Jeprut,
sebuah istilah yang dijumput dari kosa kata bahasa Sunda, dan
berkembang di kalangan seniman Bandung khususnya di penghujung
tahun 1990-an. Lazimnya sebutan bagi seseorang/seniman dengan
prilaku tak wantah di dalam suatu presentasi karya (senirupa pertunjukan).
Padanan harafiahnya seperti aliran listrik yang mengalami korsleting,
dalam bahasa Sunda dusebut ngajeprut.
Ia menjadi semacam medium ekspresi yang lepas sama sekali dari
konteks atau ketentuan seni apapun.
Perengkel
jahe, awalnya adalah semacam metoda latihan olah tubuh dan
olah sukma di beberapa kelompok teater di Bandung, khususnya menjadi
bagian paket acting course Studiklub Teater Bandung. Pola
yang sama ditemukan juga, misalnya pada tata cara latihan di Bengkel
Teater Rendra.
Adalah suatu "metoda" mencari gerakan yang paling musykil
sekalipun. Diupayakan tak terikat oleh tata-cara apapun, melainkan
semata-mata mencari kemungkinan yang tak pernah tersentuh. Budi
S. Otong sewaktu bersama Teater SAE mengistilahkannya dengan baik:
menggali ke dalam tubuh sendiri sampai batas yang paling tidak
mungkin.
Gerak-gerak perengkel jahe inilah yang biasanya menjadi
bagian utama Seni Jeprut.
Jeprut
dan Perengkel Jahe, mencapai puncaknya di saat represi
politik pun demikian memuncak di Indonesia. Seniman, sepertinya
telah memendam gumpalan enerji pemberontakan yang demikian kuat,
sementara saluran-saluran ekspresi(seni) yang telah lazim sepertinya
telah sulit untuk dipakai untuk mengingatkan keadaan yang buruk
tersebut. Suatu saat yang keadaanya seperti "ada teriakan
keras" yang berhadapan dengan "tembok yang tuli dan
bisu." Pada situasi itulah jeprut dan perengkel
jahe tumbuh subur, bahkan hingga sekarang.
Tentu saja tidak sertamerta menjadi terma yang utuh dan mapan,
apalagi karena dasarnya pun menolak kemapanan. Tapi pada perkembangan
berikutnya jeprut dan perengkel jahe ini seperti
memberikan inspirasi bagi gerakan seni lainnya. Senirupa pasca-jeprut,
misalnya, ternayata mengalami pengayaan yang luar biasa. Lintas-objek,
lintas-ekspresi, lintas-medium, lintas-subject matter, bahkan
lintas-gender, kini menjadi kenyataan umum pada peta senirupa
di Bandung.
|