EDISI 16  
April - Juni 1999 

Menu Utama


Daftar Isi
 Renungan Bagi Orang Tua
Kenangan Yang Indah...
Membolos Sekolah...
Bagaimana Seorang Ayah...
Kesehatan: Faringitis Virus
Kebutuhan & Perkembangan...


Email
Email:
emailbox@cbn.net.id

Kebutuhan Dan
Perkembangan Anak

Konsep Diri

alah satu hal penting yang dapat kita kerjakan dalam pendidikan anak adalah mengembangkan dalam diri mereka kondisi emosi yang sehat dan konsep diri yang tepat, khususnya menurut Alkitab. Tanpa konsep diri yang benar, dan merasa diri berharga, anak akan hidup dalam kebingungan, tidak mampu untuk mencapai potensi yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

      Konsep diri adalah seperangkat gagasan mengenai diri seseorang yang bersifat deskriptif, bukan suatu penilaian.

      Selama masa kanak-kanak, anak mengembangkan pemahaman mengenai siapakah mereka dan dimana tempat mereka di dalam masyarakat. Pemahaman diri yang belum sempurna ini terus berkembang dan relatif stabil saat anak mencapai akhir sekolah dasar.
Konsep diri ini biasanya dapat diukur dengan jalan meminta anak untuk melihat diri mereka sendiri dan menceritakan bagaimana dia berbeda dengan orang lain. Dengan demikian konsep diri ini akan sangat mewarnai pertumbuhan pribadi anak, termasuk kerohaniannya, dan dalam proses sosialisasinya. Konsep diri ini akan memainkan bagian yang kritis dalam hubungan anak dengan sesamanya.

      Bagaimana konsep diri ini terbentuk? Sebagian besar pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya. Lingkungan pertama yang terdekat bagi anak adalah orang tua.

      Didalam proses perkembangannya, seorang anak membutuhkan teladan yang jelas dari orang tuanya. Standard yang jelas dan yang dilakukan oleh orang tua, yang akan membekali anak bahwa apa yang dilakukan adalah benar .

      Untuk menemukan konsep dirinya anak membutuhkan figur seorang pemimpin. Figur pemimpin yang dimulai dari rumah akan sangat membantu anak untuk berkembang dengan sehat. Mayoritas ditemukan bahwa anak dan orang dewasa yang neurotik, bertumbuh di dalam rumah yang tidak ada figur ayah sebagai pemimpin, dan memiliki ibu yang dominan. Figur kepemimpinan ini juga dapat diperoleh diluar rumah, baik dari guru sekolah, guru sekolah minggu, teman, atau tokoh-tokoh imajinatif yang terdapat dalam buku dan media elektronik. Jika figur orang tua tidak kuat, maka figur di luar rumah lebih besar pengaruhnya terhadap anak.

      Konsep diri anak juga dipengaruhi oleh penggolongan jenis kelamin dan identitas. Sejak masa kanak-kanak awal, seorang anak telah dipengaruhi oleh pengertian penggolongan jenis kelamin, harapan sosial dan pemakaian perilaku yang berbeda antara pria dan wanita. Dengan demikian anak sejak awal mulai mengidentifikasikan dirinya sesuai dengan nilai-nilai, harapan dan pola perilaku yang diterima dari lingkungan, khususnya orang tua.

      Karena konsep diri ini berhubungan erat dengan nilai-nilai, harapan, dan pola perilaku yang diterima, maka nilai sistem, harapan dan pola perilaku yang paling awal berpengaruh adalah dari orang tua. Nilai sistem yang akan diserap anak adalah yang terjadi dalam pengalaman dan percakapan sehari-hari di dalam keluarga. Meier, dalam hal ini sangat menyoroti perubahan nilai sistem yang disodorkan oleh orang tua pada masa kini. Dikatakan bahwa diantara orang tua Kristen-pun, nilai sistem yang ditekankan lebih kepada materialisme, atletik atau olah raga, kepandaian intelektual, humanisme, penampilan (good looks), daripada kharakter yang saleh (Godly character). Dengan demikian pujian-pujian yang diberikan oleh orang tua dalam membangun konsep diri anak yang bertumpu pada kemampuan intelektual dan bersifat fisik, daripada kharakter dan kebisaan yang baik dari anak, akan menghasilkan konsep diri yang lebih bernilai duniawi.

Harga Diri

ementara anak membentuk identitas dan konsep mengenai diri sendiri, mereka secara implisit menentukan nilai positip dan negatip terhadap profil atribut mereka sendiri. Secara kolektif, evaluasi diri ini merupakan harga diri si anak.

      Harga diri berbeda dengan konsep diri. Konsep diri tidak bersifat penilaian, sedangkan harga diri lebih mengacu pada evaluasi seseorang terhadap kualitas diri sendiri. Sekalipun sulit untuk mengukur harga diri anak dibawah usia 12 tahun, namun hal ini patut menjadi perhatian orang tua, karena harga diri yang buruk mungkin menjelaskan kegagalan anak di sekolah. Selain itu harga diri yang buruk akan membuat anak merasa tidak mampu berkembang, belajar dan berhubungan dengan orang lain.

      Hal-hal yang dapat menghancurkan harga diri seorang anak antara lain adalah rasa takut atau tidak adanya rasa aman, dan rasa malu yang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi setiap anak. Sedangkan hal-hal yang dapat membangun harga diri anak adalah apabila anak disukai, disayangi, anak tahu dirinya berarti positip bagi dunianya dan orang tuanya, serta cinta kasih yang nyata.

      Hal-hal ini terangkum dan dapat diwujudkan dalam pemberian pujian kepada anak. Setiap anak membutuhkan pujian, untuk merasakan bahwa mereka mampu menyelesaikan sesuatu yang penting. Tidak mengherankan jika setiap anak senang sekali ketika menerima pujian.

      Pujian juga memberikan akibat yang positif bagi anak, karena dapat memupuk percaya diri anak, mendorong anak untuk mengulang hal-hal yang positif, dan memacu prestasi anak. Pada dasarnya, setiap anak membutuhkan perasaan bahwa mereka mempunyai pengaruh atau kontribusi yang positif bagi lingkungannya, dan berharga bagi kelompok serta orang disekitarnya. Semua itu dapat dirasakan dan dimengerti dengan mudah oleh anak ketika dia mendapat pujian.

      Bentuk pujian yang diberikan oleh orang tua dapat berupa pujian secara verbal, hadiah, sikap yang hangat (pelukan, ciuman atau tepuk tangan). Misalnya orang tua dapat mendorong anak untuk mengerti pengertian-pengertian rohani, menghafal ayat Alkitab, dan menstimulir dengan pujian atau hadiah.

      Pujian juga dapat diberikan kepada anak dalam proses sosialisasinya. Orang tua dapat mendorong dan mengarahkan anak untuk mengambil bagian dalam aktivitas kelompoknya, dengan mengikuti aturan main dan tidak merugikan orang lain. Anak harus ditolong untuk mengembangkan kecintaannya untuk menolong orang lain. Dengan ini orang tua juga menolong anak menyalurkan energi dan partisipasinya secara positif dan menemukan pikiran-pikiran dan emosinya terhadap sesamanya. Diharapkan dalam perkembangannya kelak
anak dapat mengembangkan dengan baik kecintaannya terhadap orang yang belum mengenal Tuhan dan menumbuhkan kepedulian sosialnya.

      Sebaliknya, anak-anak yang miskin di dalam mendapatkan pujian, khususnya dari orang tua dan orang yang dekat dengannya, akan cenderung untuk menjadi pasif, kurang percaya diri dan kurang mempunyai semangat untuk maju. Dengan demikian anak akan bertumbuh dengan harga diri yang buruk.

bersambung...


(bagian tertentu yang diambil dari buku "Kepentingan Pendidikan Iman Berdasarkan Perkembangan Anak Dalam Konteks Pertanggung-Jawaban Orang Tua" oleh Ev. A LS,STh., hal.51-57)