5.1.2.8 Sutta Madhupindika
Seorang pangeran Sakya, bernama Dandapani, pernah menanyakan
Sang Buddha di
Kapilavatthu tentang ajaran apa yang dibabarkan- Nya. Sang
Buddha menjawab
bahwa Ajaran-Nya ialah yang tidak dapat digapai oleh setiap
brahmin atau
Mara, yaitu: tidak hidup dalam keributan dengan setiap orang di
dunia, tidak
tergoda oleh kesan- kesan inderawi (sanna), tidak diganggu
oleh
keragu-raguan, dan tidak melekat pada bentuk kehidupan apapun.
5.1.2.9 Sutta Dvedavitakka
Khotbah ini diberikan oleh Sang Buddha di Savatthi untuk
menjelaskan dua
jenis pemikiran: yang menguntungkan dan tidak menguntungkan.
Para bhikkhu
harus berlatih memahami kebaikan memiliki pikiran yang
menguntungkan, dan
bahaya pikiran yang merugikan.
5.1.2.10 Sutta Vitakkasanthana
Khotbah ini diberikan Sang Buddha di Savatthi, menceritakan
tentang
bagaimana memerangi pikiran merugikan yang muncul dengan
menggunakan pikiran
yang menguntungkan. Sebagai contoh, ketamakan dan khayalan
nafsu inderawi
harus dihapuskan dengan merenungi objek keinginan yang tidak
menyenangkan
dan tidak kekal, rasa dendam dan benci harus dihadapi dengan
pikiran cinta
kasih, dan kebodohan harus ditanggulangi dengan mencari
penjelasan dan
bimbingan dari guru.
5.1.3 Opamma Vagga
5.1.3.1 Sutta Kakacupama
Khotbah ini diberikan Sang Buddha di Savatthi dalam
hubungannya dengan
Bhikkhu Moliyaphagguna yang sangat akrab dengan para bhikkhuni.
Sewaktu
orang lain mengritiknya karena terlalu dekat dengan bhikkhuni,
dia marah dan
bertengkar dengan para bhikkhu yang mengritiknya.
Pada saat Sang Buddha menegur dan menasihatinya untuk menjauhi
para
bhikkhuni dan mengendalikan perangainya; dia tetap berkeras
kepala. Sang
Buddha menunjukkan bahaya bertabiat buruk dan menasihati
bhikkhu-bhikkhu
lain untuk tetap mengendalikan tabiat mereka masing-masing;
tidak kehilangan
kesabaran walaupun orang lain menyiksa mereka.
5.1.3.2 Sutta Alagaddupama
Khotbah ini diberikan oleh Sang Buddha di Savatthi. Bhikkhu
Arittha salah
memahami Ajaran Sang Buddha dan tetap berpikiran bahwa Sang
Buddha
menunjukkan cara-cara untuk menikmati kesenangan inderawi
tanpa
membahayakan perkembangan seseorang dalam melatih Ajaran
tersebut. Ketika
Sang Buddha memprotes pandangan salahnya tersebut, dia tetap
tidak
mengindahkannya.
Kemudian Sang Buddha memberitahukan kepada para bhikkhu cara
yang salah dan
benar dalam mempelajari dhamma, dengan memberikan perbandingan
seorang
penangkap ular dan sebuah rakit.
5.1.3.3 Sutta Vammika
Khotbah ini diberikan Sang Buddha di Savatthi. Bhikkhu
Kumarakassapa
ditanyai oleh seorang dewa lima belas pertanyaan, yang
selanjutnya ia
sampaikan kepada Sang Buddha untuk dimintai penjelasan. Sang
Buddha
menjelaskan kepadanya makna pertanyaan- pertanyaan tersebut dan
membantunya
dalam menjawab.
5.1.3.9 Sutta Mahasaropama
Khotbah ini diberikan oleh Sang Buddha di Rajagaha dalam
kaitannya dengan
Devadatta yang telah merasa puas dengan kekayaan dan ketenaran
sebagai
akibat pencapaian kekuatan saktinya, dan usahanya meninggalkan
Ajaran yang
menimbulkan perpecahan dalam Persamuan. Sang Buddha mengatakan
bahwa
Ajaran-Nya tidak ditujukan untuk mendapatkan kekayaan dan
ketenaran-yang
menyerupai penonjolan dan percabangan ranting dari sebatang
pohon-, bukan
untuk penyempurnaan sila-seumpama kulit kerak luar pohon-, juga
bukan hanya
untuk bisa mengembangakn pemusatan pikiran dan mendapatkan
kekuatan
gaib-seperti kulit batang pohon-. Dhamma diajarkan supaya kita
bisa mencapai
tingkat Arahat, pembebasan mulia-yang merupakan inti batang
pohon-.
5.1.3.10 Sutta Culasaropama
Khotbah ini diberikan oleh Sang Buddha di Savatthi sehubungan
dengan
Brahmin Pingalakoccha yang menanyai Sang Buddha apakah semua
enam guru yang
menyatakan dirinya Buddha telah benar-benar mencapai
Pencerahan. Sang Buddha
menjelaskan bahwa latihan Brahmacariya diajarkan oleh seorang
Buddha akan
mengarahkan ke tingkat Arahat, bukan hanya untuk mendapatkan
kekayaan dan
ketenaran, atau kekuatan sakti.
5.1.4 Mahayamaka Vagga
5.1.4.1 Sutta Culagosinga
Bhikkhu Anuruddha, Bhikkhu Nandiya, dan Bhikkhu Kimila sedang
tinggal
bersama-sama di Taman Hutan Gosinga. Sang Buddha mengunjungi
mereka dan
memuji cara hidup mereka, melatih hidup suci dengan
keharmonisan sempurna
dan saling pengertian di antara mereka, sehingga menambah
keindahan taman
hutan tersebut.
5.1.4.2 Sutta Mahagosinga
Suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di hutan Gosinga,
Bhikkhu Sariputta
menanyakan kepada-Nya, "Siapa yang memperindah hutan ini dan
menambah
kenyamanannya?" Khotbah ini memuat jawaban- jawaban yang
diberikan Bhikkhu
Revata, Anuruddha, Maha Kassapa, Maha Moggallana, Sariputta,
dan Sang Buddha
sendiri.
5.1.4.3 Sutta Mahagopalaka
Khotbah ini, yang diberikan Sang Buddha di Savatthi,
menjelaskan kondisi
yang memungkinkan Ajaran untuk tumbuh dan berkembang, dan
kondisi yang bisa
menyebabkannya mundur dan runtuh. Contohnya ialah seorang
gembala. Jika
gembala tersebut dilengkapi dengan sebelas keahlian untuk
mengatur dan
merawat hewan gembalaannya, akan terdapat perkembangan dan
pertumbuhan
hasil kerjanya. Demikian pula, jika seorang bhikkhu mempunyai
keahlian dan
melaksanakan sebelas faktor, seperti: pengetahuan akan
kebenaran tentang
khandha, melatih sila, samadhi dan panna, dan sebagainya,
Ajaran itu akan
tumbuh dan berkembang.
5.1.4.4 Sutta Culagopalaka
Khotbah ini menyangkut sebelas faktor, yang jika gagal
dipenuhi akan
menyebabkan kemerosotan dan penghancuran Ajaran. Sama halnya
dengan hewan
yang berada di bawah penjagaan gembala yang tidak bijaksana dan
tidak ahli,
menyeberangi sungai dari tempat yang salah di bagian tepi dan
akibatnya
terperosok, tidak berhasil mencapai sisi seberang, demikian
pula pengikut
Ajaran yang tidak mempunyai pengetahuan akan kebenaran,
khandha, dan
sebagainya, hanya akan menjumpai kehancuran.
5.1.4.5 Sutta Culasaccaka
Khotbah ini diberikan di Vesali; memberikan uraian panjang
perdebatan
antara Sang Buddha dengan Saccaka, petapa pengelana, tentang
atta. Saccaka
mempertahankan pendapatnya bahwa rupa, vedana, sanna, sankhara,
dan vinnana
adalah atta seseorang. Atta- lah yang menikmati hasil perbuatan
baik dan
menderita sebagai akibat perbuatan jahat. Sang Buddha
menyalahkan teori itu
dengan memberikan bukti bahwa tidak ada khandha yang disebut
atta, semuanya
mengikuti hukum anicca, dukkha, dan anatta, serta tidak berada
di bawah
kendali seseorang. Saccaka harus mengakui kekalahannya ini di
hadapan para
pengikutnya.
5.1.4.6 Sutta Mahasaccaka
Saccaka yang sama, petapa pengelana, datang kembali menjumpai
Sang Buddha
pada keesokan hari dan bertanya tentang pelatihan pikiran dan
badan jasmani.
Dia hanya mengetahui metode yang salah untuk mengembangkan
pemusatan
pikiran. Sang Buddha menjelaskan kepada Saccaka berbagai
latihan yang pernah
dilaksanakan-Nya dan kesalahan yang pernah dibuat-Nya hingga
menemukan Jalan
Tengah, yang akhirnya menuntun-Nya menuju Pencerahan.
5.1.4.7 Sutta Culatanhasankhaya
Atas pertanyaan raja para dewa tentang bagaimana seorang murid
Sang Buddha
melatih dirinya untuk mencapai Nibbana, Sang Buddha
memberikannya sebuah
uraian singkat tentang bagaimana seorang perumah tangga,
setelah
meninggalkan kehidupan rumah tangganya, menjalankan pelatihan
yang akhirnya
memurnikan pikirannya dari semua kekotoran batin, dan
membimbingnya mencapai
tujuan akhir.
5.1.4.8 Sutta Mahatanhasankhaya
Seorang murid Sang Buddha, bernama Sati, memiliki pandangan
bahwa Sang
Buddha mengajarkan, "Kesadaran yang sama berpindah dan
berkelana."
Murid-murid yang lain mencoba untuk memperbaiki pandangan
kelirunya itu,
tetapi tidak berhasil. Sang Buddha memberitahukan kepadanya
bahwa Beliau
tidak pernah mengajarkan pandangan yang salah tersebut. Beliau
hanya
mengajarkan, "Kesadaran muncul dari kondisi; tidak akan timbul
kesadaran
jika tidak ada keadaan yang menyebabkannya."
5.1.4.9 Sutta Maha-assapura
Orang-orang Assapura, pusat kota di Negera Anga, sangat
mengabdikan diri
pada Buddha, Dhamma, dan Samgha, mereka membantu dan menolong
anggota-anggota Persamuan dengan menawarkan kepada mereka
kebutuhan-kebutuhan bhikkhu. Sebagai ungkapan rasa terima kasih
atas
dukungan mereka, Sang Buddha menghimbau para bhikkhu untuk
berusaha keras
dalam latihan mereka dan mempraktikkan dhamma, sehingga maju
tahap demi
tahap, yaitu: mulai dari menghindari perbuatan jahat dengan
mengendalikan
perbuatan fisik dan ucapan, untuk meningkat ke pengendalian
melalui
meditasi, kemudian menuju pencapaian empat jhana, dan akhirnya
ke tahap yang
telah bebas dari semua kekotoran batin dan mencapai Nibbana.
5.1.4.10 Sutta Cula-assapura
Sebagai ungkapan terima kasih atas dukungan yang diberikan
umat awam
Assapura, sebuah pusat kota di Negera Anga, Sang Buddha
memerintahkan para
bhikkhu untuk bisa mencapai tingkat samana dan brahmana. Samana
berarti
seseorang yang telah bisa mengendalikan nafsunya; brahmana
adalah orang
yang telah membebaskan diri dari kekotoran batin. Dengan
demikian, seorang
bhikkhu harus mematuhi tata tertib dan berlatih sesuai dengan
ajaran Sang
Buddha sehingga dia bisa melenyapkan kedua belas kekotoran,
seperti iri
hati, kebencian, penipuan, pandangan salah, dan seterusnya.
5.1.5 Culayamaka Vagga
5.1.5.1 Sutta Saleyyaka
Penjelasan di bagian ini diberikan kepada penduduk desa Sala
tentang
sepuluh perbuatan tercela yang dapat menuntun menuju kesengsaraan
dan
kesedihan, dan sepuluh perbuatan berpahala yang dapat mengakibatkan
kelahiran di alam yang membahagiakan.
5.1.5.2 Sutta Veranjaka
Khotbah ini diberikan kepada umat perumah tangga Veranja,
menyangkut hal
yang sama dengan yang ada dalam "Sutta Saleyyaka".
5.1.5.3 Sutta Mahavedalla
Bhikkhu Mahakotthika menanyakan banyak hal kepada Bhikkhu Sariputta
di
Savatthi mengenai orang tak terlatih yang tidak memiliki panna,
dan
orang
terlatih yang memiliki panna, tentang vinnana dan vedana, tentang
perbedaan
antara panna dan vinnana, dan banyak hal lagi. Bhikkhu Sariputta
memberikan
jawaban yang jelas atas semua pertanyaannya itu.
5.1.5.4 Sutta Culavedalla
Theri Dhammadinna diberi banyak pertanyaan oleh seorang perumah
tangga
Visakha tentang kepribadian (sakkaya), sumber sakkaya, lenyapnya
sakkaya,
dan jalan menuju lenyapnya sakkaya. Semua pertanyaanya dijawab
dengan baik
oleh theri tersebut.
5.1.5.5 Sutta Culadhammasamadana
Sutta ini menguraikan empat latihan yang menyangkut:
1. kehidupan menyenangkan saat sekarang, diikuti dengan akibat yang
menyedihkan di masa mendatang;
2. kehidupan yang tidak menyenangkan sekarang, diikuti dengan akibat
yang
tidak menyenangkan pula di masa mendatang;
3. kehidupan yang tidak menyenangkan sekarang, diikuti dengan
kehidupan yang
menyenangkan di masa mendatang; dan
4. kehidupan menyenangkan sekarang, diikuti dengan kehidupan
menyenangkan
pula di masa mendatang.
5.1.5.6 Sutta Mahadhammasamadana
Dalam khotbah ini, empat latihan seperti yang diuraikan di "Sutta
Culadhammasamadana" dijelaskan lebih rinci dengan mengambil
perumpamaan
sari-buah beracun, salam yang ramah, dan persiapan pengobatan
kencing-lembu.
5.1.5.7 Sutta Vimamsaka
Setiap protes terhadap Ajaran Agama Buddha harus dapat dibuktikan
sebagaimana tercantum dalam sutta ini. Prosedur lengkap untuk
meneliti
protes seperti ini ditetapkan di sini.
5.1.5.8 Sutta Kosambiya
Khotbah tentang sikap cinta kasih yang harus dijadikan dasar
hubungan
dengan orang-orang di sekitar kita ini diberikan oleh Sang
Buddha kepada
para bhikkhu di Kosambi yang hidup tidak harmonis karena
pertikaian atas
hal-hal yang kecil.
5.1.5.9 Sutta Brahmanimantanika
Brahma Baka mempunyai pandangan keliru tentang kekekalan,
dengan
mempercayai konsep kekekalan, kekonstanan, dan keawetan. Sang
Buddha
menunjukkan kepadanya kesalahan pandangannya itu.
5.1.5.10 Sutta Maratajjaniya
Ini adalah uraian panjang yang diberikan oleh Bhikkhu Maha
Moggallana
tentang bagaimana Mara menyiksanya dengan menyebabkan rasa
sakit di lambung.
Dia harus membujuk Mara untuk berhenti mengganggunya dengan
mengatakan
kepada Mara bahwa dia pernah menjadi paman Mara pada masa
Buddha Kakusandha.
5.2 Majjhimapannasa Pali
5.2.1 Gahapati Vagga
5.2.1.1 Sutta Kandaraka
Khotbah ini disampaikan di Campa dalam hubungannya dengan
Kandaraka,
petapa pengelana, dan Pessa, anak penunggang gajah, yang kagum
akan
keheningan yang diciptakan oleh sekumpulan besar para bhikkhu.
Mereka sama
sekali tidak bersuara, bahkan tidak ada suara batuk atau bersin
sekali pun.
Sang Buddha menjelaskan bahwa ketenangan itu adalah berkat
pelaksanaan
samadhi dan hasil pelatihan Empat Metode Kesadaran Teguh. Sang
Buddha juga
menjelaskan empat jenis orang yang melaksanakan meditasi.
5.2.1.2 Sutta Atthakanagara
Perumah tangga Dasama di Atthaka ingin mengetahui apakah ada
dhamma tunggal
yang dapat menghasilkan pembebasan dan pencapaian Nibbana.
Bhikkhu Ananda
menginformasikan kepadanya sekolompok dhamma, berjumlah
sebelas, yaitu:
empat jhana, praktik empat Brahmavihara, dan Akasanancayatana,
Vinnanancayatana, Akincannayatana. Perenungan sifat
ketidakkekalan
masing-masing dhamma ini akan menuntun ke pencapaian Nibbana.
5.2.1.3 Sutta Sekha
Khotbah ini diberikan oleh Bhikkhu Ananda kepada suku Sakya
yang dipimpin
Pangeran Mahanama. Bhikkhu Ananda menjelaskan jalan yang
terdiri atas tiga
langkah (sila, samadhi, dan panna) yang harus dilaksanakan
seorang
simpatisan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi dan
berpuncak
pada pengetahuan tentang lenyapnya asava.
5.2.1.4 Sutta Potaliya
Potaliya telah meninggalkan kehidupan duniawi dengan maksud
menjalankan
hidup suci. Saat Sang Buddha melihatnya berpakaian sederhana
sehari-hari,
Beliau menemuinya dalam bentuk "Gahapati", seorang perumah
tangga, yang
menyebabkannya berkecil hati. Sang Buddha menjelaskan kepadanya
bahwa dalam
kamus "Vinaya", seseorang disebut telah meninggalkan hidup
duniawi jika dan
hanya jika ia telah menghindari pembunuhan, pencurian,
berbohong, memfitnah,
berpantang, tidak sombong, serta bisa mengendalikan amarah.
5.2.1.5 Sutta Jivaka
Khotbah ini diberikan di Rajagaha dalam hubungannya dengan
Jivaka, tabib
terkemuka, yang menanyakan apakah benar Sang Buddha memakan
daging hewan
yang sengaja dibunuh untuk-Nya. Sang Buddha memberitahukan
kepadanya bahwa
Beliau telah menetapkan peraturan bagi para bhikkhu untuk tidak
memakan
daging hewan yang mereka dengar atau katakan atau yakin
berdasarkan bukti
kuat bahwa daging tersebut sengaja dipersiapkan untuk mereka.
Selanjutnya,
seorang bhikkhu tidak boleh menunjukkan nafsu yang kuat atau
rakus saat
makan; dia harus makan dengan pikiran bahwa makanan itu hanya
untuk memenuhi
kebutuhan badan jasmani dan mempertahankan hidupnya agar bisa
mengikuti
jalan menuju Pembebasan.
5.2.1.6 Sutta Upali
Seorang murid awam yang kaya dan terkenal dari Nigantha
Nataputta, Upali,
dikirim oleh gurunya itu untuk menjumpai Sang Buddha dan
mengalahkan-Nya
dalam berargumentasi tentang beberapa aspek teori Kamma.
Nigantha menekankan
bahwa perbuatan badan jasmani dan ucapanlah yang lebih
produktif dalam
menghasilkan efek, sementara itu Sang Buddha mempertahankan
bahwa tekad atau
tindakan batinlah yang utama. Berkat khotbah-Nya, Sang Buddha
mengubah
pendirian Upali, dan akibat dari tertekan oleh kemarahan besar
karena
kekalahan muridnya, Nataputta meninggal.
5.2.1.7 Sutta Kukkuravatika
Khotbah ini, yang diberikan Sang Buddha kepada dua petapa
telanjang, Punna
dan Seniya, di pusat kota Koliya, menyangkut empat jenis
perbuatan dan empat
jenis pengaruh yang dihasilkannya:
1. perbuatan hitam yang mengakibatkan hasil yang hitam;
2. perbuatan putih yang akan menghasilkan hasil yang putih;
3. perbuatan yang hitam dan putih, yang memberikan hasil yang
hitam dan
putih pula; dan
4. perbuatan yang bukan hitam atau putih, dan akan
mengakibatkan hasil yang
bukan hitam maupun putih.
5.2.1.8 Sutta Abhayarajakumara
Pangeran Abhayarajakumara dikirim oleh Nigantha Nataputta
untuk menanyakan
kepada Sang Buddha apakah Beliau mengucapkan kata-kata yang
tidak baik
tentang kehidupan selanjutnya Devadatta. Sang Buddha
menyebutkan enam motif
ucapan, yang dua di antaranya digunakan-Nya, yaitu: kata-kata
yang benar dan
bermanfaat, tetapi tidak enak didengar pihak lain, serta
kata-kata yang
benar, bermanfaat, dan menyenangkan pihak lain.
5.2.1.9 Sutta Bahuvedaniya
Khotbah ini diberikan di Savatthi untuk menjelaskan berbagai
jenis vedana
yang mungkin dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: vedana sukha dan
vedana
dukkha, atau tiga jika memasukkan vedana upekkha, atau lima, enam,
delapan
delas, tiga puluh enam, atau seratus delapan, bergantung pada cara
pengelompokannya. Perasaan biasa yang muncul dari kesenangan inderawi
disebut sebagai sukha, atau kegembiraan. Akan tetapi, Sang Buddha mengatakan
bahwa puncak kebahagiaan ialah pancapaian nirodha samapatti.
5.2.1.10 Sutta Apannaka
Khotbah ini diberikan Sang Buddha kepada penduduk desa Sala di Negera
Kosala yang belum menerima satupun ajaran yang diberikan para pemimpin
berbagai sekte yang mengunjungi desa tersebut. Sang Buddha menunjukkan
kepada mereka jalan yang benar yang tidak akan menyebabkan mereka tersesat.
Pandangan salah berwawasan sekte selanjutnya dibandingkan dengan pandangan
benar yang dibabarkan Sang Buddha. Beliau juga menjelaskan kerugian
pandangan salah dan keuntungan pandangan benar.
5.2.2 Bhikkhu Vagga
5.2.2.1 Sutta Ambalatthikarahulovada
Dalam khotbah ini, yang diberikan di Rajagaha, Sang Buddha memperingatkan
putera-Nya Rahula, seorang samanera berusia tujuh tahun, tentang perlunya
melaksanakan janji moral dasar kebenaran dan melatih kesadaran, dengan
memberikan perumpamaan pot bunga yang diletakkan terbalik, gajah kerajaan,
dan cermin.
5.2.2.2 Sutta Maharahulovada
Khotbah tentang lima khandha ini diberikan di Savatthi oleh Sang Buddha
kepada Rahula pada saat dia berusia delapan belas tahun. Bhikkhu Sariputta
juga mengajarkan Rahula meditasi Anapana. Sang Buddha selanjutnya
menjelaskan kepadanya keuntungan meditasi Anapana dan memberikannya
khotbah
lain tentang empat unsur agung.
5.2.2.3 Sutta Culamalukya
Khotbah ini diberikan di Savatthi kepada Bhikkhu Malukya. Bhikkhu ini
menghentikan meditasinya suatu sore, lalu pergi menemui Sang Buddha
dan
menanyakan pertanyaan klasik yang umum, yaitu: apakah alam semesta
ini kekal
atau tidak (dan seterusnya), apakah jiwa sama dengan badan jasmani,
atau
jiwa dan badan jasmani terpisah (dan seterusnya), dan apakah setelah
kematian ada atau tidak ada kehidupan.
Sang Buddha menjelaskan bahwa usaha menjalankan kehidupan suci tidak
bergantung pada pandangan-pandangan seperti itu. Apapun pandangan yang
dipegang seseorang, akan tetap ada kelahiran, keadaan tua, kematian,
kesedihan, dukacita, sakit, dan kesengsaraan. Sang Buddha mengatakan
bahwa
Beliau mengajarkan hanya tentang dukkha, sebab timbulnya dukkha, lenyapnya
dukkha, dan cara menuju lenyapnya dukkha.
5.2.2.4 Sutta Mahamalukya
Khotbah ini diberikan kepada Bhikkhu Malukya di Savatthi untuk menjelaskan
lima belenggu, yaitu kepercayaan sekteisme, keragu- raguan, keterikatan
pada
praktik salah, nafsu keinginan, dan kebencian, yang mengarahkan makhluk
ke
kehidupan selanjutnya yang lebih rendah.
5.2.2.5 Sutta Bhaddali
Khotbah ini, yang diberikan di Savatthi, adalah penjelasan panjang
kepada
Bhikkhu Bhaddali yang menolak mematuhi peraturan untuk tidak makan
setelah
siang hari dan pada malam hari. Sang Buddha menjelaskan alasan para
bhikkhu
yang mengikuti Ajaran harus mematuhi tata tertib yang telah ditetapkan-Nya.
5.2.2.6 Sutta Latukikopama
Khotbah ini diberikan kepada Bhikkhu Udayi dalam hubungannya dengan
pelaksanaan peraturan/tata tertib dan janji hidup. Jika lima kekuatan
(bala), yaitu: keyakinan, tenaga, kesadaran, pemusatan pikiran, dan
penyadaran tidak dikembangkan dengan baik, para bhikkhu akan merasakan
bahwa
pengendalian diri yang gampang, seperti tidak makan setelah melewati
tengah
hari atau pada malam hari, sangat membosankan dan susah dilaksanakan.
Akan
tetapi, jika kelima bala telah dikembangkan dengan sempurna, bahkan
peraturan yang keras sekalipun dapat dipatuhi tanpa kesulitan atau
perasaan
tidak enak.
5.2.2.7 Sutta Catuma
Khotbah ini diberikan di Catuma kepada murid-murid Bhikkhu Sariputta
dan
Bhikkhu Maha Moggallana, yang datang bersama-sama dengan lima ratus
bhikkhu
untuk menemui Sang Buddha. Kelima ratus bhikkhu itu sangat ribut. Sang
Buddha menolak menjumpai mereka pada awalnya, tetapi kemudian merasa
kasihan
dan mengajarkan mereka tentang bahaya-bahaya yang mengancam kehidupan
seorang bhikkhu. Sama halnya dengan bahaya dan kecelakaan di wilayah
perairan, misalnya gelombang badai, buaya, arus pusaran, dan ikan paus,
demikian pula terdapat bahaya yang harus senantiasa diwaspadai oleh
seorang
bhikkhu, yaitu kebencian terhadap mereka yang mengajar dan mengarahkan
mereka, ketidakpuasan terhadap peraturan selama mengikuti latihan seperti
yang menyangkut makanan, perempuan, atau kenikmatan inderawi.
5.2.2.8 Sutta Nalakapana
Khotbah yang diberikan kepada Bhikkhu Anuruddha dan penduduk desa
Nalakapana ini untuk menjelaskan bahwa jika seorang bhikkhu tidak mencapai
tingkat Magga dan Phala yang lebih tinggi, kemampuan kekuatan batin
dapat
membahayakan dirinya. Sang Buddha sendiri membahas tujuan orang-orang
yang
meninggalkan kehidupan berumah tangga bukanlah mencari pujian dan rasa
kagum
dari masyarakat terhadapnya, tetapi membangkitkan semangat dan keyakinan
bagi murid-muridnya.
5.2.2.9 Sutta Goliyani
Khotbah ini diberikan di Rajagaha oleh Bhikkhu Sariputta kepada Bhikkhu
Goliyani mengenai delapan belas dhamma yang harus dilaksanakan seorang
bhikkhu yang tinggal di hutan.
5.2.2.10 Sutta Kitagiri
Khotbah ini diberikan di pusat kota Kitagiri tentang keuntungan
makan
hanya sebelum tengah hari dan kerugian makan pada malam hari.