BERITA
Lomba
Menulis
Hak
Anak
Plan
Indonesia Surabaya mengadakan berbagai lomba pada bertema
anak-anak awal 2004 ini. Lomba yang didukung harian Jawa Pos itu
sebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anak. Jenis lomba yang
diadakan yakni penulisan cerpen, karikatur, artikel opini, dan
desain gambar untuk kaos.
Lomba
ini ditujukan kepada anak-anak dan dewasa (umum). "Kami
ingin melihat sejauh mana minat masyarakat terhadap isu hak
anak," ujar Koordinator Research and Development Plan
Indonesia Surabaya, Djunaidi Saripurnawan.
Lomba
cerpen dibagi dua kelompok, yakni anak-anak dan dewasa. Untuk
kategori anak-anak, peserta bisa memilih tema: pengalaman nyata
seorang anak dengan orang tua, saudara,
kawan-kawan, guru dan lain-lain --- tentang permainan,
kawan dekat, sekolah, atau apa pun yang berkesan dalam hati.
Usia peserta untuk golongan anak-anak dibatasi 10-18 tahun.
Lomba
cerpen untuk kelompok desawa, tema yang bisa dipilih yakni,
masalah anakku, tradisi lokal dan tumbuh kembang, memahami
anakku, anakku dan hukum, kekerasan dan pelecehan seksual
terhadap anak, anak dan sekolah, anak jalanan serta anak dan
komersialisasi media massa.
Tulisan
maksimal 15 halaman kwarto, satu setengah spasi dengan font
standar. Hadiah untuk lima terbaik kategori anak dan dewasa
sama, masing-masing Rp. 500 ribu.
Sementara
lomba karikatur juga diperuntukkan bagi anak-anak dan dewasa,
mengambil tema hak anak-anak atau tradisi local dan tumbuh
kembang anak. Untuk artikel opini, mengambil tema hak-hak anak
atau partisipasi anak dalam pembangunan manusia Indonesia.
Artikel opini yang dilombakan maksimal 10 halaman kwarto.
Terakhir,
untuk lomba desain gambar kaos, temanya dikhususkan mengenai hak
anak-anak. Kirimkan karya-karya yang dilombakan ke panitia lomba
di Plan Indonesia Surabaya, Jalan Ketintang Madya 76 Surabaya,
paling lambat 30 Maret 2004.
Info
lebih lanjut bisa menghubungi panitia Telp.031-8291686 atau Surabaya.PU@planinternasional
.org.
Peserta diharapkan menulis nama dan alamat secara lengkap nama
dan alamat, plus nomor telepon, kode pos dan photo kopi
identitas. (mis)
|
|
FOKUS
Penulis-penulis
Cilik itu
Bertempat
di QB World Book, Pondok Indah, Jakarta Selatan, dua buku itu
diluncurkan. Disaksikan banyak orang. Dua buku itu ditulis oleh anak
berusia di bawah sepuluh tahun. Abdurrahman Faiz, putra Tomi Satryatomo
dan sastrawan Helvy Tiana Rosa itu, meluncurkan buku kumpulan
puisi “Untuk Bunda dan Dunia” yang diterbitkan DAR Mizan. Satu lagi,
Sri Izzati, meluncurkan novel “Kado untuk Ummi”.
Terasa
istimewa, karena keduanya masih anak-anak. Kedua anak itu juga sudah
dikenal sebelumnya. Faiz, demikian akrab dipanggil, memenangkan Lomba
Menulis Surat untuk Presiden pada Hari Anak 2003 silam. Sedangkan Izzati
tercatat sebagai penulis novel tercilik versi Museum Rekor Indonesia
(MURI). Keduanya menyumbang gairah tersendiri bagi kehidupan sastra.
Sebelumnya,
puisi-puisi Faiz sempat beredar secara berantai di sejumlah mailing
list. Menyimak puisinya, kita merasakan sesuatu yang mencerahkan. Ia
punya keterampilan menulis puisi yang baik. Puisi-puisinya jernih,
bening. Pembaca dengan mudah menangkap gagasan dan pemikiran Faiz, yang
boleh dibilang melompat sekian tahun dari usianya.
Ia
berpikir tentang solidaritas sosial dan cinta sesama (sajak “Siti dan
Udin di Jalan” juga sajak
“Menaruh”), cinta terhadap ayah-bunda (antara lain sajak “Ayah
Bundaku”, “Jalan Bunda”), tentang pemimpin dan politik (sajak “Siapa
Mau Jadi Presiden”), juga tentang perdamaian (sajak “Dari Seorang
Anak Irak Dalam Mimpiku, Untuk Bush”).
Mengapa
Faiz karya-karya Faiz begitu baik? Ini memang sempat menimbulkan
pertanyaan. Dalam edisi ini, ALTERNATIF menurunkan beberapa tulisan
tentang penulis cilik ini. Tulisan dilengkapi dengan pengantara Helvy
Tiana Rosa yang dikutip dari sebuah miling list “Catatan Kecil dari
Orang Tua Biasa).
(red)
Kecil-kecil
Sudah Menulis Buku
Dalam sebuah kesempatan pada 2001, pasangan Tomi Satryatomo
dan Helvy Tiana Rosa bertanya pada Abdurahman Faiz tentang kadar
cintanya pada orangtua. Bocah yang kini berusia 8 tahun itu
memberi jawaban mengejutkan sekaligus menggemaskan.
"Cintaku pada Bunda sebesar Amerika Serikat," katanya.
Tomi dan Helvy balik bertanya sebesar apa cintanya pada si Ayah.
Dengan sigap Faiz menjawab, "Sebesar Timor Timur."
Anak
semata wayag pasangan Tomi dan Helvy itu tak hendak berlaku
diskriminatif dalam urusan cinta. "Ia memeng gemar meledek
ayahnya dengan pernyataan puitis dan menggemaskan," kata
Helvy. Sebagai bukti cinta Faiz pada ayah dan bundanya sama, ia
tulis sebait puisi berujudl Ayah Bundaku. Puisi berisi
doa dan ungkapan cinta itu menghiasi karya terbaru Faiz dalam
bentuk buku yang diluncurkan di QB World Book Pondok Indah
Jakarta pada Selasa (27/1) lalu.
Buku
kumpulan puisi Untuk Bunda dan Dunia itu diterbitkan DAR
Mizan bersama novel Kado untuk Ummi karya Sri Izzati.
Keduanya sama-sama berusia 8 tahun dan masih duduk di bangku
sekolah dasar. Faiz di SD Negeri 02 Cipayung Jakarta Timur
sedangkan Izzati di SD Istiqamah Bandung. Keduanya sama-sama
pernah menorehkan prestasi. Faiz memenangkan Lomba Menulis Surat
untuk Presiden pada Hari Anak 2003 silam. Sedangkan Izzati
tercatat sebagai penulis novel tercilik versi Museum Rekor
Indonesia (MURI).
Nama
Faiz sempat menjadi buah bibir pada September 2003 lalu. Naskah
surat untuk presiden yang memenangkan lomba itu dimuat di
berbagai media massa. Wajahnya yang polos dan imut-imut ikut
menghiasai halaman pertama koran ibukota. Isi surat itu bukan
cuma menggugah, tapi juga menggelitik syaraf kritis orang
dewasa. Terutama mereka yang gemas melihat Megawati tak kunjung
melakukan gebrakan selama memerintah.
Surat
Faiz ibarat petuah yang layak dijadikan renungan. Bukan cuma
cita-citanya yang ingin jadi presiden yang pinter, tegas, dan
punya kemampuan bicara dalam 10 bahasa. Ia juga menunjukkan
sikap peduli lingkungan melihat anak jalanan di sekitar
rumahnya. Yang menarik Faiz tidak menggunakan kata klise rakyat
dalam surat. Ia memilih kata orang-orang. "Semua
ditulis dengan idiom anak-anak yang segar," kata sastrawan
Taufik Abdullah.
Idiom
penuh makna yang menyegarkan itu menjadi kekuatan Faiz menulis
20 puisi dalam buku pertamanya. Karya yang ditulis sejak Juli
2001 hingga November 2003 terdiri dari delapan karya tentang
ayah dan bundanya, tujuh puisi tentang situasi sosial, dan lima
puisi tentang tokoh masyarakat.
Dari
delapan puisi tentang orangtuanya, Faiz tampak sangat dekat
dengan ibunya. Walau begitu ia tak ingin berlaku diskriminatif
membagi cinta untuk orangtuanya. Simak cuplikan puisi berjudul Ayah
Bundaku berikut. Ayah Bunda/ kucintai kau berdua/ seperti
aku/ mencintai surga/ Semoga Allah mencium ayah bunda/ dalam
tamanNya terindah/ nanti. Ungkapan yang digunakan, kata
Taufik sangat orisinal dan khas anak-anak.
Bocah
yang suka menulis puisi di telepon genggam ibunya ini ternyata
punya kepekaan sosial yang tinggi.
|
Nasib
pengungsi akibat perang antar etnis di Tanah Air dan derita anak
jalanan yang ia tuangkan dalam Siti dan Udin di Jalan.
Faiz memotret kehidupan penghuni rumah kardus dalam bait
berikut. ...tetap berdoa/ agar bisa sekolah/ dan punya rumah
berjendela. Dalam pengamatannya rumah kardus memang tak
memiliki jendela. "Sebuah pengamatan yang teliti,"
kata Taufik.
Selain
memendam empati pada nasib sesama, ternyata bocah yang gemar
main basket dan sepeda ini punya perhatian pada sejumlah tokoh.
Mulai dari Nabi Muhammad, Bung Hatta, Presiden George W. Bush,
Presiden Megawati, sampai tokoh dalam novel laris Hary Potter
dan sosok Frodo dalam The Lord of The Rings.
Keluasan
pengetahuan Faiz bisa jadi latar belakang orangtuanya yang
sama-sama gemar membaca. Tomi adalah seorang wartawan di sebuah
stasiun televisi, sedangkan Helvy penulis cerpen yang sangat
produktif. Faktor genetik, lingkungan kepenulisan orangtua, dan
budaya membaca di rumah telah membentuk Faiz sejak usia dini.
"Menulis itu enak, sama dengan main sepeda dan bola,"
kata Faiz.
Puisi
yang ditulis Faiz ini sebenarnya sudah beredar di internet dalam
lingkungan terbatas. Lambat laun banyak pula yang tergelitik
memberi komentar. Dalam sebuah mailing list Faiz diminta
menulis tentang gunung, pantai, es krim, pesawat, dan mobil. Ia
bahkan disarankan bermain sepuasnya daripada menulis puisi.
Dengan enteng Faiz menjawab, "Lagi-lagi orang dewasa yang
tidak demokratis."
Pengirim
pesan itu mungkin menduga si bocah seorang kutu buku dan sangat
serius. Ternyata tidak. "Dia lebih suka bermain daripada
membaca dan menonton televisi," kata Helvy, ibunya. Hanya
saja bocah yang humoris ini punya rasa ingin tahu yang besar.
Pada usia empat tahun pernah bertanya tentang bentuk angin dan
kenapa Allah tidak terlihat. "Pertanyaannya sering
mengejutkan," kata Helvy.
Pertanyaan
itu sering diikuti dengan kegemarannya menulis. Mula-mula hanya
coretan kecil sebagai ungkapan perasaan dan pikirannya. Hal
serupa juga dialami Sri Izzati yang menulis cerita hanya semenit
dua menit di sela-sela jeda bermain. Ia bahkan baru menulis
ketika komputer di rumahnya tidak ada yang menggunakan. Izzati
juga seperti Faiz yang gemar bermain. Bedanya Izzati memilih
dawai piano sebagai arena bermain.
Kemampuan
putri pasangan Setyo Utomo Soekarno dan Hetty bermain piano ini
nyaris sama baiknya dengan menulis buku. \"Kalau disuruh
memilih, maka aku memilih keduanya,\" katanya. Jika
permainan pianonya belum memberi bukti, dunia menulis telah
memberinya predikat novelis tercilik versi MURI lewat novel
berjudul Powerful Girl. Kini Izzati menerbitkan buku
keduanya Kado untuk Ummi.
Buku
kedua ini mengisahkan perjuangan Aisyah yang ingin memberi
hadiah terindah buat ibunya yang dipanggil Ummi pada Hari Ibu.
Ia mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membeli kado.
Setelah terkumpul dan hendak membeli kado, tiba-tiba si Ummi
mengetahui rencananya. Apakah kado itu bisa menghadiran kejutan
buat si Ummi? \"Kalau mau tahu ceritanya, baca aja
novelnya," katanya tersipu. arif firmansyah
--
tulisan ini dikutip dari Koran Tempo, edisi Januari 2004.
|
|