Guide To Tipitaka
Arsip Bebas Tentang Tripitaka Mahayana Theravada dan Tibet
Siddharta Gautama Sakyamuni Tathagata Dhamma Sangha Kamma Karma Enlightenment Kesempurnaan Pencerahan Nirvana Nibbana Sutta Nikaya Pitaka Paritta Kesunyataan Mulia Noble Truth Teaching Path Kebenaran Jalan Siddhattha Gotama Ajaran Meditasi Meditate Samsara Dharma Buddhis Pencerapan Bodhi Mandala Inkarnasi Tumimbal Lahir Maitreya Karaniya Metta Arahat Bikkhu Bikkhuni Upasaka Jataka

Guide To Tipitaka 1
 
Guide To Tipitaka 2
Guide To Tipitaka 3
 Main Page
 Guide To Tipitaka 4
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads
     

4.2.4 Sutta Mahasudassana
Khotbah ini diberikan Sang Buddha saat sedang berbaring di
balai-balai
tempat mangkat-Nya di Hutan Sal milik keluarga Malla. Saat Ananda
memohon
dengan sangat kepada-Nya untuk tidak mengalami Parinibbana di desa
yang
tidak terkenal, gersang, dan kecil itu, Sang Buddha memberitahukan
kepadanya
bahwa Kusinara bukanlah tempat yang tidak terkenal dan kecil. Pada
waktu-waktu yang lampau, tempat itu dikenal sebagai Kusavati,
ibukota
Kerajaan Universal yang menguasai seluruh dunia.
Sang Buddha kemudian menguraikan kebesaran dan keagungan Kusavati
saat Raja
Mahasudassana berkuasa. Beliau juga menceritakan bagaimana sang raja
memerintah wilayah kekuasaannya dengan baik dan bagaimana akhirnya,
dengan
melepaskan semua keterikatan dan melatih jhana, dia mangkat serta
mencapai
alam brahma yang benuh berkah.
Sang Buddha mengungkapkan bahwa Beliau sendirilah raja Mahasudassana
pada
waktu itu. Beliau telah meninggalkan badan jasmani-Nya di tempat
tersebut
(dahulu Kusavati) selama enam kali sebagai Raja Kerajaan Universal.
Sekarang, Beliau akan meninggalkan yang ketujuh dan terakhir
kalinya. Beliau
mengakhiri khotbah dengan mengingatkan Ananda bahwa semua benda
sebenarnya
tidak kekal. Muncul dan musnah adalah sifat alaminya. Hanya
pelenyapan
sesungguhnyalah yang merupakan Nibbana yang membahagiakan.

4.2.5 Sutta Janavasabha
Khotbah ini adalah perpanjangan khotbah yang disampaikan Sang Buddha
dalam
perjalanan terakhir-Nya. Ananda ingin mengetahui kehidupan
selanjutnya umat
awam Negera Magadha. Sang Buddha memberitahukan bahwa banyak orang
dari
Magadha telah mencapai alam dewa berkat keyakinan mereka terhadap
Buddha,
Dhamma, dan Samgha. Keterangan ini diperoleh-Nya dari Dewa
Janavasabha yang
dahulu merupakan Raja Bimbisara. Ia mengabarkan kepada Sang Buddha
bahwa ada
pertemuan rutin para dewa di alam dewa  pada hari uposatha, saat
raja para
dewa dan Brahma Sanankumara mengajarkan Dhamma tentang pengembangan
Landasan
Kekuatan Batin, Tiga Kesempatan, Empat Metode Kesadaran Teguh, dan
Tujuh
Perlengkapan Pemusatan Pikiran.

4.2.6 Sutta Mahagovinda
Dalam khotbah ini, Pancasikha, seorang deva Gandhabha,
memberitahukan
Persamuan para dewa tempat Brahma Sanankumara mengajarkan Dhamma
seperti
yang ditunjukkan Mahagovinda, seorang Bodhisatta yang telah mencapai
alam
Brahma. Sang Buddha mengatakan bahwa Mahagovinda tidak lain adalah
diri-Nya
dan menjelaskan bahwa Dhamma yang diajarkan-Nya pada waktu itu dapat
menuntun seseorang hanya ke alam Brahma. Dengan Ajaran-Nya sekarang
sebagai
Buddha yang mencapai Pencerahan, pencapaian yang lebih tinggi
seperti
Sotapatti, Sakadagami, Anagami, dan pencapaian tertinggi Arahatta
phala juga
bisa dialami.

4.2.7 Sutta Mahasamaya
Sang Buddha sedang tinggal di Hutan Mahavana, Kapilavatthu, dengan
ditemani
lima ratus arahat. Kemudian para dewa dan brahma dari sepuluh ribu
cakkavala
datang menemui Sang Buddha beserta Persamuan bhikku-Nya itu. Sang
Buddha
memberitahukan murid-murid- Nya nama-nama para dewa dan brahma,
sebagaimana
dituliskan dalam sutta ini.

4.2.8 Sutta Sakkapanha
Suatu saat, ketika sedang tingal di Gua Indasala, dekat Rajagaha,
Sakka,
raja para dewa, datang menemui-Nya untuk menanyakan beberapa
pertanyaan. Dia
ingin mengetahui mengapa ada permusuhan dan pertengkaran di antara
berbagai
makhluk. Sang Buddha mengatakan bahwa iri hati dan sifat egoislah
yang
mengakibatkan permusuhan itu. Beliau selanjutnya menjelaskan bahwa
iri hati
dan sifat egois disebabkan oleh perasaan suka dan benci, yang dalam
gilirannya berakar dari nafsu keinginan. Sementara itu, nafsu
keinginan
tumbuh dari sikap mental awal (vitakka) yang bersumber dari ilusi
tentang
samsara (papanca- sanna-sankha).
Sang Buddha kemudian memberikan ringkasan cara latihan untuk
menghilangan
ilusi samsara ini yang meliputi dua jenis persyaratan, yaitu
persyaratan
yang harus diikuti dan yang tidak boleh diikuti.

4.2.9 Sutta Mahasatipatthana
Sutta ini adalah salah satu khotbah tentang ajaran yang paling
penting
dari Sang Buddha. Bagian ini mengemukakan satu-satunya cara
"untuk
memurnikan makhluk hidup, untuk mengatasi kesedihan, untuk
melenyapnya
secara sempurna rasa sedih dan dukacita, untuk mencapai jalan
yang benar,
dan untuk mencapai Nibbana". Khotbah ini, yang diberikan secara
langsung
kepada para bhikku di pusat kota Kammasadhamma, mendefinisikan
"satu-satunya
cara", seperti Empat Metode Kesadaran Teguh, yang terdiri atas
empat belas
cara untuk merenungi badan, sembilan cara untuk merenungi
perasaan, enam
belas cara untuk merenungi pikiran, dan lima cara untuk
merenungi dhamma.
Bagian ini berakhir dengan sebuah jaminan hasil pasti yang
menguntungkan,
yaitu: tingkat kesucian arahat dalam kehidupan ini, atau
tingkat anagami
dalam tujuh tahun, tujuh bulan, atau tujuh hari.

4.2.10 Sutta Payasi
Khotbah ini menceritakan secara panjang lebar bagaimana Bhikku
Kumarakassapa menunjukkan jalan yag benar kepada Gubernur
Payasi di Desa
Setabya, Negera Kosala. Gubernur Payasi mempunyai pandangan
yang keliru,
"Tidak ada alam lain; tidak ada makhluk lain yang muncul lagi
setelah
kematian; tidak ada akibat dari perbuatan baik atau buruk."
Bhikku
Kumarakassapa menunjukkan kepadanya jalan yang benar,
memberikan ilustrasi
dengan banyak contoh-contoh yang mempermudah pemahamaan.
Akhirnya, Payasi
menjadi yakin sepenuhnya dan menyatakan berlindung pada Buddha,
Dhamma, dan
Samgha. Bhikku Kumarakassapa juga mengajarkan kepadanya jenis
persembahan
yang benar dan bahwa persembahan ini harus diberikan dengan
rasa hormat,
dari tangan seseorang, dengan rasa penghargaan, dan bukan
seperti
membuangnya. Hanya dengan kondisi seperti ini, persembahan akan
membuahkan
jasa dan pahala yang baik.

4.3 Pathika Vagga Pali
Bagian ini terdiri atas sebelas khotbah yang lebih singkat
tentang berbagai
hal. Khotbah-khotbah ini menyangkut penolakan Sang Buddha
terhadap praktik
pertapaan yang salah dan ekstrim, yang dijalankan oleh penganut
banyak
sekte, juga menyangkut evolusi periodik dan penghancuran alam
semesta,
penjelasan panjang tentang Kerajaan Universal, dan tiga puluh
dua ciri
kharismatik  seorang besar. Sebuah khotbah, Sutta Singala,
ditujukan kepada
seorang brahmin muda, yang menunjukkan tugas- tugas yang harus
dilaksanakan
oleh anggota masyarakat. Dua sutta terakhir, Sangiti dan
Dasuttara, adalah
khotbah yang diberikan Bhikku Sariputta dan mengandung daftar
istilah ajaran
yang dikelompokkan sesuai dengan topik masalah dan satuan
bilangannya.
Bentuk kedua karangan ini berbeda dari sembilan sutta lainnya
di bagian ini.

4.3.1 Sutta Pathika
Pada masa kehidupan Sang Buddha, banyak guru lain, berikut
murid-muridnya,
yang menganut pandangan yang berbeda-beda tentang definisi
hidup suci, asal
mula dan perkembangan alam semesta, serta tentang penunjukan
keajaiban dan
mukjizat.
Sunakkhatta, Pangeran Licchavi, menjadi murid Sang Buddha dan
ikut dalam
Persamuan. Akan tetapi, ia rasakan bahwa tata tertib dan Ajaran
itu berada
di luar kemampuan dan kekuatannya. Oleh sebab itulah, ia
menjadi tertarik
pada ajaran dan praktik sekte lain. Dia selanjutnya
meninggalkan Persamuan
setelah tiga tahun. Kemudian, dengan menjadi pengikut salah
satu sekte itu,
dia mulai menjelek-jelekkan ajaran Sang Buddha, dan menyerang
dengan
memfitnah Sang Buddha beserta murid-murid-Nya. Dalam Sutta
Pathika, terdapat
khotbah pendek yang memuat pembuktian ketidakbenaran ucapannya
dan
penjelasan berikut alasan atas tuduhan Sunakkhatta.

4.3.2 Sutta Udumbarika
Khotbah ini diberikan kepada Nigrodha, petapa pengelana, dan
para
pengikutnya dalam Taman Ratu Udumbarika, dekat Rajagaha, untuk
menghancurkan
ajaran salahnya dan menanamkan ajaran-ajaran yang
menguntungkan. Begitu
tergodanya para petapa tersebut dengan kepercayaannya yang
salah sehingga
keterikatan pada pandangan tersebut membuat mereka tidak
menghiraukan
undangan Sang Buddha untuk mengikuti ajaran-Nya, yang menjamin
hasil
menguntungkan dalam kurun waktu tujuh hari.

4.3.3 Sutta Cakkavatti
  Di Desa Matula, Negera Magadha, para bhikku dihimbau oleh
Sang Buddha
untuk menjadi pendukung mereka sendiri, menjadi pelindung
mereka sendiri,
bergantung hanya pada Dhamma dan tidak pada perlindungan lain.
Kemudian,
Sang Buddha menceritakan kepada mereka tentang Dalhanemi, Raja
Kerajaan
Universal, yang memiliki Roda Surga sebagai salah satu dari
tujuh harta
kekayaannya. Dia dan keturunannya memerintah keempat benua dan
berkuasa atas
wilayah Kerajaan Universal. Masa hidup mereka panjang dan
selama hidup
mereka saleh serta menjalani hidup suci dalam Kerajaan
Unversal, menjadikan
Dhamma sebagai pendukung mereka, pelindung dan pengaman mereka,
menawarkan
harta benda dan kebutuhan hidup kepada kaum miskin, daerah
kekuasaan mereka
aman tenteram, makmur, dan berkembang.
Akan tetapi, saat kerajaan tidak lagi menjalani kehidupan suci,
saat Dhamma
tidak lagi dijadikan tempat perlindungan, kemoralan rakyatnya
menurun.
Rentang hidup merosot menjadi hanya sepuluh tahun. Sepuluh
kebajikan yang
mampu membuahkan hasil yang menguntungkan tidak muncul lagi,
sebaliknya
sepuluh perbuatan jahat yang memberikan hasil yang merugikan
berkembang
pesat. Orang-orang tidak lagi menunjukkan rasa hormat pada
pemimpin dan
tetua, gagal melaksanakan kewajiban terhadap orangtua, para
samana, dan
brahmana. Juga timbul sikap saling mengabaikan, kebencian,
pikiran untuk
saling membunuh, diikuti dengan perkelahian, pembantaian, dan
pembunuhan
besar-besaran.
Beberapa orang yang berhasil lolos dari pembunuhan
besar-besaran menyetujui
untuk meninggalkan perbuatan jahat mereka, hidup dalam
keharmonisan,
melakukan perbuatan baik, menunjukkan sikap hormat terhadap
pemimpin dan
yang lebih tua, melaksanakan kewajiban terhadap orangtua maupun
samana dan
brahmana. Sebagai konsekuensi atas kemoralan yang meningkat,
rentang usia
hidup mereka naik kembali hingga mencapai delapan ribu tahun,
setelah
seluruh kerajaan hidup dengan benar. Oleh karena itu, para
bhikku
selanjutnya diperintahkan untuk mempertahankan hidup mereka
dalam
batas-batas Dhamma, menjadikannya pendukung mereka,
perlindungan bagi
mereka. Dhamma akan menunjukkan cara untuk mengembangkan badan
jasmani dan
mental mereka hingga tercapai tingkat Arahat.

4.3.4 Sutta Agganna
Khotbah ini diberikan di Savatthi kepada dua orang awam yang
sedang
berlatih, Vasettha dan Bharadvaja, untuk menunjukkan pandangan
salah tentang
Brahmin sebagai kasta terhormat. Para brahmin menyatakan bahwa
di antara
keempat kelompok manusia, yang dikenal pada waktu itu, brahmin
adalah yang
paling mulia, kemudian kelompok khattiya (kaum bangsawan dan
suciwan),
diikui vessa (kelompok pedagang), dan suddha (kelas terendah).
Sang Buddha
menolak pernyataan para brahmin ini, dengan menjelaskan bahwa
dunia ini
terus berevolusi dan mengalami pemusnahan, serta menjelaskan
bagaimana
manusia muncul pertama kali di bumi dan bagaimana keempat
kelompok sosial
muncul. Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa kesucian
seseorang tidak
ditentukan oleh kelahiran dan garis keturunannya, tetapi oleh
moralnya dan
pengetahuannya tentang Kesunyataan Mulia.
"Barangsiapa yang berpegang pada pandangan salah dan melakukan
kejahatan,
tidaklah mulia, bagaimanapun kelahirannya. Barangsiapa yang
menerapkan
kebajikan dalam hal perkataan, perbuatan, dan pikiran, serta
mengembangkan
Boddipakkhiya Dhamma hingga kekotoran batin sepenuhnya tercabut
dalam hidup
ini, adalah yang paling tinggi, mulia di antara manusia dan
dewa, tanpa
mamandang kelahirannya."

4.3.5 Sutta Sampasadaniya
Keyakinan mendalam Bhikku Sariputta terhadap Buddha pernah
dinyatakannya
dengan sajak puji-pujian yang dibacakan secara fasih di hadapan
Sang Buddha.
Karena memperlihatkan pengungkapan gamblang tentang
kebajikan-Nya, Sang
Buddha menanyakan dia apakah dia mempunyai pengetahuan tentang
pikiran semua
Buddha, yang hidup di masa lampau, yang akan datang, dan yang
ada pada saat
itu, Moralitas, Pemusatan Pikiran, Kebijaksanaan, dan Cara
Pembebasan
Mereka.
Bhikku Sariputta mengatakan bahwa dia tidak mengakui mempunyai
pengetahuan
tentang itu, tetapi meyakinkan dirinya dengan mengungkapkan
khotbah mendetil
Dhamma yang diberikan semua Buddha -Kesempurnaan Pelaksanaan
Sila,
Penghindaran Lima Penghalang, Pelaksanaan Empat Metode
Kesadaran Teguh, dan
Penerapan Tujuh Faktor Pencerahan Mereka-hal-hal yang dapat
membimbing
menuju Pencerahan Sempurna.

4.3.6 Sutta Pasadika
Bhikku Ananda, dengan ditemani Bhikku Cunda pergi menemui Sang
Buddha untuk
memberitahu kepada-Nya berita tentang kematian Nigantha
Nataputta, pemimpin
sebuah sekte terkemuka, dan perpecahan yang telah timbul di
antara
murid-murid-Nya.
Sang Buddha memberitahu kepadanya bahwa itu merupakan hal yang
biasa dan
bisa dipastikan  terjadi akibat ajaran yang tidak diberikan
dengan benar,
tidak dibabarkan secara tepat, tidak menuntun ke pembebasan,
dan tidak
diajarkan oleh seseorang yang mencapai Pencerahan Sempurna.
Sebaliknya, Sang Buddha mengatakan bahwa jika sebuah Ajaran
diajarkan
dengan benar, dibabarkan secara tepat oleh seseorang yang telah
mencapai
Pencerahan Sempurna, tidak akan ada pandangan salah, spekulasi
tentang masa
lampau dan masa depan, atau tentang atta. Dalam Ajaran Sang
Buddha, para
bhikku diajarkan Empat Metode Kesadaran Teguh sehingga
pandangan salah dan
spekulasi dapat terhindarkan.

4.3.7 Sutta Lakkhana
Khotbah tentang tiga puluh dua tanda fisik seorang besar ini
diberikan oleh
Sang Buddha di Savatthi, di Vihara Anathapindika. Untuk orang
yang memiliki
ketiga puluh dua ciri tersebut, hanya ada dua khotbah yang
sesuai untuknya,
tidak ada yang lain lagi.
"Jika ia menjalani kehidupan berumah tangga, dia akan menjadi
Raja Kerajaan
Universal yang berkuasa dengan benar atas empat benua. Jika dia
meninggalkan
hidup berumah tangga dan melepaskan harta miliknya, dia akan
menjadi seorang
Buddha yang mencapai Pencerahan."
Sang Buddha menjelaskan ketiga puluh dua ciri fisik itu secara
rinci,
berikut keterangan tentang kebajikan yang dilakukan orang yang
memiliki
ciri-ciri fisik itu pada masa yang lampau.

4.3.8 Sutta Singala
Khotbah ini diberikan oleh Sang Buddha di Rajagaha untuk
meneguhkan
keyakinan seorang pemuda yang bernama Singala. Pemuda Singala
sering
menyembah ke arah enam titik terpenting, yaitu timur, selatan,
barat, utara,
bawah, dan atas, sesuai nasihat terakhir yang diberikan oleh
ayahnya sebelum
meninggal. Sang Buddha menjelaskan kepada pemuda ini, bahwa
sesuai dengan
Ajaran- Nya, enam arah tersebut bermakna sebagai berikut: timur
melambangkan
orang tua, selatan melambangkan guru, barat melambangkan isteri
dan anak,
utara melambangkan teman dan kenalan, bawah melambangkan
pelayan, dan atas
melambangkan para samana atau brahmana.
Sang Buddha menjelaskan selanjutnya, bahwa enam kelompok sosial
yang
disebutkan dalam khotbah ini harus diperlakukan dengan baik dan
patut
dihormati. Seseorang menghormatinya dengan menjalankan tugasnya
terhadap
mereka. Selanjutnya, tugas-tugas inilah yang dijelaskan kepada
pemuda
Singala.

4.3.9 Sutta Atanatiya
Empat Raja Surga datang menemui Sang Buddha dan memberitahukan
kepada-Nya
bahwa banyak makhluk tak terlihat yang tidak percaya dan bisa
membawa bahaya
bagi pengikut Sang Buddha. Oleh sebab itu, Raja Surga ingin
mengajarkan para
bhikku mantera pelindung yang dikenal dengan Paritta Atanatiya.
Sang Buddha
menyetujuinya dengan berdiam diri.
Kemudian, keempat Raja Surga membacakan Paritta Atanatiya, yang
disarankan
Sang Buddha kepada para bhikku, bhikkuni, dan umat awam untuk
dipelajari dan
dihafalkan sehingga mereka dapat hidup dengan tenang, terjaga,
dan
terlindungi.

4.3.10 Sutta Sangiti
Sang Buddha sedang mangadakan perjalanan dalam Negara Malla
saat Beliau
mendatangi Pava. Nigantha Nataputta baru saja meninggal dan
para pengikutnya
mengalami perselisihan dan pertengkaran, mempermasalahkan
ajaran-ajarannya.
Bhikku Sariputta yang memberikan khotbah ini menyatakan bahwa
keributan
antara sesama pengikut ajaran Nataputta ini disebabkan oleh
ajaran Nataputta
yang belum diajarkan dan dibabarkan secara benar dan tidak
membimbing menuju
pembebasan dari lingkaran kehidupan karena diajarkan oleh
seseorang yang
belum mencapai Pencerahan Sempurna.
Akan tetapi, Ajaran Sang Buddha diberikan dengan benar,
dibabarkan secara
tepat, membimbing menuju pembebasan dari lingkaran kehidupan,
dan diajarkan
oleh Sang Buddha yang telah mengalami Pencerahan Sempurna. Dia
menganjurkan
para hbikku untuk membaca Dhamma sebagaimana yang diajarkan
Sang Buddha,
dalam suasana keharmonisan dan tanpa pertengkaran sehingga
ajaran tersebut
dapat bertahan lama. Selanjutnya, dia meneruskan dengan
menyebutkan  satu
per satu Dhamma yang dikelompokkan atas dasar topik-topiknya,
seperti
Kelompok Satu, kelompok Dua, dan seterusnya hingga Kelompok
Sepuluh, untuk
mempermudah penghafalan dan pembacaan.

4.3.11 Sutta Dasuttara
Khotbah ini  juga disampaikan oleh Bhikku Sariputta, saat Sang
Buddha
sedang tinggal di Campa, dengan tujuan agar para bhikku dapat
membebaskan
diri mereka dari belenggu, dan mencapai Nibbana, akhir dari
penderitaan.
Dia mengajarkan Dhamma yang dikelompokkan menjadi beberapa
bagian menurut
topiknya, seperti Kelompok Satu, Kelompok Dua, dan seterusnya
hingga
Kelompok Sepuluh.

BAB V
MAJJHIMA NIKAYA

Kumpulan Khotbah Sang Buddha yang Menengah Panjangnya

 Kumpulan khotbah yang menengah panjangnya ini terdiri atas
seratus lima
puluh dua sutta yang dikelompokkan dalam tiga kitab, yang
disebut dengan
pannasa, yaitu:
1. "Mulapannasa", berisikan lima puluh sutta pertama dalam
bentuk lima
vagga;
2. "Majjhimapannasa", terdiri atas lima puluh sutta kedua dalam
lima vagga
juga; dan
3. "Uparipannasa" (berarti berjumlah lebih dari lima puluh),
berisi  lima
puluh dua sutta terakhir yang dikelompokkan dalam lima vagga.
 Sutta-sutta dalam nikaya ini lebih menekankan aspek sosial dan
adat
kebiasaan pada waktu itu, dan juga memberikan keterangan umum
tentang
kehidupan ekonomi dan politik.

5.1 Mulapannasa Pali

5.1.1 Mulapariyaya Vagga

5.1.1.1 Sutta Mulapariyaya
 Sang Buddha menjelaskan dasar semua gejala, terutama dua puluh
empat
kelompok seperti empat unsur (tanah, air, api, udara), makhluk
berindera,
para dewa, penglihatan-pendengaran-pikiran tentang yang
diketahui, diri
sendiri - pihak lain - keseluruhan, dan pencapaian Nibbana.
Makhluk duniawi
yang tidak terlatih tidak akan mampu mengalami sifat sebenarnya
gejala-gejala ini; hanya mereka yang mencapai pencerahan yang
dapat
melihatnya dari sudut pandang yang benar.

5.1.1.2 Sutta Sabbasava
 Dalam khotbah ini, racun mental yang menyelimuti makhluk
duniawi yang tidak
terlatih didefinisikan, dan tujuh latihan untuk membasminya
dijelaskan.

5.1.1.3 Sutta Dhammadayada
 Sutta ini berisi dua khotbah terpisah, yang pertama diberikan
oleh Sang
Buddha dan yang kedua oleh Bhikkhu Sariputta. Sang Buddha
meminta para
bhikkhu untuk menerima Bodhipakkhiya Dhamma saja sebagai
warisan dari
Beliau, dan bukan barang-barang materi seperti empat kebutuhan
mereka.
Bhikkhu Sariputta menasihati para bhikkhu untuk menjalani hidup
menyepi demi
pencapaian jhana dan berjuang untuk pencapaian Nibbana dengan
meninggalkan
ketamakan, kebencian, dan khayalan yang menyesatkan.

5.1.1.4 Sutta Bhayabherava
 Khotbah ini  menguraikan bahwa seorang bhikkhu yang menjalani
hidup menyepi
dalam hutan terpencil dapat menimbulkan bahaya bagi dirinya
sendiri jika
pikiran, perkataan, dan perbuatannya tidak suci, dan bahwa Sang
Buddha telah
menjalani kehidupan yang damai di hutan dengan baik karena
memiliki
pikiran, perkataan, dan perbuatan suci yang akhirnya
membawa-Nya menuju
Pencerahan.

5.1.1.5 Sutta Anangana
 Dalam khotbah yang diberikan atas permintaan Bhikkhu Maha
Moggallana ini,
Bhikkhu Sariputta menjelaskan empat jenis manusia:
1. orang tidak suci yang mengetahui bahwa dirinya tidak suci;
2. orang tidak suci yang tidak mengetahui bahwa dirinya tidak
suci;
3. seorang suci yang mengetahui kesuciannya; dan
4. seorang suci yang tidak mengetahui kesucian dirinya.

5.1.1.6 Sutta Akankheyya
 Inti sutta ini ialah bahwa seorang bhikkhu harus mengembangkan
sila,
samadhi, dan panna, daripada mengimpikan  kekayaan dan
ketenaran; bahwa dia
harus mengekang dirinya jika melihat adanya bahaya dalam
kesalahan yang
paling kecil sekalipun.

5.1.1.7 Sutta Vattha
 Dalam khotbah ini, Sang Buddha menjelaskan perbedaan antara
pikiran yang
tidak suci dan suci dengan memberikan contoh pakaian kotor dan
yang bersih.
Hanya pakaian bersih yang dapat menyerap zat warna; demikian
pula hanya
pikiran yang suci yang dapat memegang teguh dhamma.

5.1.1.8 Sutta Sallekha
 Dalam khotbah ini, Sang Buddha menjelaskan kepada Maha Cunda
bahwa
pandangan salah tentang atta dan loka dapat dihilangkan hanya
dengan
penyadaran vipassana. Pelatihan jhana bukan praktik sederhana
yang dapat
menghilangkan kekotoran batin; pelatihan jhana hanya menuntun
menuju
kehidupan yang membahagiakan.
 Hanya dengan menghindarkan diri dari empat puluh empat jenis
perbuatan
jahat, kita menjalankan latihan sederhana untuk menghilangkan
kekotoran
batin. Tekad untuk melakukan perbuatan baik saja sudah cukup
untuk
memberikan hasil yang baik; jika diikuti dengan perbuatan baik
yang nyata,
hasil menguntungkan yang terkumpul akan tak terukur jumlahnya.
Seseorang
yang  tenggelam dalam lumpur kekotoran inderawi tidak dapat
menyelamatkan
orang lain yang juga tenggelam dalam lumpur.

5.1.1.9 Sutta Sammaditthi
 Khotbah ini adalah uraian tentang pandangan benar yang
disampaikan oleh
Bhikkhu Sariputta di Savatthi. Perbuatan fisik, ucapan, dan
batin yang
didorong oleh ketamakan, kebencian, dan ilusi yang menyesatkan
dianggap
merupakan tindakan yang tidak benar. Jika itu semua muncul dari
ketidaktamakan, rasa cinta kasih, dan tanpa khayalan yang
menyesatkan,
perbuatan itu disebut baik. Pandangan benar adalah mengetahui
yang mana
perbuatan baik dan yang mana tidak baik; hal ini menyangkut
pelaksanaan
Empat Kesunyataan Mulia dan tidak terikat pada konsep kekekalan
atta.

5.1.1.10 Sutta Mahasatipatthana
 Khotbah yang diberikan di pusat kota Kammasadhamma ini adalah
yang sutta
paling penting yang memberikan bimbingan praktis untuk melatih
kesadaran. Di
sini diuraikan Empat Metode Kesadaran Teguh, yaitu merenungi
badan,
merenungi perasaan, merenungi pikiran, dan merenungi dhamma,
sebagai
satu-satunya cara untuk menyucikan makhluk, untuk menanggulangi
kesedihan
dan dukacita, untuk memusnahkan sepenuhnya kepedihan dan
kegelisahan, untuk
menggapai Magga Mulia, dan untuk mencapai Nibbana.
 Sutta ini muncul dalam bentuk yang sama dengan yang ada dalam
"Digha
Nikaya".

5.1.2 Sihanada Vagga

5.1.2.1 Sutta Culasihanada
 Dalam khotbah ini, yang diberikan di Savatthi, Sang Buddha
memberikan
pernyataan yang jelas bahwa empat kelompok ariya, yaitu
"penyeberang arus",
yang kembali sekali, yang tidak kembali, dan arahat, hanya ada
dalam
Ajaran-Nya dan tidak ada dalam ajaran-ajaran yang lain.

5.1.2.2 Sutta Mahasihanada
 Dalam khotbah ini, yang diberikan di Vesali, Bhikkhu Sariputta
melaporkan
kepada Sang Buddha tentang fitnah terhadap kebajikan Sang
Buddha yang
disebarkan oleh Sunakkhata, yang telah meninggalkan Ajaran-Nya.
Sang Buddha
mengatakan bahwa Sunakkhata tidak siap secara intelektual untuk
memahami
bahkan sepercik juga kebajikan Sang Buddha, seperti Sepuluh
Kekuatan,  Empat
Jenis Keyakinan Tertinggi, dan Sabbannuta Nana yang tidak
merosot hingga
saat Parinibbana. Beliau selanjutnya menguraikan  lima tujuan
kehidupan
selanjutnya dan perbuatan yang mengakibatkannya, serta juga
kepercayaan dan
praktik salah para petapa telanjang yang berada di pihak
Sunakkhata.

5.1.2.3 Sutta Mahadukkhakkhanda
 Khotbah ini diberikan di Savatthi untuk membuktikan bahwa
petapa telanjang
salah jika mereka mencoba menunjukkan bahwa jalan yang mereka
ikuti dan
ajaran yang mereka berikan sama dengan dhamma yang dibabarkan
Sang Buddha.
Sang Buddha juga menjelaskan kepada para bhikkhu kenikmatan
inderawi,
kesalahan dan bahayanya, dan cara untuk melepaskan diri dari
kenikmatan itu.
Sang Buddha menjelaskan selanjutnya bahwa di luar Ajaran-Nya,
dhamma-dhamma
ini tidak dikenal dan tidak ada pihak lain kecuali Sang Buddha
dan
murid-murid-Nya yang dapat mengajarkan dhamma-dhamma tersebut.

5.1.2.4 Sutta Culadukkhakkhanda
 Khotbah ini diberikan oleh Sang Buddha di Kapilavatthu kepada
Pangeran Suku
Sakya, Mahanama, untuk memberikan penjelasan kepadanya atas
permintaannya,
tentang bagaimana ketamakan, kebencian, dan kebodohan dapat
menyebabkan
kekotoran batin dan penderitaan.

5.1.2.5 Sutta Anumana
 Khotbah ini diberikan oleh Bhikkhu Maha Moggallana kepada
banyak bhikkhu di
Susumaragira, Negera Bhagga. Mereka dianjurkan  untuk memeriksa
apakah telah
membuang dari diri mereka enam belas jenis sifat buruk, seperti
keinginan di
luar batas, menghina orang lain dan memuji diri sendiri, marah,
dan
sebagainya. Jika enam belas jenis dhamma yang tidak
menguntungkan ini
terdapat dalam diri seseorang, usaha tertentu harus dilakukan
untuk bisa
membebaskan diri mereka.

5.1.2.6 Sutta Cetokhila
 Khotbah yang diberikan oleh Sang Buddha di Savatthi ini
menyinggung lima
jenis duri batin, yaitu: keragu-raguan akan Sang Buddha,
keragu-raguan akan
Dhamma, keragu-raguan akan Samgha, keragu-raguan akan kekuatan
latihan sila,
samadhi, dan panna, perasaan dendam dan kebencian terhadap
bhikkhu tua. Di
sini juga disinggung tentang lima belenggu, yaitu: keterikatan
pada
keinginan hawa nafsu, keterikatan pada diri sendiri,
keterikatan pada
benda-benda materi, makan dan tidur berlebih-lebihan, dan
menjalankan
kehidupan suci dengan tujuan terbatas hanya untuk mencapai
kehidupan yang
membahagiakan. Duri dan belenggu mental ini adalah halangan
untuk mencapai
pembebasan dari dukkha. Semuanya harus dihapuskan dan dibasmi
untuk bisa
mencapai Nibbana.

5.1.2.7 Sutta Vanapattha
 Khotbah ini, yang diberikan di Savatthi, menyangkut pilihan
tempat yang
sesuai untuk seorang bhikkhu. Seorang bhikkhu harus memilih
lapangan di
tengah hutan atau desa, atau tempat terpisah sebagai tempat
tinggal dan
sarana pendukung latihannya. Jika menemukan suatu tempat yang
tidak
menguntungkan untuk perkembangan batinnya atau tidak mendukung
kebutuhan
hidupnya, dia harus meninggalkan tempat itu segera.
 Jika tempat itu menyediakan kebutuhan materil, tetapi tidak
menguntungkan
untuk perkembangan batin, dia harus meninggalkan tempat itu
juga. Akan
tetapi, jika terbukti menguntungkan untuk kemajuan batin,
bahkan walaupun
jika kebutuhan materil yang tersedia sedikit, bhikkhu itu harus
tetap
tinggal di tempat itu. Jika kondisi suatu tempat menguntungkan
baik untuk
perkembangan batin maupun penyediaan kebutuhan hidup, dia harus
tinggal di
tempat tersebut selama hidupnya.

5.1.3.4 Sutta Rathavinita
 Sutta ini menceritakan dengan panjang lebar percakapan antara
Bhikkhu
Sariputta dan Bhikkhu Punna di Savatthi, tentang tujuh tahap
kesucian,
seperti kesucian sila, kesucian pikiran, kesucian pandangan,
dan sebagainya,
yang harus dilewati sebelum mencapai Nibbana.

5.1.3.5 Sutta Nivapa
 Khotbah ini diberikan oleh Sang Buddha di Savatthi tentang
jerat yang
menghadang para bhikkhu dalam perjuangannya, dengan mengambil
analog seorang
pemburu, pengikut pemburu, padang rumput, dan empat kelompok
rusa. Pemburu
melambangakan Mara, kawanan pengikut pemburu melambangkan
pengikut Mara,
padang rumput adalah kenikmatan duniawi, dan empat kelompok
rusa adalah
empat jenis petapa yang meninggalkan hidup berumah tangga.

5.1.3.6 Sutta Pasarasi
 Sutta yang diberikan oleh Sang Buddha di Savatthi ini juga
dikenal dengan
nama "Sutta Ariyapariyesana". Sang Buddha menceritakan
kehidupan-Nya, mulai
dari saat Beliau dilahirkan dalam alam manusia sebagai putera
Raja
Suddhodana hingga saat pembabaran khotbah agung Pemutaran Roda
Dhamma,
menceritakan dengan rinci pelepasan hidup duniawi-Nya, praktik
pertapaan-Nya
mula-mula secara ekstrim yang salah, dan akhirnya penemuan
Jalan Mulia
Beruas Delapan. Sebenarnya, tekanan diletakkan dalam dua usaha
yang berbeda
jenisnya, yaitu: yang Mulia dan yang Hina. Beliau menjelaskan
bahwa sungguh
tidak bijaksana untuk mengikuti kesenangan nafsu duniawi yang
menyebabkan
seseorang bertambah tua, diserang penyakit, dan mengalami
kematian. Usaha
yang paling mulia ialah mencari cara yang dapat membebaskan
seseorang dari
usia tua, sakit, dan kematian.

5.1.3.7 Sutta Culahatthipadopama
 Sutta ini diberikan Sang Buddha di Savatthi. Brahmin Janussoni
menanyai
petapa pengelana Pilotika, yang  baru saja menemui Sang Buddha,
apakah dia
mengetahui semua kebajikan dan kemampuan Sang Buddha. Petapa
ini  menjawab
bahwa hanya seorang Buddha yang telah menyamai Buddha lainlah
yang dapat
saling mengetahui kebajikan satu terhadap yang lain. Baginya,
dia hanya
dapat melatih daya khayal sesuai dengan kemampuannya,
sebagaimana seorang
pemburu  memperkirakan besarnya gajah dari ukuran jejak
kakinya.
 Kemudian, saat Brahmin Janussoni pergi menemui Sang Buddha,
dan
menceritakan perbincangannya dengan petapa pengelana itu, Sang
Buddha
menceritakan kepadanya bahwa patokan jejak kaki seekor gajah
saja masih
mungkin menyesatkan.  Hanya jika seseorang mengikuti jejak
tersebut, dan
melihat binatang tersebut di depannya, pengukuran yang benar
dapat dilakukan
dengan tepat. Jadi, semua kebajikan Sang Buddha dan Ajaran-Nya
dapat
dihargai dan dipahami hanya apabila seseorang mengikuti Ajaran
tersebut dan
melatihnya sebagaimana yang diajarkan kepadanya hingga tercapai
tujuan akhir
tingkat Arahat.

5.1.3.8 Sutta Mahahatthipadopama
 Khotbah ini diberikan oleh Bhikkhu Sariputta  kepada para
bhikkhu di
Savatthi, dengan  mengambil perumpamaan jejak kaki seekor
gajah. Dia
menjelaskan bahwa sebagaimana jejak semua binatang bisa berada
di dalam
jejak kaki gajah, demikian pula semua dhamma yang menguntungkan
terkandung
dalam Empat Kesunyataan Mulia.


Guide To Tipitaka 1
 
Guide To Tipitaka 2
Guide To Tipitaka 3
 Main Page
 Guide To Tipitaka 4
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads