Bagian 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
GERILYAWAN BAWAH TANAH
Gelap. Dingin. Terowongan bawah tanah itu seakan tak berujung.
Sersan Arnold Gutierrez merayap masuk. Otot-ototnya serasa beku karena
cengkeraman rasa takut. Sorotan senternya menyingkap hanya beberapa
meter ke depan. Sungguh ironis, pikirnya. Cahaya senter yang
membantunya menghindari titik-titik perangkap dalam lorong sempit yang
gelap itu, justru menjadi petunjuk bagi musuh untuk mengarahkan
tembakan jitu.
Saat itu bulan April 1966. Sudah empat bulan berlalu sejak
pasukan Operasi Crimp AS diturunkan ke Vietnam. Sejauh ini belum banyak
yang berhasil dilakukan 8000 tentara berperalatan lengkap itu. Viet
Cong bergerilya dengan cara yang tak pernah dihadapi pasukan AS dalam
perang mana pun. Mereka muncul dan menghilang dengan cepat dan
misterius.
Komandan Batalion I, Letkol Robert Haldane, baru menyadari ini
dalam pertempuran yang mereka lakukan di perkebunan karet pinggiran
kota Cu Chi. Tentara Viet Cong yang terlihat di sela-sela pohon karet
tiba-tiba lenyap dari pandangan, tanpa jejak. Beberapa meter dari
pinggir kebun itu, anak buahnya dari Kompeni B pimpinan Terry Christy
terperosok ke dalam sebuah parit lebar. Di situlah untuk pertama kali
pasukan AS menemukan tanda-tanda fisik jaringan terowongan bawah tanah
ekstensif milik Viet Cong.
Gutierrez mengambil sebatang kayu dan kawat, mengikat
senternya pada kayu itu dan mengangkatnya setinggi mungkin dalam lorong
beratap rendah dengan tangan kirinya. Tangan kanannya siaga dengan
pistol kaliber .22 dan pisau. Sersan yang sudah keluar masuk dinas
militer AS sejak 1945 itu kerepotan. Tapi tak ada cara yang lebih aman.
Bertumpu pada kedua sikunya, ia terus merangkak. Lututnya mulai
berdarah.
Tiba-tiba dari persimpangan lorong, seorang Viet Cong
menembak ke arahnya. Wajah dan kilasan senapannya terlihat jelas.
Gutierrez tertegun. Ledakan senapan itu memekakkan telinga. Kepalanya
serasa tertembak. Senter dibuangnya dan dia menembak membabi-buta ke
arah wajah itu. Asap mesiu memenuhi udara. Pelan-pelan disadarinya, dia
tidak terluka. Tapi, sekitar dua puluh meter di depan, sesosok tubuh
tergeletak di tanah. Tembakannya mengena.
Dalam perjalanan kembali ke Cu Chi, Gutierrez termenung.
Semua yang telah diajarkan padanya tentang perang seperti tak ada
hubungannya dengan apa yang baru saja dilewatinya hari itu. Seluruh
latihan infanteri, artileri, bantuan udara, dan pesawat perang canggih
yang dapat mengangkut setengah divisi keluar masuk medan tempur dengan
cepat--apa hubungan semua itu dengan musuh yang tak pernah terlihat
nyata, yang tinggal di lubang-lubang bawah tanah, yang hanya mungkin
dilawan dengan kenekatan brutal dan mengandalkan nasib mujur?[]
Bagian 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Bandung, November
1997. Pernah dipublikasikan di Majalah berita mingguan UMMAT
Kembali ke Halaman Depan
|