EDISI 16  
April - Juni 1999 

Menu Utama


Daftar Isi
 Renungan Bagi Orang Tua
Kenangan Yang Indah...
Membolos Sekolah...
Bagaimana Seorang Ayah...
Kesehatan: Faringitis Virus
Kebutuhan & Perkembangan...


Email
Email:
emailbox@cbn.net.id


Bagaimana Seorang Ayah Belajar Berkomunikasi 

ada umumnya wanita pada usia dua puluhan dapat mengungkapkan perasaan mereka, tapi tidak demikian dengan pria muda. Mereka mungkin berasal dari keluarga yang tidak biasa bersikap terbuka. Ayah mereka menyimpan perasaannya sendiri.

     Jika Anda adalah suami yang masih muda dan seorang ayah yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, bagaimana Anda belajar untuk terbuka kepada isteri dan anak-anak Anda?

Langkah I: Sadarilah bahwa Anda mempunyai kesulitan tersebut.
Ketika Anda melihat bagaimana isteri dan anak Anda menyatakan perasaan mereka, Anda merasa terbatas karena tidak bisa melakukan hal yang sama.

Langkah II: Kembangkanlah perbendaharaan kata yang baru. Anda perlu mempelajari kata-kata untuk membagikan masalah pribadi. Pada umumnya pria berkata berdasarkan kenyataan, misalnya,"Saya akan kerja lembur di kantor", "Kita kehabisan susu".

     Saya menganjurkan kepada para pria ini untuk mulai menggunakan kata sifat, misalnya,"Hari ini saya merasa dikejar-kejar tugas kantor dan membuat jantung saya berdebar-debar", "Saya merasa sedih sekali, saya merasa patah semangat hari ini".

     Jika Anda sudah terbiasa dengan kata-kata sifat, Anda dapat melakukannya dengan menggunakan metafora, misalnya "Setelah seharian bersama-sama dengan anak-anak, saya merasa seperti selada layu (sangat lelah)".

     Ketika Anda mulai menggunakan kata-kata untuk membagikan perasaan, sesuatu yang menarik akan terjadi pada anak-anak Anda. Mereka mulai berpikir,"Jika ayah saya berkata seperti itu berarti saya boleh mengatakan perasaan saya juga. Pasti tidak apa-apa jika saya mengatakan bahwa saya sedang patah semangat atau marah atau sangat marah." Jika anak-anak dapat belajar terbuka, keluarga Anda dapat menjadi keluarga harmonis karena memiliki komunikasi yang lancar.

Langkah III: Doronglah anak-anak
Anak-anak mungkin tidak terbuka dengan cepat. Mereka mungkin belum yakin jika hal tersebut aman. Anda dapat mendorong mereka untuk membagikan apa yang mereka pikirkan. Jika Anda melihat mereka ragu-ragu, coba Anda katakan pada mereka,"Kamu kelihatannya sedih hari ini. Bagaimana kalau kamu menceritakan perasaan kamu pada Papa?".

     Pada waktu berkata demikian Anda memberikan sesuatu pada mereka. Anda mengundang mereka bukan hanya untuk menceritakan apa yang terjadi, tetapi juga apa yang mereka rasakan. Jika mereka menanggapi pertanyaan Anda dan mulai terbuka, Anda perlu berhati-hati memberikan respon. Apa pun yang mereka katakan, janganlah memberikan penilaian. Jangan berkata bahwa mereka tidak boleh punya perasaan itu. Jangan juga berkata bahwa perasaan itu adalah bodoh. Jangan bertanya, mengapa mereka mempunyai perasaan seperti itu? Jika Anda melakukannya, hal tersebut dapat mendorong anak Anda membanting pintu sebagai cara mencurahkan emosinya itu. Mereka akan berpikir "Tidak ada gunanya terbuka pada ayah. Rasanya saya cuma kelihatan menjadi semakin bodoh."

      Jika Anda mempunyai kesulitan untuk membagikan emosi Anda, mungkin karena seseorang telah mengacuhkan Anda pada saat Anda mencobanya. Anda mungkin telah lama merasa tidak aman dan hal ini tidak mungkin diubah dalam waktu yang singkat. Mulailah dari yang kecil. Bagikan perasaan Anda kepada keluarga Anda. Bukan perasaan yang paling pribadi, bukan perasaan yang paling meluap-luap, tetapi perasaan sederhana yang tidak akan mengancam mereka atau diri Anda. Lama kelamaan Anda akan menyadari bahwa hal itu bukanlah hal yang buruk dan Anda akan terdorong untuk mulai membagikan hal yang besar, kemudian hal yang sangat besar di dalam hidup Anda. Namun pada saat pertama kali mencoba Anda tidak perlu memaksakan hal ini.

      Beberapa pria tidak mau menunjukkan rasa takutnya karena berpikir dapat membuat keluarganya menjadi takut. Mereka ingin memberi kesan bahwa segala sesuatu baik-baik saja.

      Ada berbagai macam cara untuk membagikan rasa takut. Jika suami pulang kerja, kelihatan lepas kendali, lelah dan kuatir, dan melampiaskan semua itu kepada si isteri, tentunya si isteri akan menjadi takut. Namun akan berbeda jika suami pulang dari kerja dan berkata, "Kamu tahu, saya sangat kuatir tentang keuangan keluarga kita. Kita harus menghadapinya bersama dan mencari jalan untuk memecahkan masalah ini." Inilah manfaat dari berbagi perasaan. Suami akan mendapat kekuatan dari isteri. Anak-anak pun dapat belajar mengatasi amarah dengan melihat contoh dari cara orangtua memecahkan masalah bersama.

     Firman Tuhan berkata,"Bertolong-tolonglah dalam menanggung bebanmu" (Gal.6:2) dan "Bersukacitalah dengan orang yang bersuka cita dan menangislah dengan orang yang menangis!" (Roma 12:15). Jika kita hendak melakukan hal ini, kita harus mempunyai kebiasaan berkomunikasi secara terbuka.

     Ada kata-kata dalam kotak: Ada beberapa konsep tentang kewajiban suami dan ayah yang telah sangat mengakar. Namun sesungguhnya konsep-konsep itu lebih didasarkan pada nilai-nilai sosial budaya daripada Alkitab.


(Diterjemahkan secara bebas dari "Parents and Children", hal.413-414)