Agenda
Kebakaran
113
Radar Bojonegoro
Wina
881-238 Tengku
Umar 38-40
Banyuwangi Mustika Depot Gajah Mada Indah 3 Telp 889-458 Kedung Doro Ayam Goreng Untung Suropati 12 Telp 884-374 Kembang Sari Rumah Makan Gajah Mada Indah Bl D/1 Tep 885-657
BASS FM 97,05 MHZ PUSPA JAYA FM 98,65 MHZ
BRAVO Swalayan Jl. Kartini 28 BINTER Swalayan JL Mastrip
Kayangan
Api
Bengawan
Solo
Anda
mempunyai Kegiatan sosial yang perlu dukungan Dana Silahkan Hubungi
webmaster
|
Program Operasi Pasar Khusus Beras Pogram Operasi Pasar Khusus (OPK) beras merupakan bagian dari bidang ketahanan pangan dan gizi (food security), satu dari empat bidang yang menjadi fokus dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS). Tujuan utama dari program OPK beras adalah membantu kelompok masyarakat miskin (khususnya Keluarga Prasejahtera), melalui instrumen subsidi harga beras agar kelompok ini tetap dapat memenuhi kebutuhan bahan pangan pokoknya (beras) yang harganya melonjak tajam akibat krisis ekonomi dan bencana kekeringan. Sedangkan sasarannya adalah kelompok masyarakat miskin yang dikategorikan sebagai Keluarga Prasejahtera berdasarkan data hasil identifikasi BKKBN. Semua pembiayaan program OPK, baik yang timbul sebagai akibat subsidi maupun biaya-biaya distribusi, ditanggung oleh pemerintah melalui APBN. Besarnya subsidi ditanggung pemerintah dalam rangka OPK adalah harga patokan beras yang ditetapkan Bulog dikurangi dengan harga jual beras kepada Keluarga Prasejahtera. Harga patokan beras Bulog ditetapkan Rp 1924/Kg. Sedangkan harga jual beras OPK adalah Rp 1000/Kg, sehingga besar subsidi pemerintah untuk beras OPK adalah Rp 924/Kg. Sedangkan biaya distribusinya ditetapkan Rp 100/Kg. Dengan demikian, total beban pemerintah mencapai Rp1.024/Kg. Diperkirakan kegiatan OPK akan menghabiskan dana APBN 1998/1999 sebesar Rp.632 miliar. Terhitung sejak digulirkannya, realisasi program Operasi Pasar Khusus beras untuk Keluarga Prasejahtera telah dilaksanakan selama 5 bulan. Berbagai komentar dan opini telah berkembang di masyarakat mengenai program-program yang termasuk dalam kerangka Jaring Pengaman Sosial (JPS). Pada sisi lain, perkembangan beberapa indikator ekonomi mulai menunjukan tanda mengarah pada tahap pemulihan (recovery), sebagaimana ditunjukan oleh semakin stabilnya nilai tukar rupiah, dan semakin terkendalinya tingkat kenaikan harga-harga. Oleh karena itu, kiranya perlu diadakan suatu monitoring dan evaluasi untuk melihat lebih jauh pelaksanaan realisasi program-program JPS, khususnya program OPK bagi Keluarga Prasejahtera sebagai masukan bagi perumusan kebijakan berikutnya. Masalah utama yang perlu mendapat jawaban dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi Program OPK bagi Keluarga Prasejahtera, antara lain adalah :
Sejalan dengan pertanyaan di atas maka tujuan utama dari kegiatan monitoring dan evaluasi program OPK difokuskan pada : (a) Mengidentifikasi pola penggunaan biaya distribusi, tingkat kecukupan serta efisiensinya, (b) Mengukur tingkat efektifitas program dalam menjangkau kelompok sasaran dan besarnya manfaat bagi kelompok penerima. Pola penggunaan biaya distribusi dan efisiensinya perlu dilihat karena patut diduga bahwa pola alokasi biaya distribusi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi efektifitas program OPK. Pengaruh pola alokasi biaya distribusi terhadap tingkat efektifitas OPK dianalisis secara tak langsung melalui dua pendekatan; (a) pola alokasi biaya distribusi berdasarkan komponen-komponen biayanya, dan (b) pihak mana saja yang dilibatkan oleh Dolog/Sub Dolog dalam pengelolaan biaya distribusi. Dari dua hal ini, kemudian dilakukan analisis silang dengan realisasi pelaksanaan program OPK dalam menjangkau keluarga prasejahtera. Tingkat efektifitas program OPK beras bagi Keluarga Prasejahtera, diukur dengan menggunakan dua indikator utama, yaitu : Pertama, sejauh mana program OPK ini benar-benar menjangkau kelompok sasaran yang telah ditetapkan (Keluarga Prasejahtera). Indikator ini akan didekati dengan melihat karakteristik penerima beras OPK (pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan) dan rata-rata jumlah beras yang diterima oleh kelompok sasaran (Keluarga Prasejahtera/KPS). Angka rata-rata jumlah beras yang diterima oleh KK Prasejahtera bisa digunakan sebagai pendekatan karena pada dasarnya setiap KK Prasejahtera semestinya menerima 10 Kg/bulan. Dengan demikian, bila KK Prasejahtera menerima kurang dari 10 Kg/bulan, maka ada sebagian jatahnya yang diberikan kepada kelompok lain. Kedua, Seberapa besar manfaat ekonomi yang diterima oleh KK Prasejahtera dari pembelian beras OPK 10 Kg/bulan. Indikator ini bisa dilihat dari tingkat proporsi pembelian beras OPK terhadap rata-rata konsumsi berasnya setiap bulan. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan di Pulau Jawa yang mencakup Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Pemilihan lokasi Monitoring dan Evaluasi (Dati II) dilakukan dengan mempertimbangkan keragaman basis perekonomian tempat tinggal KPS/penerima beras OPK. Adapun Dati II yang terpilih meliputi :
Dari masing-masing kabupaten terpilih, dipilih dua kecamatan sebagai sampel. Kemudian dari setiap kecamatan yang terpilih diambil dua desa sebagai sampel. Dengan dasar asumsi bahwa dampak dari krisis ekonomi terhadap kerawanan pangan (food insecurity) yang melanda Indonesia bervariasi baik secara sektoral maupun spasial, maka pemilihan desa diupayakan dapat merepresentasikan tingkat kesulitan Satgas dalam menjangkau KPS. Sampel kegiatan monitoring dan evaluasi ini terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok instansi dan kelompok sasaran (KPS penerima beras OPK). Kelompok instansi terdiri dari Dolog/Subdolog, Pemda Tk. I dan II (Bag. Perekonomian atau Bagian Sosial), BKKBN dan aparat di bawahnya (PLKB dan PPLKB), Kecamatan, dan Desa. Informasi yang dikumpulkan meliputi antara lain : kebijakan distribusi di tingkat Pemda Tk. I dan Dolog (Juknis), mekanisme pelaksanaan distribusi di Dati II oleh Pemda Tk. II dan Subdolog, pola alokasi dana distribusi oleh Dolog/Subdolog, identifikasi beban biaya yang ditanggung desa, serta bentuk koordinasi dan keterlibatan dari aparat terkait lainnya. Informasi ini dikumpulkan dengan metode depth interview, menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sebagai panduan. Sementara itu, untuk responden kelompok penerima masing-masing desa dipilih 12 – 20 KK Prasejahtera sebagai sampel dengan menggunakan metode linier random sampling. Informasi yang dikumpulkan dari kelompok sampel ini meliputi; karakteristik KK Prasejahtera (umur, jenis pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga), tingkat pendapatan keluarga sebelum dan sesudah periode krisis ekonomi, keterlibatannya dalam OPK, jumlah beras yang diterima, harga beras OPK yang harus dibayar, biaya lain yang harus dikeluarkan, dan rata-rata tingkat konsumsi beras tiap bulan. Informasi ini juga dikumpulkan dengan metode interview, menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun terlebih dahulu sebagai panduan. Berdasarkan hasil analisis, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan pokok yang merupakan temuan lapangan kegiatan monitoring dan evaluasi program OPK, yakni;
Tabel ES -1. Analisis Kaitan Antara Pola Alokasi Dana Distribusi dengan Tingkat Efektifitas Program OPK
Sumber : Kantor Dolog/Sub Dolog di 4 kabupaten sampel dan data primer diolah Keterangan :1) Diukur berdasarkan rata-rata jumlah beras yang diterima oleh KPS/bulan selama 4 bulan
Tabel ES -2. Efektifitas dan Manfaat OPK Beras
Sumber : Kantor Dolog/Sub Dolog di 4 kabupaten sampel dan data primer diolah Keterangan : 1) Rata-rata tertimbang
berdasarkan jumlah sampel di 4
kabupaten sampel
Rata-rata beras OPK diterima KPS lebih rendah dari pada
yang seharusnya diterima (10 Kg). Rata-rata beras OPK yang diterima
oleh KPS di 4 kabupaten sampel pada bulan I OPK (di luar Jabotabek),
adalah 8,6 Kg/bulan. Bila angka ini dapat dianggap mewakili angka
rata-rata nasional, maka secara nasional target error-nya 16,3
persen, atau terdapat Program OPK diperkirakan memiliki kontribusi cukup besar dalam menekan laju inflasi, karena program ini mampu mengurangi tekanan permintaan (effective demand) beras di pasar. Dengan peranan beras dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi beras per bulan KPS rata-rata sebesar 32,5 persen, berarti permintaan efektif akan beras berkurang sekitar 32,5 persen. Hal ini juga terbukti dengan adanya kecenderungan penurunan laju inflasi sejak OPK Beras dilaksanakan secara penuh (menjangkau 7,3 juta KK) pada bulan Juli 1998.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|