Masjid
Jami Al-Atiq (1500-an)
Kampung Melayu Besar, Tebet, Jakarta Selatan
Bertahun-tahun dibui, tahun 1890 Pitung dan
Ji'ih akhirnya berhasil kabur dari penjara Meester Cornelis. Mereka berdua
melarikan diri sambil menyusuri Kali Ciliwung. Karena kelelahan terus
menerus dikejar Opas Belanda, dua sahabat itu bersembunyi di sebuah masjid
pinggiran kali. Beruntung, ulama dan jamaah masjid----yang tahu ada berita
santer pelarian pribumi dari penjara Mester, menyembunyikan mereka di dalam
masjid. Pitung dan Ji'ih mujur, rupanya masyarakat seputar masjid tahu
reputasi jagoan dari Marunda itu. Jadi 'ngumpet' berbulan-bulan di masjid
tak jadi masalah bagi mereka berdua dan jamaah masjid.
Itulah sepenggal kisah heroik yang menyertai
keberadaan Masjid Jami Al Atiq, di Jalan Masjid I Rt.003 Rw.01, Kampung
Melayu Besar, Jakarta Selatan. Begitu banyak kisah sejarah dan mistis yang
disimpan masjid ini, rupanya tidak membuat Masjid Al Atiq berpenampilan
cantik. Kini sosoknya tak ubahnya seorang lelaki tua renta tak terurus yang
ditinggalkan sanak-saudara. Berbagai dokumen dan peninggalan bersejarah
banyak yang raib tak jelas.Lebih-lebih setelah masjid ini terkena dan
dijadikan tempat penampungan masyarakat korban banjir tahun 1996 lalu.
Sebagian besar material kini telah berganti dengan beton, walau disebutkan
arsitekturnya tidak berubah. Sisa-sisa masa lalu itu, bisa dilihat pada
sebagian pintu berdaun dua dan berpatri timah serta sederetan jendela kaca
di bagian atas sebelah barat.
Disebutkan masjid ini dibangun sekitar awal
tahun 1500-an. Dan tak banyak yang tahu kalau Masjid Al Atiq sebenarnya
adalah peninggalan Sultan Banten I, Kesultanan Banten Lama, Sultan Maulana
Hasanuddin. Masjid ini dibangun ketika putra dari Sunan Gunung Jati alias
Syarif Hidayatullah itu melakukan kunjungan ke Batavia. Jadi masjid ini
dibangun ketika masa Walisongo berkiprah di wilayah Jawa. Maka tak heran
jika arsitektur masjid memiliki kemiripan dengan standar arsitektur masjid
yang dibangun oleh para wali.
Atapnya yang berbentuk prisma bersusun tiga,
mengingatkan pada arsitektur masjid di Demak, Gresik dan masjid-masjid
lainnya sekitar Jawa Tengah. Pembangunan Masjid Al Atiq diduga berbarengan
dengan pembangunan masjid yang ada di Banten dan daerah Karang Ampel, Jawa
Tengah. Dua masjid yang juga dibangun karena peran Sultan Maulana
Hasanuddin.
Sekitar awal tahun 1619, ketika Pangeran
Jayakarta dan pasukannya hendak menuju pusat kota Batavia menyusuri Kali
Ciliwung, Masjid Al Atiq dahulu berada dalam keadaan menyedihkan. Tidak
terpelihara dan nyaris roboh. Sebelum meneruskan perjalanan dikisahkan
rombongan itu singgah dan memperbaiki wujud masjid serta menetap beberapa
lama di wilayah itu yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
sebagai pengusaha sado. Maka tak heran awalnya masjid ini disebut dengan
Masjid Kandang Kuda.
Tidak cuma sebagai saksi bisu singgahnya
tokoh-tokoh bersejarah, Masjid Al Atiq banyak juga menyimpan
dongeng-dongeng mistis. Misalnya, tentang ampuhnya tongkat khatib di mimbar
masjid. Alkisah pernah suatu ketika ada seorang yang disembuhkan
penyakitnya lewat ramuan dari serpihan kayu pada tongkat itu. Sekarang
satu-satunya benda pusaka yang masih tersisa ya tongkat itu. Tapi tentunya,
Anda sekarang tidak bisa sembarangan menyentuh tongkat itu . Kalau hanya
sekedar ingin melongok, dan membayangkan dimana Si Pitung dan Ji'ih
bersembunyi, Terminal Bus Kampung Melayu dan Stasiun KA Jabotabek Tebet
rasanya bisa dijadikan alternatif menuju ke tempat itu.n
|