JAMBOEL.DA.RU SELAMAT DATANG DAN SEMOGA ANDA PUAS JANGAN LUPA ISI BUKU TAMU SERTA SARAN DAN KRITIKNYA |
![]() |
|
|
|
|
KUMPULAN PUISIKU
|
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kurengkuh
laut biru yang mulai lelah berdebur. Dan kusambut camar camar senja
yang berteriak rindu. "Pada
sebuah kesunyian". Menyusuri
tapak tapak yang tercetak jelas pada pantai soreku. Aku berkata "simpan
langkahku, akan kuambil nanti". Setelah
usang waktu menerima debuku. Tapi
kini sebuah hati telah mengambil langkah yang kusimpan itu. dengan
keyakinan satu satu
mata satu
hati satu
cinta satu... Aku
temukan sebutir peluru bersarang pada hatiku, menembus tepat di
relung hati yang paling dalam dan tetap terus bersarang. Kucoba
menyongkel peluru itu keluar, namun justru makin erat dia
berpegangan pada duri-duri yang juga bersarang dalam hatiku ini. Aku
diamkan dia sejenak, kutanyakan dia apa maunya, tapi dengan sombong
dia menjawab bahwa dia akan tetap bersarang disana sampai aku mati.
Mendengar jawabannya aku terdiam dan tak berusaha untuk menjawabnya
atau menanyakan apapun kepadanya. Dalam
benakku aku telah menyusun rencana, malam ini saat ia tertidur aku
akan menyusup ke sarangnya dan akan kubuat dia pingsan lalu kubuang
dia ke suatu tempat yang tak kan terjamah oleh siapapun. Akhirnya
malam tiba juga, malam adalah teman jiwa-jiwa kesepian, dimana dia
saksi dari semua yang terjadi dan takkan mungkin akan bercerita
tentang hal ini. karena dia telah berjanji padaku akan membantu
dengan kegelapannya. Kujalankan rencana yang telah kususun dalam
benakku. Tepat tengah malam, ketika semua cahaya malam menepati
janjinya padaku untuk tak bersinar, aku masuki hatiku. Kubuka
perlahan-lahan jendela hati, lalu dengan sigap aku melompat ke dalam
dan tanpa kusadari ternyata banyak sekali duri berada di dasar
lantai hati ini. Namun karena aku sudah bertekad untuk membuang
peluru sialan itu, maka dengan sekuat tenaga aku berupaya mencapai
relung hati yang paling dalam untuk mengeluarkan peluru sialan itu. Lama
aku mencari-cari tempat dimana dia bersembunyi, tapi tak juga
kutemukan tempat peluru itu bersarang. Aku capek, lelah dan bosan,
sementara duri-duri semakin banyak menempel di tubuhku ini, tapi
bagaimanapun juga aku harus keluarkan peluru ini dari relung hatiku
yang paling dalam.Dan akhirnya aku ingat, kenapa dari tadi tak
kucoba ikuti patahan duri yang terlewati peluru itu, iya….benar
sekali kenapa tidak dari tadi aku ikuti petunjuk ini. Aku telusuri
jejak-jejak yang di tinggalkan oleh peluru sialan itu, untuk
mendapatkannya. Dilihat
dari jejak yang ditinggalkannya, aku tahu bahwa peluru ini peluru
yang berkecepatan tinggi, karena hampir semua duri disini patah
dengan sempurna. Berarti peluru ini menancap dengan erat pada relung
hatiku. Tentu saja aku berharap dapat segera menemukan peluru yang
benar-benar membuat hatiku tak menentu ini. Selama menelusuri lorong
ini, ternyata aku berubah pikiran, seandainya peluru itu nanti
kudapatkan, akan kulubangi dan kujadikan kalung agar selalu bisa
kukenang kelakuannya yang berani-beraninya memasuki relung hatiku
dan melukainya. Kali
ini kutemukan darah yang mengalir dari ujung lorong ini, dan aku
semakin terbakar, aku tak rela ada yang berani melukai hatiku sampai
berdarah seperti ini. Dalam benakku, terbayang bagaimana relung
hatiku sedang sekarat akibat luka yang dilakukan peluru itu. Tanpa
pikir panjang aku langsung berlari ke arah darah itu dan dengan
penuh amarah aku angkat linggis yang kubawa dan mengumpat tak karuan,
aku menjadi seperti orang gila. Terlebih lagi ketika aku melihat
lubang yang cukup dalam dan dipenuhi darah segar yang terus mengalir
bagaikan mata air. Segera aku bersihkan darah itu dengan bajuku dan
aku berusaha menggapai dasar lubang itu, yang kuyakini tempat peluru
itu bersarang. Aku raba-raba dan akhirnya kutemukan juga peluru itu,
tanpa pikir panjang lagi kuayunkan linggisku dan kucongkel keluar
peluru itu, namun terasa berat dan mengakar, hingga tanganku serasa
mau putus. Tapi bagaimanapun juga aku harus bisa menyongkelnya
keluar, itu sudah tekadku dan takkan ada yang bisa menghalanginya.
Aku kerahkan seluruh tenagaku dan sedikit demi sedikit peluru itu
mulai terangkat, aku istirahat sebentar untuk menarik nafas dan
membersihkan darah serta keringat yang terus membasahi tubuhku, lalu
aku lanjutkan lagi menyongkel. Selang
satu jam kemudian barulah peluru itu bisa kuangkat, dan serta merta
dari bekas lubang itu darah segar muncrat keluar bagaikan air mancur
dan menghempaskanku ke lantai hati yang berduri ini. Kucoba untuk
menambal luka itu, namun dengan cara apapun darah itu tetap muncrat,
seakan-akan memang tak bisa dihentikan. Berhubung
tujuanku telah tercapai, aku tak mau pusing-pusing lagi mengurusi
darah ini, toh nantinya juga akan berhenti sendiri, begitu pikirku.
Dengan penuh kebahagiaan aku kembali keluar dari hati ini melalui
jendela hati yang dari tadi kubiarkan terbuka untuk memudahkan aku
pulang, sesampainya diluar kututup kembali jendela hati, dan kuikat
erat-erat agar tak ada lagi peluru yang bisa masuk ke dalam hatiku,
lalu aku berlari dan berteriak penuh kepuasan. Setelah
membersihkan seluruh tubuh yang penuh darah dan keringat ini, aku
berbaring di kamar sambil terus memandangi peluru itu,
kutimang-timang dan kuamati bentuknya untuk memastikan siapa yang
mengirimkan peluru ini. Dan sesuai dengan rencanaku, aku ambil mata
bor dan kulubangi peluru itu, lalu aku ikatkan tali dan kukalungkan
ke leherku, dengan harapan malam ini aku bisa kembali tidur tenang
karena aku pikir tak ada lagi nyeri yang kurasa dari relung hati
yang paling dalam. Namun
harapan kembali tak sesuai dengan kenyataan, malam ini kembali aku
gelisah dan tetap kurasakan nyeri itu. Tapi aku pikir karena bekas
luka itu masih baru jadi hal ini wajar saja, akhirnya akupun
tertidur walaupun dengan bersusah payah. Seminggu
berlalu setelah aku mendapatkan peluru itu namun rasa nyeri itu
tetap ada, dan akupun berkesimpulan ini terjadi gara-gara aku
menyimpan peluru itu, lalu kuputuskan untuk membuang peluru itu dan
berusaha melupakan bahwa hatiku pernah dibuat nyeri oleh peluru itu. Benar
juga, setelah kubuang peluru itu, aku tak lagi merasakan nyeri di
hati. Namun kini perasaan aneh justru terus bergelayut di hatiku,
perasaan hampa, perasaan kehilangan sesuatu, perasaan rindu terus
menerus bergelayut dan menyelimuti hatiku. Kini, tiga bulan sudah
setelah peluru itu berhasil keluar dari hatiku aku justru semakin
merindukannya, kenapa ?. dan aku yakin bekas luka itu masih terus
menganga, sampai kapan ? sampai aku mati mungkin rasa itu akan tetap
ada bersama semua kenangan nyeri yang semakin kurindukan. Dan tak
akan kubiarkan ada peluru lain yang akan bersarang lagi di hati ini.
Jika suatu ketika kau menemukan peluru yang berlobang dan ada
sedikit noda darah, tolong tembakkan ke dadaku. Ijinkan aku untuk
menikmati peluru yang kurindu. Wassalam |
Kanal Utama | Depan | Berita | Artikel | Konsultasi | Belanja | Mail | Milis | |
Info | Tentang kami | Kontak | Iklan | |
copy
right by jamboel.da.ru
sugestion and critic please send mail to me : totok_79@hotmail.com and guestiee@belantara.com