|
Sejarah
Tirta Samudra
III.
Popularitas yang Menanjak
Pemindahan
Tempat Latihan ke Gedung KSB (1996)
Sejak
berdiri, PW Tirta Samudra merasa letak tempat latihan di Jl. TGP
relatif kurang strategis bagi pengembangan klub, selain itu klub
merasa bantuan dari Bapak Jusuf Deli bukanlah untuk disalahgunakan
(enak-enak mumpung gratis). Akhirnya Bapak Sugiarto Widjaya, ayah
dari James Waskito, mencoba menemui Pater Kelik Moersodo, O.Carm.
(alm) selaku Romo Paroki Hati Kudus Yesus Malang, yang bertanggungjawab
atas Gedung Katolik Sasono Budoyo Malang. Gedung ini lebih dikenal
masyarakat Malang sebagai gedung KSB jalan gereja (Jln. Mgr. Sugiyopranoto),
di balik Gereja Kayutangan. Ternyata hanya melalui sekali pertemuan,
Bapak Sugiarto Widjaya berhasil memperoleh persetujuan untuk menyewa
gedung KSB mulai 1 November 1996, bahkan Rm. Kelik sempat ikut serta
dalam latihan tai ji quan.
Maka setelah mengucapkan terima kasih secara khusus pada Bapak Yusuf
Deli, mulai 1 November 1996 aktivitas klub, yang anggotanya saat
itu hanya berjumlah sekitar 15 orang, sepenuhnya dipindahkan ke
Gedung KSB Jl. Mgr Sugiyopranoto (Jl. Gereja). Di tempat inilah
Tirta Samudra mulai mengembangkan dirinya menjadi klub yang cukup
berkualitas, diawali dengan masuknya anggota-anggota yang nantinya
mewarnai perkembangan klub di mata masyarakat.
Perayaan
1 Tahun Berdirinya Tirta Samudra (1997)
Setelah
pindah ke Gedung KSB, PW Tirta Samudra dengan cepat dikenal masyarakat.
Banyak anggota baru masuk, dan kemampuan para anggota berkembang
cukup pesat. Pada awal 1997, bermunculan pula beberapa klub wushu
di Malang, disusul dengan berdirinya Pengurus Cabang (pengcab) WI
Malang. Tirta Samudra pun turut mendaftarkan diri ke dalam Pengcab
sebagaimana yang diharuskan.
Untuk menangani aktivitas latihan, maka dibentuklah Badan Pekerja
yang anggotanya dipilih dari peserta latihan yang memiliki kemampuan
mengorganisir. Hal ini merangsang berkembangnya ide-ide kreatif
dan kemampuan organisasi anggota. Pada awal tahun 1997, muncullah
ide untuk mengadakan peringatan 1 tahun PW Tirta Samudra yang bertujuan
utama memperkenalkan diri secara besar-besaran ke publik Malang
dan Surabaya, serta untuk mempromosikan olahraga wushu ke masyarakat.
Maka dengan dimotori oleh Darius Adimargono dan kawan-kawan, disusun
rancangan acara peringatan tersebut, meliputi persiapan, proses
penggalangan dana, rancangan pelaksanaan, hingga penyebaran undangan
dan publikasi acara. Jadwal pelaksanaan acara sempat diundur beberapa
kali karena pada tahun 1997 dilaksanakan Pemilihan Umum yang mana
menimbulkan pergolakan disertai dengan beberapa kasus pembakaran
gereja, kerusuhan dan pembantaian dan sebagainya. Akhirnya acara
tersebut baru bisa diadakan tanggal 9 Agustus 1997, bertempat di
Aula Panca Dharma Jl. Laks. Martadinata. Aula tersebut dipilih karena
memiliki ruangan yang cukup sesuai untuk eksebisi wushu, dan dekat
dengan restoran Nikmat Lezat selaku restoran yang dipilih sebagai
penyedia hidangan. Acara ini mengundang seluruh anggota klub beserta
keluarga, simpatisan-simpatisan, para alumni, pengurus Pengcab WI,
dan rombongan khusus dari Sasana Ambengan Plaza Surabaya.
Untuk pelaksanaan acara, panitia menyiapkan acara terdiri dari tiga
bagian yaitu eksebisi wushu dari PW Tirta Samudra, eksebisi wushu
dari Ambengan Plaza, dan acara-acara seni dari para simpatisan,
dan penyampaian penghargaan khusus bagi para tokoh yang turut membantu
perkembangan Tirta Samudra. Pada acara tersebut, Tirta Samudra menampilkan
nomor dui quan untuk pertama kalinya, sebagai hasil dari pemberian
materi due quan dan sanshou dalam aktivitas latihan klub. Sasana
Ambengan Plaza menurunkan atlet-atlet terbaiknya untuk turut memeriahkan
acara. Sedang acara-acara seni lain adalah penabuhan tambur oleh
seorang simpatisan klub, Bapak Ie Yong (sedang tamburnya merupakan
tambur besar berdiameter hampir 1 meter yang dipinjam dari simpatisan
klub dari Tuban, Bapak David Chandra). Acara lainnya adalah acara-acara
tarian oleh simpatisan dari Surabaya dan Malang, dan nyanyian dari
simpatisan-simpatisan klub (salah satunya lagu dari Caroline Gunawan,
kakak dari salah seorang peserta latihan, yang saat ini dikenal
sebagai salah satu artis yang cukup populer dengan nama Alena).
Selain acara hiburan, diadakan pemberian penghargaan khusus, antara
lain Bapak Hadi Soewito dikukuhkan sebagai Bapak Inspirator PW Tirta
Samudra, serta pemberian penghargaan anggota paling disiplin kepada
Rudy.
Acara
ini memberikan efek yang cukup menggemparkan publik, karena pada
malam pelaksanaan acara yang dihadiri 500 lebih undangan tersebut,
terjadi kemacetan di sepanjang Jl Gatot Subroto dan Jl Laks. Martadinata
karena membludaknya parkir. Meriahnya acara yang demikian tidak
diduga panitia, sehingga karena begitu sibuknya, panitia baru bisa
makan malam setelah acara selesai. Keseluruhan acara ini ditangani
panitia yang masih berusia muda dan masih bersekolah semua (sehingga
waktu untuk menyiapkan acara adalah sepulang sekolah). Personel
panitia ini yang nantinya dikenal sebagai alumni-alumni istimewa
(dengan kisah unik masing-masing) dari Tirta Samudra seperti Darius
Adimargono, Adi Suryono (dikenal dengan kemampuan istimewa dalam
mengambil gambar gerakan wushu pada momen yang tepat), Agustinus
Adrianto, Steven Halim, Heru Marsianto, Erick Herianto, Daniel Gunawan,
Jerry Prawiharjo (yang tahun berikutnya menjadi peraih medali perunggu
pada Olimpiade Fisika Internasional), Christian Lisangan, Go Tek
Oen, Dicky Susanto, Johnny Santoso, dan Glen Haslim. Selain itu
melalui acara ini, mereka yang nantinya akan menjadi tim legendaris
Tirta Samudra di bidang prestasi wushu baik di kejuaraan maupun
eksebisi, serta kemampuan organisasi yang bagus, sudah mulai muncul.
Mereka antara lain ialah Andre Ferryanto, Rudy, Gonty Christoper
(Yongki), Saputro Kokasik, Christian Wahyudinata.
Generasi
prestasi pertama Tirta Samudra di arena kejuaraan (1997-2000)
Setelah
Perayaan 1 Tahun PW Tirta Samudra, respon masyarakat Malang terhadap
Tirta Samudra meningkat sebagaimana diharapkan. Banyak peminat wushu
mendaftarkan diri menjadi anggota, bahkan sekitar tahun 1998, rata-rata
anggota yang berlatih setiap hari adalah 50 orang. Jumlah demikian
merupakan kapasitas maksimal daya tampung Gedung KSB. Pada masa
itu pula bermunculan bibit-bibit atlet berkualitas dalam jumlah
yang banyak. Sayangnya justru pada tahun-tahun tersebut, jadwal
pertandingan tingkat daerah dan nasional tidak teratur, sehingga
jarang ada kesempatan bertanding. Sebagai antisipasi agar Tirta
Samudra tetap dikenal publik Malang, maka klub ini mencoba aktif
mengadakan eksebisi melalui acara-acara seperti pesta ulang tahun,
pesta perkawinan, dan acara-acara sekolah. Kegiatan tersebut diadakan
dengan kerjasama dengan pihak-pihak eksternal SMPK Kol. Santo Yusup
dan SMUK Santo Albertus. Yang patut dicatat ialah bahwa sebagian
besar pihak eksternal tersebut lebih dulu berinisiatif mengadakan
kerjasama. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat Malang terhadap
wushu saat itu ternyata cukup besar. Pada era ini, Badan Pekerja
dibawah pimpinan Seputro Kokasik merupakan Badan Pekerja yang telah
direstrukturisasi menjadi lembaga yang lebih tersistematis dan memiliki
prosedur kerja yang lebih maju. Selain itu, pada era yang sama,
pengurus klub mengadakan penertiban administrasi besar-besaran yang
dilakukan oleh Ibu Njoo Lie Fong dibantu oleh Seputro Kokasik. Dimulainya
kehadiran Tirta Samudra di dunia internet juga dipelopori Seputro
dengan hadirnya website klub di http://come.to/ tsamudra.
Perubahan-perubahan
yang diikuti penyesuaian sistem tersebut sangat mendukung perkembangan
klub dalam menghasilkan atlet yang berpotensi. Hal ini terbukti
dengan keikutsertaan Tirta Samudra dalam pertandingan untuk pertamakalinya,
dalam Kejuaraan Daerah Wushu Jatim di Surabaya tahun 1998. Pada
event tersebut, Tirta Samudra mengirim 11 atlet sebagai duta klub,
namun belum berhasil memperoleh hasil yang memuaskan. Gelar yang
diperoleh adalah gelar kehormatan yang diperoleh Agustinus Adrianto
(nomor nan quan) dan Daniel Gunawan (nomor jian shu), dan gelar
Juara Harapan I yang diperoleh Christian Wahyudinata (nomor qiang
shu). Hasil ini memacu Tirta Samudra untuk berusaha lebih giat dalam
meningkatkan prestasi.
Tahun
berikutnya, 1999, diadakan kejurda di Jember. Kejurda ini cukup
istimewa karena animo masyarakat Jatim terhadap wushu meningkat
cukup tinggi sebagai implikasi dari kejurda Surabaya tahun 1998.
Hal ini terbukti dari banyaknya pengurus cabang dari berbagai kota
di Jatim yang mengirim kontingennya. Fakta lain yang menarik adalah
pada nomor-nomor favorit seperti chang quan dan nan quan diikuti
oleh sekitar 20-30 orang, suatu situasi yang biasanya tampak di
event-event nasional seperti kejurnas. Fakta lain yang penting adalah
bahwa Jatim merupakan propinsi peraih Juara Umum di Kejurnas saat
itu, sehingga beberapa atlet yang bertanding dalam Kejurda Jember
notabene merupakan pemegang gelar juara nasional. Situasi ini membuat
kualitas persaingan dalam Kejurda Jember cukup baik, bahkan panitia
pelaksan PON XV memilih Jember sebagai lokasi pertandingan cabang
wushu dalam PON XV, sehingga Kejurda ini kemudian diproyeksikan
sebagai persiapan untuk menghadapi PON tersebut. Tirta Samudra sendiri
mengirim 8 orang atlet dalam event ini, dan memperoleh hasil yang
cukup memuaskan. Hasil tersebut adalah keberhasilan Andre Ferryanto
(medali perunggu nomor jian shu putra), Seputro Kokasik (medali
perunggu nomor dao shu putra) Vonny Kartika (medali perak nomor
jian shu putri dan medali perunggu nomor taiji quan putri), serta
Christian Wahyudinata yang mengulang kesuksesannya di Kejurda Surabaya
(juara harapan II nomor qiang shu). Sementara atlet-atlet yang lain
cukup memuaskan dengan memperoleh posisi di 10 besar. Selain prestasi
tersebut, kontingen dari TS juga merupakan klub asal Malang peraih
gelar terbanyak, sementara Malang sendiri merupakan urutan kedua
setelah Surabaya dalam perolehan medali kejurda Jember. Keberhasilan
ini diikuti dengan tawaran dari pihak Jember untuk melakukan uji
coba tanding dengan kontingen TS (buka kontingen Malang secara keseluruhan)
di Malang. Tawaran ini merupakan suatu penghargaan karena berarti
Jember mengakui kualitas Tirta Samudra (karena suatu uji coba tanding
pasti dilakukan dengan mengajak kompetitor yang lebih baik kualitasnya).
Sementara itu banyak pihak dari Surabaya dan kota-kota lain turut
pula mengakui kualitas kontingen TS.
Dari
publik Malang sendiri muncul sambutan-sambutan yang cukup menggembirakan
dalam berbagai bentuk. Para atlet TS semakin sering mengisi acara
dengan menampilkan kebolehan bermain wushu dalam berbagai event,
mulai dari pesta ulang tahun dan pernikahan di restoran/hotel, perayaan
di sekolah-sekolah, konser piano hingga pesta taman/garden party
di Batu. Dalam setiap eksebisi tersebut, tim dari TS selalu menampilkan
kreasi yang berbeda-beda setiap kali tampil, sehingga selalu cukup
mendapat sambutan yang meriah. Bahkan SMUK St. Albertus pernah mengadakan
kerjasama yang diikuti dengan pembentukan Gedung Malang - Aula St.
Albertus sebagai training hall kedua setelah Gedung Malang –
KSB. Namun gedung ini hanya bertahan selama 2 tahun karena dipandang
tidak cukup efektif dan efisien, sedangkan peserta latihannya dilebur
menjadi satu dengan Gedung Malang – KSB. Era ini yang mulai
memunculkan nama-nama legendaris klub berikutnya seperti Ferry Gunawan,
Johan Kristanto, Vonny Kartika dan Rico Yulianto. Tahap ini sangat
dipengaruhi oleh peran penting Kepala Gedung KSB saat itu, Andrianto
Rahardjo.
|