali kekangku !' bentak
sang raja. 'Engkau telah melakukan kesalahan besar !' Namun, orang itu malah
menukas, 'Aku punya sebuah permintaan kepadamu.' 'Tunggu sebentar,' kata
raja, 'sampai aku turun dari kudaku.' 'Tidak,' jawab orang itu. 'Sekarang
juga !' dan dia lalu menarik tali kekang kuda sang raja. 'Baiklah, katakan
apa permintaanmu,' kata raja. 'Permintaanku itu rahasia,' jawab orang itu.
Raja pun menundukkan kepalanya kepada orang itu, dan orang asing itu
kemudian berbisik kepadanya, 'Aku adalah Malaikat Maut !' Mendengar itu,
raja berubah air mukanya. Lidahnya bergetar dan ia berkata, 'Beri aku waktu
agar aku bisa kembali kepada keluargaku untuk mengucapkan selamat tinggal
dan membereskan urusan-urusanku.' 'Tidak, demi Allah,' kata Malaikat Maut.
'Engkau tidak akan pernah melihat keluarga dan harta kekayaanmu lagi !'
Sambil berkata demikian, Malaikat mencabut nyawa raja itu yang tak lama
kemudian tersungkur mati, bagaikan sebongkah kayu kering."
"Kemudian Malaikat meneruskan perjalanannya. Dia berjumpa dengan
seorang beriman yang membalas salamnya ketika dia mengucapkan salam
kepadanya. 'Aku punya permintaan yang ingin kubisikkan ke telingamu,' kata
Malaikat. 'Baiklah, akan kudengarkan,' kata orang itu. Si Malaikat pun
membisikkan rahasianya dan berkata, 'Aku adalah Malaikat Maut !' Orang
beriman itu menjawab, 'Selamat datang, wahai siapa yang telah lama
kunanti-nantikan. Demi Allah, tak ada siapapun di muka bumi ini yang lebih
kunanti daripada dirimu.' Mendengar itu, Malaikat Maut berkata kepadanya,
'Selesaikanlah urusanmu yang telah menjadi maksud keberangkatanmu.' Namun,
orang itu menjawab, 'Aku tidak mempunyai urusan lain yang lebih penting dan
lebih kucintai daripada bertemu dengan Allah SWT.' Dan Malaikat berkata
kepadanya, 'Kalau begitu, pilihlah keadaanmu yang paling kau sukai untuk aku
mengambil nyawamu.' 'Apakah engkau bisa melakukannya?' orang itu bertanya.
Malaikat menjawab, 'Ya, demikianlah aku diperintahkan.' 'Kalau begitu,
tunggulah aku sebentar, agar aku bisa berwudhu dan shalat, lalu ambillah
nyawaku selagi aku bersujud.' Dan Malaikat pun melakukan hal yang diminta
oleh orang beriman itu."
Bakr bin `Abdullah Al-Mazani berkata, "Suatu ketika seorang laki-laki
dari Bani Israil mengumpulkan sejumlah besar kekayaan. Ketika dia telah
dekat dengan ajalnya, dia berkata kepada anak-anaknya, 'Perlihatkanlah
kepadaku berbagai macam kekayaanku !' Lalu, dibawakanlah kepadanya sejumlah
besar kuda, unta, budak, dan harta benda yang lain. Ketika dia melihat semua
itu, dia pun mulai menangis karena tak kuasa berpisah dengannya. Melihat
orang itu menangis, Malaikat Maut pun bertanya kepadanya, 'Mengapa engkau
menangis? Sungguh, demi DIA yang telah memberimu anugerah semua ini, aku
tidak akan meninggalkan rumahmu sebelum memisahkan nyawamu dari ragamu.'
'Berilah aku waktu sebentar,' orang itu memohon kepadanya, 'agar aku bisa
membagi-bagikan kekayaanku.' 'Alangkah tololnya !' kata Malaikat Maut.
'Waktumu telah berakhir. Seharusnya engkau telah mengerjakan hal itu sebelum
habis waktumu.' Sambil berkata begitu, dicabutnyalah nyawa orang itu."
Diceritakan bahwa suatu ketika seorang laki-laki telah mengumpulkan
kekayaan yang besar hingga tidak ada satu jenis kekayaan pun yang tidak
berhasil diraihnya. Dia membangun sebuah istana dengan dua pintu gerbang
yang sangat kuat. Dia membayar sepasukan pengawal yang terdiri dari
orang-orang muda. Kemudian dia mengundang seluruh sanak keluarganya dan
menjamu mereka dengan makanan. Setelah itu dia duduk di atas sofa sambil
mengangkat kaki, sementara sanak keluarganya makan minum.
Setelah mereka selesai makan, dia berkata kepada dirinya sendiri,
'Bersenang-senanglah selama bertahun-tahun karena aku telah mengumpulkan
semua yang engkau butuhkan.' Akan tetapi, baru saja dia mengucapkan
perkataan itu, datanglah Malaikat Maut dalam wujud seorang laki-laki
berpakaian compang-camping seperti seorang pengemis. Laki-laki itu memukul
pintu gerbang dengan sangat keras dan mengejutkan orang kaya yang sedang
berada di atas tempat tidurnya.
Orang-orang muda yang menjadi pengawalnya melompat dan bertanya, 'Apa
urusanmu di sini?' 'Pamggilkan tuanmu,' kata orang itu. 'Haruskah tuan
kami.. datang menemui orang semacam engkau ini?' tanya mereka. 'Ya,'
jawabnya. Dan ketika mereka menyampaikan kepada tuan mereka hal yang
terjadi, dia berkata, 'Kalian telah berbuat semestinya.' Akan tetapi,
kemudian pintu gerbang diketuk lagi dengan suara yang lebih keras daripada
sebelumnya. Dan ketika para pengawal melompat untuk berbicara kepada orang
itu, dia berkata, 'Katakan kepadanya bahwa aku adalah Malaikat Maut.'
Ketika mendengar perkataan orang itu, mereka menjadi ngeri dan orang
kaya itu juga merasa sangat hina dan rendah. 'Berbicaralah kepadanya dengan
sopan,' perintahnya kepada mereka. 'Dan tanyakan kepadanya apakah dia akan
mengambil nyawa seseorang di rumah ini.' Namun kemudian Malaikat masuk dan
berkata, 'Berbuatlah sesuka hatimu karena aku tidak akan meninggalkan rumah
ini sebelum aku mencabut nyawamu.' Lalu orang kaya itu memerintahkan agar
semua kekayaannya dibawa ke hadapannya. Setelah semuanya berada di depan
matanya, dia berkata (kepada harta bendanya), 'Semoga Allah mengutukmu sebab
engkau telah memalingkan aku dari beribadah kepada Tuhanku dan
menghalang-halangi aku dari pengabdian kepada-Nya.'
Allah membuat harta bendanya berbicara, 'Mengapa engkau menghinaku
sedangkan karena akulah engkau bisa diterima para sultan, padahal
orang-orang yang bertakwa kepada Allah malah diusir dari pintunya? Karena
akulah engkau bisa mengawini wanita-wanita lacur, duduk bersama raja-raja,
dan membelanjakanku di jalan keburukan. Namun aku tak pernah membantah.
Seandainya saja engkau membelanjakan aku di jalan kebaikan, niscaya aku
telah memberi manfaat kepadamu. Engkau dan semua anak Adam diciptakan dari
tanah, kemudian sebagaian dari mereka memberikan sedekah, sedang yang lain
berbuat keji.' Malaikat Maut pun segera mencabut nyawa orang kaya itu, dan
robohlah orang itu ke lantai.
Wahb bin Munabbih berkata, 'Suatu ketika Malaikat Maut mencabut nyawa
seorang penguasa tiran yang tidak ada tandingannya di muka bumi. Kemudian
Malaikat itu naik kembali ke langit. Malaikat-malaikat lain bertanya
kepadanya, 'Kepada siapa di antara orang-orang yang telah kau cabut
nyawanya, engkau telah menaruh belas kasihan?' Malaikat itu menjawab, 'Suatu
ketika aku pernah diperintahkan mencabut nyawa seorang perempuan di padang
pasir. Ketika aku mendatanginya, dia baru saja melahirkan seorang anak
laki-laki. Aku pun menaruh belas kasihan kepada perempuan itu karena
keterpencilannya dan juga kasihan terhadap anak laki-laki perempuan itu,
karena betapa dia masih sangat kecil namun tak terawat di tengah buasnya
padang pasir.' Lalu para malaikat itu berkata, 'Penguasa lalim yang baru
saja engkau cabut nyawanya itu adalah anak kecil yang dulu pernah engkau
kasihani.' Malaikat Maut kemudian berujar, 'Maha Suci DIA yang
memperlihatkan kebaikan kepada yang dikehendaki-Nya.'
`Atha bin Yasar berkata, "Pada setiap tengah malam bulan Sya'ban,
Malaikat Maut menerima lembaran tulisan dan dikatakan kepadanya, 'Tahun ini
engkau harus mencabut nyawa orang-orang yang namanya tercantum dalam
lembaran ini.' Seorang laki-laki boleh jadi sedang menanam tanam-tanaman,
mengawini wanita-wanita, dan membangun gedung-gedung, sementara dia tak
menyadari bahwa namanya ada dalam daftar tersebut."
Al-Hasan berkata, "Setiap hari Malaikat Maut memeriksa setiap rumah
tiga kali dan mencabut nyawa orang-orang yang rezekinya telah habis dan
umurnya telah berakhir. Apabila dia telah melakukan hal itu, maka seisi
rumah yang bersangkutan akan meratap dan menangis. Sambil memegang gagang
pintu, Malaikat Maut berkata, 'Demi Allah, aku tidak memakan rezekinya,
tidak menghabiskan umurnya, dan tidak memperpendek batas hidupnya. Aku akan
selalu kembali dan kembali lagi ke tengah-tengah kalian hingga tak ada lagi
yang tersisa di antara kalian !' " Al-Hasan berkata, "Demi Allah,
seandainya mereka bisa melihatnya berdiri di situ dan mendengar
kata-katanya, niscaya mereka akan melupakan jenazah tersebut dan menangisi
diri mereka sendiri."
Yazid Al-Ruqasyi berkata, "Ketika seorang penguasa lalim dari Bani
Israil sedang duduk seorang diri di istananya tanpa ditemani oleh salah
seorang istrinya, masuklah seorang laik-laki melalui pintu istananya.
Penguasa tiran itu marah dan berkata, 'Siapa engkau? Siapa yang
mengizinkanmu masuk ke dalam rumahku?' Orang itu menjawab, 'Yang mengizinkan
aku masuk ke dalam rumah ini adalah pemilik rumah ini. Sedangkan aku adalah
yang tak bisa dihalangi oleh seorang pengawal pun dan tidak pernah meminta
izin untuk masuk bahkan kepada raja-raja sekalipun, tidak pernah takut
kepada kekuatan raja-raja yang perkasa, dan tidak pernah diusir oleh
penguasa tiran yang keras kepala ataupun setan pembangkang.'
Mendengar itu, penguasa lalim tersebut menutup mukanya, dan dengan
tubuh gemetar dia jatuh tersungkur. Kemudian dia bangkit dengan wajah
memelas. 'Jadi engkau adalah Malaikat Maut?' tanyanya. 'Ya,' jawab laki-laki
itu. 'Sudikah engkau memberiku kesempatan agar aku bisa memperbaiki
kelakuanku?' Alangkah bodohnya engkau,' jawab sang Malaikat, 'Waktumu telah
habis, napasmu dan masa hidupmu telah berakhir; tidak ada jalan lagi untuk
memperoleh penangguhan.' Penguasa tiran itu lalu bertanya, 'Kemana engkau
akan membawaku?' 'Kepada amal-amalmu yang telah engkau kerjakan sebelumnya.
Dan juga ke tempat tinggal yang telah engkau dirikan sebelumnya,' jawab
Malaikat. 'Bagaimana mungkin,' kata sang tiran, 'Aku belum pernah
mempersiapkan amal baik dan rumah baik yang bagaimanapun.' Malaikat pun
menjawab, 'Kalau begitu, ke neraka, yang menggigit hingga ke pinggir-pinggir
tulang.' (QS 70 : 15, 16)
"Kemudian Malaikat mencabut nyawa sang tiran, dan dia pun jatuh mati di
tengah-tengah keluarganya, di tengah-tengah mereka yang kemudian
meratap-ratap dan menjerit." Yazid Al-Ruqasyi berkata, "Seandainya mereka
mengetahui bagaimana buruknya neraka itu, tentu mereka akan menangis lebih
keras lagi."
Al-A`masy meriwayatkan dari Khaitsamah, bahwa suatu ketika Malaikat
Maut mendatangi Sulaiman putra Daud a.s dan mulai mengamati salah seorang
dari sahabat-sahabatnya. Ketika dia telah pergi, sahabat itu bertanya,
"Siapa itu tadi?" Dan dikatakan kepadanya bahwa itu adalah Malaikat Maut.
Berkatalah sahabat itu, "Kulihat dia memandangiku seolah-olah dia
mengincarku." "Lantas, apa keinginanmu?" tanya Sulaiman. "Saya ingin agar
Tuanku menyelamatkan saya darinya dengan menyuruh angin membawa saya ke
tempat yang paling jauh di India." (Sulaiman memiliki kemampuan mengatur
arah angin, QS 21 : 81). Angin pun kemudian melakukan yang
diperintahkan.
Ketika Malaikat Maut datang lagi, Sulaiman a.s bertanya kepadanya,
"Kulihat engkau menatap terus-menerus ke arah salah seorang sahabatku?"
"Ya," kata Malaikat, "Aku sangat heran sebab aku telah diperintahkan untuk
mencabut nyawanya di bagian paling jauh di India dengan segera. Namun
melalui engkau, dia malah sedang menuju ke tempat itu. Oleh karena itu, aku
heran."
(Dikutip dari "Metode Menjemput Maut Perspektif Sufistik" :
Al-Ghazali, penerbit Mizan)
Semoga Allah Ta'Ala Terkasih senantiasa merahmati hamba-hamba-Nya yang
memang selalu mensucikan qalbu dan jiwanya serta selalu merindukan
Pertemuan
Abadi dengan-Nya Sang Cinta Sejati di hari-hari kini dan kelak nanti.
Wassalaamu'alaikum.
n. kirana
|