|
Sejarah
Tirta Samudra
V.
Penurunan dan Penyelamatan
Dimulainya
Restrukturisasi Klub (2000-2002)
Mulai tahun 2000, aktivitas pertandingan kembali menurun di Indonesia,
termasuk di Jawa Timur (pembahasan khusus tentang ini dapat dibaca
di artikel klub yang berjudul “Tirta Samudra, wushu di Indonesia
dan wushu di dunia”). Implikasinya juga mengenai TS dengan
stagnannya animo masyarakat Malang terhadap wushu, dan bahkan pelan-pelan
menurun, sementara tantangan bagi dunia pembinaan olahraga semakin
berat dengan makin dekatnya globalisasi 2003. Klub berkeyakinan
bahwa apabila tidak dilakukan penyesuaian dengan sistem klub yang
digunakan secara umum di dunia internasional, maka akan sulit bagi
klub olahraga apapun untuk bertahan. Berdasar ini, pengurus klub
mulai menerapkan Program TS 2003, yang terdiri dari 2 tahap, yaitu
restrukturisasi organisasi dan manajemen (direncanakan tahun 2000-2003)
lalu dilanjutkan reposisi operasional (direncanakan tahun 2003-2006).
Tahap pertama adalah likuidasi bertahap Badan Pekerja melalui pembentukan
pusat-pusat, untuk kemudian menjadi management board yang profesional,
beserta perubahan peraturan, prosedur dan budaya organisasi yang
sesuai dengan kondisi mutakhir. Pada tahun ini pula nama klub diubah
menjadi Pembinaan Wushu Tirta Samudra, sebagai penekanan terhadap
visi klub sebagai klub olahraga yang profesional dan terstruktur.
Tahap kedua dilakukan dengan perubahan sistem operasi dengan diikuti
pembangunan kesan baru sebagi klub profesional yang berperan penting
dalam sektor pendidikan, olahraga prestasi, kesehatan masyarakat
dan ekonomi secara bersamaan. Seperti yang diprediksikan, meskipun
restrukturisasi berjalan lancar, sektor SDM klub cenderung melemah
dalam periode ini, dengan semakin sulitnya merekrut calon anggota
karena rendahnya animo masyarakat Malang untuk mengikuti latihan
wushu (bukan animo menonton, kalau animo yang satu ini masih tetap
tinggi!). Implikasinya jelas adalah terhambatnya kaderisasi. Peda
era ini semakin sulit diperoleh atlet-atlet berkualitas karena jumlah
peserta terlalu sedikit yang mengakibatkan kompetisi dalam meningkatkan
kualitas diri masing-masing anggota kurang berjalan baik (tanpa
kompetisi yang gencar, sulit diperoleh kemajuan pesat karena tak
ada persaingan).
|