Agenda 

Telp  Penting

Kebakaran    113
RSU       881-193
Ambulan       118
Polisi             110

Donor   Darah       882764         Kereta  Api             881-167

Berita Online

Radar  Bojonegoro

Hotel

Wina      881-238  Tengku Umar 38-40 
Kudus    881-376   Diponegoro  60

Depot

Banyuwangi  Mustika Depot  Gajah Mada Indah 3 Telp 889-458

Kedung Doro Ayam Goreng Untung Suropati 12 Telp 884-374

Kembang Sari Rumah Makan Gajah Mada Indah Bl D/1 Tep 885-657

Radio

     BASS FM       97,05 MHZ

PUSPA JAYA FM 98,65 MHZ

Swalayan

BRAVO Swalayan Jl. Kartini 28 

BINTER Swalayan JL Mastrip 

    Wisata

Kayangan Api
Taman Wisata
Meliswis Putih

Taman Wisata
Dander

Waduk Pacal

    Artikel

Bengawan Solo
Jaring Pengaman Sosial

    Kontak

Anda mempunyai Kegiatan sosial yang perlu dukungan Dana Silahkan Hubungi   webmaster 

   
Anda ingin berpartisipasi mendukung dana berbagai kegiatan sosial, Expresikan niat suci anda di Sosial Cyber Info

            | Home Profil Renungan Meditasi  |   Sosial Cyber InfoTips Bugar  |  Tips Bisnis  | 

       

Laporan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Jaring Pengaman Sosial
Program Operasi Pasar Khusus Beras

Pogram Operasi Pasar Khusus (OPK) beras merupakan bagian dari bidang ketahanan pangan dan gizi (food security), satu dari empat bidang yang menjadi fokus dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS). Tujuan utama dari program OPK beras adalah membantu kelompok masyarakat miskin (khususnya Keluarga Prasejahtera), melalui instrumen subsidi harga beras agar kelompok ini tetap dapat memenuhi kebutuhan bahan pangan pokoknya (beras) yang harganya melonjak tajam akibat krisis ekonomi dan bencana kekeringan. Sedangkan sasarannya adalah kelompok masyarakat miskin yang dikategorikan sebagai Keluarga Prasejahtera berdasarkan data hasil identifikasi BKKBN.

Semua pembiayaan program OPK, baik yang timbul sebagai akibat subsidi maupun biaya-biaya distribusi, ditanggung oleh pemerintah melalui APBN. Besarnya subsidi ditanggung pemerintah dalam rangka OPK adalah harga patokan beras yang ditetapkan Bulog dikurangi dengan harga jual beras kepada Keluarga Prasejahtera. Harga patokan beras Bulog ditetapkan Rp 1924/Kg. Sedangkan harga jual beras OPK adalah Rp 1000/Kg, sehingga besar subsidi pemerintah untuk beras OPK adalah Rp 924/Kg. Sedangkan biaya distribusinya ditetapkan Rp 100/Kg. Dengan demikian, total beban pemerintah mencapai Rp1.024/Kg. Diperkirakan kegiatan OPK akan menghabiskan dana APBN 1998/1999 sebesar Rp.632 miliar.

Terhitung sejak digulirkannya, realisasi program Operasi Pasar Khusus beras untuk Keluarga Prasejahtera telah dilaksanakan selama 5 bulan. Berbagai komentar dan opini telah berkembang di masyarakat mengenai program-program yang termasuk dalam kerangka Jaring Pengaman Sosial (JPS). Pada sisi lain, perkembangan beberapa indikator ekonomi mulai menunjukan tanda mengarah pada tahap pemulihan (recovery), sebagaimana ditunjukan oleh semakin stabilnya nilai tukar rupiah, dan semakin terkendalinya tingkat kenaikan harga-harga. Oleh karena itu, kiranya perlu diadakan suatu monitoring dan evaluasi untuk melihat lebih jauh pelaksanaan realisasi program-program JPS, khususnya program OPK bagi Keluarga Prasejahtera sebagai masukan bagi perumusan kebijakan berikutnya.

Masalah utama yang perlu mendapat jawaban dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi Program OPK bagi Keluarga Prasejahtera, antara lain adalah :

  1. Apakah jaringan distribusi program Operasi Pasar Khusus yang dibentuk oleh pemerintah mampu menjangkau Keluarga Prasejahtera sebagai kelompok sasaran penerima?

  2. Apakah alokasi biaya distribusi yang disediakan oleh pemerintah (Rp 100/Kg) cukup efektif dalam mendukung kelancaran operasional Operasi Pasar Khusus?

  3. Seberapa besar manfaat OPK beras bagi Keluarga Prasejahtera?

Sejalan dengan pertanyaan di atas maka tujuan utama dari kegiatan monitoring dan evaluasi program OPK difokuskan pada : (a) Mengidentifikasi pola penggunaan biaya distribusi, tingkat kecukupan serta efisiensinya, (b) Mengukur tingkat efektifitas program dalam menjangkau kelompok sasaran dan besarnya manfaat bagi kelompok penerima.

Pola penggunaan biaya distribusi dan efisiensinya perlu dilihat karena patut diduga bahwa pola alokasi biaya distribusi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi efektifitas program OPK. Pengaruh pola alokasi biaya distribusi terhadap tingkat efektifitas OPK dianalisis secara tak langsung melalui dua pendekatan; (a) pola alokasi biaya distribusi berdasarkan komponen-komponen biayanya, dan (b) pihak mana saja yang dilibatkan oleh Dolog/Sub Dolog dalam pengelolaan biaya distribusi. Dari dua hal ini, kemudian dilakukan analisis silang dengan realisasi pelaksanaan program OPK dalam menjangkau keluarga prasejahtera.

Tingkat efektifitas program OPK beras bagi Keluarga Prasejahtera, diukur dengan menggunakan dua indikator utama, yaitu :

Pertama, sejauh mana program OPK ini benar-benar menjangkau kelompok sasaran yang telah ditetapkan (Keluarga Prasejahtera). Indikator ini akan didekati dengan melihat karakteristik penerima beras OPK (pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan) dan rata-rata jumlah beras yang diterima oleh kelompok sasaran (Keluarga Prasejahtera/KPS). Angka rata-rata jumlah beras yang diterima oleh KK Prasejahtera bisa digunakan sebagai pendekatan karena pada dasarnya setiap KK Prasejahtera semestinya menerima 10 Kg/bulan. Dengan demikian, bila KK Prasejahtera menerima kurang dari 10 Kg/bulan, maka ada sebagian jatahnya yang diberikan kepada kelompok lain.

Kedua, Seberapa besar manfaat ekonomi yang diterima oleh KK Prasejahtera dari pembelian beras OPK 10 Kg/bulan. Indikator ini bisa dilihat dari tingkat proporsi pembelian beras OPK terhadap rata-rata konsumsi berasnya setiap bulan.

Monitoring dan evaluasi ini dilakukan di Pulau Jawa yang mencakup Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Pemilihan lokasi Monitoring dan Evaluasi (Dati II) dilakukan dengan mempertimbangkan keragaman basis perekonomian tempat tinggal KPS/penerima beras OPK. Adapun Dati II yang terpilih meliputi :

  1. Kab. Gunung Kidul mewakili daerah pertanian palawija (utamanya singkong).

  2. Kab. Semarang mewakili daerah pertanian palawija dan industri orientasi ekspor.

  3. Kab. Bojonegoro mewakili daerah pertanian palawija dan merupakan kantong kemiskinan.

  4. Kab. Karawang mewakili daerah sentra produksi padi dan industri

Dari masing-masing kabupaten terpilih, dipilih dua kecamatan sebagai sampel. Kemudian dari setiap kecamatan yang terpilih diambil dua desa sebagai sampel. Dengan dasar asumsi bahwa dampak dari krisis ekonomi terhadap kerawanan pangan (food insecurity) yang melanda Indonesia bervariasi baik secara sektoral maupun spasial, maka pemilihan desa diupayakan dapat merepresentasikan tingkat kesulitan Satgas dalam menjangkau KPS.

Sampel kegiatan monitoring dan evaluasi ini terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok instansi dan kelompok sasaran (KPS penerima beras OPK). Kelompok instansi terdiri dari Dolog/Subdolog, Pemda Tk. I dan II (Bag. Perekonomian atau Bagian Sosial), BKKBN dan aparat di bawahnya (PLKB dan PPLKB), Kecamatan, dan Desa. Informasi yang dikumpulkan meliputi antara lain : kebijakan distribusi di tingkat Pemda Tk. I dan Dolog (Juknis), mekanisme pelaksanaan distribusi di Dati II oleh Pemda Tk. II dan Subdolog, pola alokasi dana distribusi oleh Dolog/Subdolog, identifikasi beban biaya yang ditanggung desa, serta bentuk koordinasi dan keterlibatan dari aparat terkait lainnya. Informasi ini dikumpulkan dengan metode depth interview, menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sebagai panduan.

Sementara itu, untuk responden kelompok penerima masing-masing desa dipilih 12 – 20 KK Prasejahtera sebagai sampel dengan menggunakan metode linier random sampling. Informasi yang dikumpulkan dari kelompok sampel ini meliputi; karakteristik KK Prasejahtera (umur, jenis pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga), tingkat pendapatan keluarga sebelum dan sesudah periode krisis ekonomi, keterlibatannya dalam OPK, jumlah beras yang diterima, harga beras OPK yang harus dibayar, biaya lain yang harus dikeluarkan, dan rata-rata tingkat konsumsi beras tiap bulan. Informasi ini juga dikumpulkan dengan metode interview, menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun terlebih dahulu sebagai panduan.

Berdasarkan hasil analisis, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan pokok yang merupakan temuan lapangan kegiatan monitoring dan evaluasi program OPK, yakni;

  1. Budget biaya distribusi beras OPK Rp 100/kg sangat mencukupi, khusus untuk wilayah Pulau Jawa tidak perlu ditambah. Anggaran distribusi yang besarnya Rp 100/Kg/bulan (dalam pelaksanaannya hanya Rp95/Kg, karena Rp5/Kg oleh Bulog akan digunakan untuk membiayai kegiatan monitoring dan evaluasi tim independen dari Perguruan Tinggi dan LSM) cukup untuk membiayai operasional distribusi program OPK. Karena sebenarnya rata-rata biaya distribusi yang dikeluarkan oleh Sub Dolog hanya Rp 93,9/Kg. Bila volume rata-rata OPK per kabupaten adalah 983.455 Kg/bulan, maka rata-rata volume biaya distribusi per kabupaten adalah Rp 92,4 juta/bulan. Telaah lebih rinci komponen per komponen alokasinya dan kemudian dibandingkan dengan volume biaya sebenarnya, nampak bahwa sebenarnya anggaran tersebut sangat-sangat mencukupi. Sebagai contoh, dari hasil perhitungan berdasar pola penggunaan dana distribusi, diketahui bahwa rata-rata honor yang diterima setiap anggota satgas OPK (pegawai Dolog/Subdolog) mencapai Rp 777.537/bulan. Demikian juga dengan rata-rata honor yang diterima aparat pemda (bila-benar-benar ada alokasinya) dimana mencapai sekitar Rp 700.000/bulan.

  2. Pada pihak Dolog dan Sub Dolog perlu ditekankan agar bekerja sama dengan instansi Pemda Tingkat II, perangkat kecamatan, perangkat desa dan dengan pihak-pihak yang turut membantu pelaksanaan distribusi beras OPK, sebab angka beban kerja satgas yang diukur dengan rasio antara jumlah satgas terhadap jumlah KPS yang harus ditangani sangat tinggi, diperoleh angka yang menunjukan bahwa setiap orang satgas harus menjangkau 266 KK Prasejahtera/hari. Di samping fakta dari lapang juga menunjukkan bahwa semakin kecil alokasi dana distribusi dari Dolog/Subdolog pada pihak lain ( Pemda Tk. II, Kecamatan, dan perangkat desa) yang membantu pelaksanaan OPK Beras, maka semakin rendah efektifitas program dan semakin besar angka kesalahan sasaran (target error). Oleh karena itulah pihak Sub Dolog perlu mendistribusikan beban kerja dan anggara distribusi beras (Rp95) ke pihak lain, terutama desa sebagaimana ditunjukkan data pada Tabel ES –1 dan Tabel ES -2.

Tabel ES -1. Analisis Kaitan Antara Pola Alokasi Dana Distribusi dengan

                                                Tingkat Efektifitas Program OPK

Kabupaten

Pola Alokasi Dana Distribusi

Tingkat Efektifitas1)

Kesalahan

Sasaran

1. Gunung Kidul

Alokasi dana distribusi hingga tingkat pemerintahan desa.

Pola pengalokasian dana :

  1. Dolog/Subdolog = 60%
  2. Pemda = 38%
  3. Kecamatan = 0 %
  4. Desa = 2%

Rata-rata beras OPK yang diterima KPS : 9,75 Kg/bulan atau sekitar 98% dari sasaran

 

       2%

2. Semarang

Alokasi dana distribusi hingga tingkat pemerintahan desa.

Pola pengalokasian dana :

  1. Dolog/Subdolog = 25%
  2. Pemda = 11,2 %
  3. Kecamatan = 11,2 %
  4. Desa = 52,6%

Rata-rata beras OPK yang diterima KPS: 7,23 Kg/bulan atau sekitar 72 % dari sasaran.

 

     18%

3. Bojonegoro

Alokasi dana distribusi hingga tingkat pemerintahan desa.

Pola pengalokasian dana :

  1. Dolog/Subdolog = 85%
  2. Pemda = 10%
  3. Kecamatan = 0 %
  4. Desa = 5 %

Rata-rata beras OPK yang diterima KPS : 8,37 Kg/bulan atau sekitar 84% dari sasaran.

 

 

     16%

4. Karawang

Tidak ada alokasi dana distribusi ke pihak lain, 100% dikelola oleh Dolog/Sub Dolog.

Rata-rata beras OPK yang diterima KPS : 4,75 Kg/bulan atau hanya sekitar 48 % dari sasaran.

      52%

       Sumber : Kantor Dolog/Sub Dolog di 4 kabupaten sampel dan data primer diolah

       Keterangan :1) Diukur berdasarkan rata-rata jumlah beras yang diterima oleh KPS/bulan selama 4 bulan

  1. Pelaksanaan program OPK beras telah berhasil menjangkau kelompok sasaran. Temuan lapang menunjukkan bahwa sekitar 90 persen penerima beras OPK merupakan kelompok yang aksesnya ke pekerjaan rendah (maksimal tamat SD). Dari segi tingkat pendapatannya, rata-rata penerima beras OPK berpendapatan rendah dan sangat rentan terhadap krisis ekonomi. Hal ini terlihat dari penurunan tingkat pendapatan nominal mereka sebesar 15,1% selama periode 1997 – 1998, bila diukur dengan pendapatan setara beras (memperhitungkan kenaikan harga) maka mengalami penurunan pendapatan riil mendekati 50%.

  2. Manfaat OPK beras bagi Keluarga Prasejahtera (KPS) cukup besar dan nyata. Hal ini ditunjukkan oleh; (i) angka peranan beras OPK dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi beras perbulan oleh KPS sebesar 32,5 persen, dan (ii) angka penghematan pengeluaran KPS sebesar 22,3% karena dapat memperoleh beras dengan harga sangat murah.

Tabel ES -2. Efektifitas dan Manfaat OPK Beras

Lokasi Opsus

Efektifitas

Manfaat

Jml Beras Diterima KPS

(Kg/bln/KPS)

Persentase Terhadap Target

(10 Kg/KK/Bln)

Peranan Beras dlm Konsumsi Beras Kel. KPS (%)

Besar Penghematan Pengeluaran KPS (%)

1. Gunung Kidul

9.75

97.5

48.2

44.2

2. Semarang

7.23

72.3

29.2

15.6

3. Bojonegoro

8.37

83.4

33.5

13.2

4. Karawang

4.75

47.5

15.0

10.2

Rata-rata1)

7.68

76.8

32.6

22.2

       Sumber : Kantor Dolog/Sub Dolog di 4 kabupaten sampel dan data primer diolah Keterangan : 1) Rata-rata tertimbang

                     berdasarkan jumlah sampel di 4 kabupaten sampel

  1. Rata-rata beras OPK diterima KPS lebih rendah dari pada yang seharusnya diterima (10 Kg). Rata-rata beras OPK yang diterima oleh KPS di 4 kabupaten sampel pada bulan I OPK (di luar Jabotabek), adalah 8,6 Kg/bulan. Bila angka ini dapat dianggap mewakili angka rata-rata nasional, maka secara nasional target error-nya 16,3 persen, atau terdapat 357.749 KK di luar KK sasaran yang ikut menerima beras OPK. Dengan demikian, telah terjadi perbedaan antara data keluarga penerima beras OPK yang sebenarnya dengan angka yang tercatat pada laporan Menpangan dan Hortikultura. Sampai dengan bulan ke 4 (untuk luar Jabotabek), rata-rata jumlah beras yang diterima KPS per bulannya menunjukan kecenderungan yang terus menurun. Hal ini merupakan indikator semakin banyaknya anggota masyarakat yang membutuhkan beras OPK karena diduga telah terjadi banyak penurunan status dari KS I menjadi KPS dan semakin meningkatnya arus balik urbanisasi akibat krisis ekonomi yang terjadi.

  2. Program OPK diperkirakan memiliki kontribusi cukup besar dalam menekan laju inflasi, karena program ini mampu mengurangi tekanan permintaan (effective demand) beras di pasar. Dengan peranan beras dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi beras per bulan KPS rata-rata sebesar 32,5 persen, berarti permintaan efektif akan beras berkurang sekitar 32,5 persen. Hal ini juga terbukti dengan adanya kecenderungan penurunan laju inflasi sejak OPK Beras dilaksanakan secara penuh (menjangkau 7,3 juta KK) pada bulan Juli 1998.

       

         Previous              Next

                           
                                                               Copy Right ©  by WahyuTan 2000, HakCipta dilindung oleh undang-undang
                                                                   DIII Computer Control Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
                                                                                       JLRajawali 23 Bojonegoro Telp 0353 888-914
                                                                    E-Mail Wahyutan @ Mailcity.com , Wahyutan @ Samaggi-Phala.or.id
                                                                                                 Kritik Saran Dan Pertanyaan