Menu Penutup:
Senarai: Kereta apiku
Renungan: Masa Depan di Tangan Anda
Artikel: Ukhuwah Islamiyah
Artikel: Peran Mahasiswa sebagai Agen Perubahan
Artikel: Berislam di Negeri Sakura
Resensi: Teacher Efectiveness Training
Produk: Micro Pump
Lepas: Cermin Bagi Penulis
Lepas: Oscar Award for Best Actor-Actress
Lepas: Gegar Budaya

 
 

TEACHER EFFECTIVENESS TRAINING

Menjadi Guru Efektif

Thomas Gordon

Training ini diadakan karena selama ini konsep-konsep yang diterima guru dalam pendidikannya terlalu abstrak untuk diterapkan. Misalnya konsep 'menghormati kebutuhan murid', 'pendidikan afektif', 'pendidikan humanistis', ' komunikasi dua arah', dsb. Konsep-konsep tersebut benar, namun untuk menghindari kebingungan diperlukan penjelasan yang 'membumi' dan terpraktekkan. Dalam training ini guru dibekali dengan ketrampilan dan metode hingga hubungannya dengan orang lain, dalam hal ini murid, dapat menciptakan suatu tujuan diri (self direction), tanggung jawab pada diri sendiri (self responsibility), penentuan nasib sendiri (self determination), pengontrolan diri sendiri (self control) dan mengevaluasi diri sendiri (self evaluation). Metode yang dikembangkan merupakan alternatif terhadap permainan hoop-jump-biscuit di mana murid yang berhasil melompat hingga ketinggian tertentu mendapat hadiah biskuit. Permainan tersebut memang menimbulkan motivasi pada murid, namun tanggapan murid dapat berbeda-beda. Seorang murid mungkin menganggap bahwa melompat terlalu sukar baginya sehingga dia menolak melompat. Murid lain bisa jadi akan meninggalkan permainan sebab temannya yang dapat meloncat lebih tinggi akan mengejeknya sebagai orang lemah.

Inti dari training ini adalah hubungan antara guru dengan murid. Perlu diperhatikan bahwa murid, dengan perbedaan IQ, asal-usul, warna kulit, kemampuan, status sosial dan ekonomi, mempunyai satu kesamaan penting. Mereka adalah manusia yang memiliki ciri manusia, perasaan manusia dan respon manusia. Jadi tinggalkan mengklasifikasi, menguji, mengevaluasi, memberi label dan mengelompokkan murid dalam stereotip-stereotip tertentu seperti dokter memandang pasiennya. Ingat dengan metode ini guru akan menjadi pengajar yang efektif, bukan penegak disiplin.

Dalam melihat model hubungan guru-murid yang efektif terlebih dahulu seorang guru perlu meninggalkan mitos tentang guru yang baik. Guru adalah juga manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dengan segala perasaan kemanusiaannya. Jangan mengembangkan dua kepribadian, satu kepribadian untuk mengajar (akrab) dan satunya lagi untuk mengontrol. Dalam memandang tingkah laku murid kita dapat mengangankan sebuah segi empat tingkah laku murid, baik yang kita terima maupun tidak. Perlu diingat bahwa garis yang membatasi tingkah laku akseptabel dengan tingkah laku yang tidak akseptabel dapat berubah-ubah karena hal berikut :

  • Perubahan dalam diri sendiri (guru), misalnya di siang hari (lelah) lebih banyak tingkah tidak akseptabel.
  • Perbedaan perasaan terhadap murid yang berbeda, cukup manusiawi seperti mengapa memilih X sebagai istri bukan Y.
  • Pengaruh situasi atau lingkungan, misalnya berteriak di halaman berbeda dengan di ruang kelas.

Kepura-puraan, dalam menerima atau menolak, perlu dihindari karena murid akan menjadi bingung atau merasakan adanya kepalsuan. Murid dapat menangkap pesan non verbal, "pesan-pesan tubuh", dan lebih mempercayainya.
Dalam melihat masalah yang menghalangi proses belajar-mengajar juga perlu diperhatikan siapa pemilik masalah. Tentu penanganannya akan berbeda.
Jika masalah adalah milik murid, seperti Agung sering membolos, Mira melamun di kelas, guru jangan mengirim pesan-pesan yang mengkomunikasikan bahwa tindakan itu tidak akseptabel sehingga guru menghendaki anak itu berubah atau berbuat seolah-oleh tidak mempunyai masalah. Bahasa penolakan tersebut, yang merupakan penghalang komuikasi, dapat dikelompokkan dalam 12 kategori sebagai berikut :
(Ingat hal ini merupakan penghalang jika murid mengalami masalah, pada daerah bebas masalah pengaruh buruk hal-hal di bawah ini jauh berkurang.)

Mengkomunikasikan penolakan :

  1. Memerintah, mengkomando, mengatur. Misal : "Mengeluh terus, selesaikan pekerjaanmu".
    Pesan ini mengungkapkan kepada murid bahwa tindakannya tidak akseptabel pada saat itu juga. Dapat membuat murid marah atau kecewa.
  2. Memperingatkan, mengancam. Misal : "Sebaiknya kau cepat ambil bola itu kalau ingin dapat nilai bagus dalam pelajaran ini."
    Pesan ini mengatakan kepada murid bahwa guru tidak begitu menghormati kebutuhan dan keinginan murid. Dapat membuat murid takut dan bersikap tunduk.
  3. Menanamkan moral, mengkhotbahi, memberi keharusan. Misal : "Kau tahu tugasmu di sekolah adalah belajar. Kau harus meninggalkan masalahmu itu di rumah."
    Pesan ini mengharuskan murid memikul beban kekuasaan, tugas dan keharusan yang berasal dari luar. Dapat menimbulkan rasa bersalah dan menyiratkan bahwa guru meragukan kemampuan murid dalam memberi pendapat, membuat pertimbangan dan memegang nilai-nilainya sendiri.
  4. Menasehati, menawarkan pemechan masalah dan saran. Misal : "Yang sebaiknya kau kerjakan adalah mengatur jadwal belajarmu. Setalah itu selesaikanlah pekerjaanmu."
    Pesan ini ditafsirkan bahwa guru tidak mempercayai kemampuan murid dalam memecahkan masalahnya sendiri.
  5. Menggurui, menceramahi, memberikan argumen logis. Misal : "Lihatlah kenyataannya. Ingatlah, waktumu tinggal 34 hari lagi untuk menyelesaikan tugasmu."
    Murid dapat merasa rendah diri dan tidak mampu atau justru menimbulkan penolakan dan kemarahan karena menyiratkan bahwa murdi tidak logis dan tidak mengerti.
    Mengkomunikasikan penghakiman, evaluasi atau perendahan :
  6. Menghakimi, mengkritik, tidak menyetujui, menyalahkan. Misal : "Kau ini sangat malas, atau kau ini paling suka menunda-nunda."
    Pesan ini membuat murid merasa bodoh, tidak mampu, rendah diri, tidak berguna, jelek. Murid akan menyembunyikan perasaannya, tidak mau mengambil resiko atau mencari bantuan ke orang lain.
  7. Membentak, menstereotipkan, memberi label. Misal : "Tingkahmu itu seperti anak SD saja, tidak seperti orang yang sudah akan menginjak SMU."
    Pesan ini mengandung efek merusak terhadap citra diri murid.
  8. Menginterpretasikan, menganalisis, mendiagnosis. Misal : "Kau hanya menghindar dari tugas itu."
    Pesan ini menyatakan pada murid bahwa guru mengetahui siapa muridnya, apa motivasinya dan mengapa murid berbuat seperti itu. Penelaahan ini membuat murid merasa diekspos, ditelanjangi dan dipermalukan (jika benar) atau murid menjadi marah karena dituduh tidak benar (jika salah).
    Mengkomunikasikan agar murid merasa lebih baik, agar masalahnya lenyap atau mengingkari kalau dia mempunyai masalah :
  9. Memuji, menyetujui, memberi evaluasi positif. Misal : "Kau benar-benar seorang anak muda yang berbakat. Saya tahu kau pasti dapat menyelesaikan masalah itu."
    Pesan ini diartikan murid sebagai usaha untuk mempermainkan mereka, atau cara halus agar murid berbuat sesuai dengan apa yang diinginkan guru.
  10. Memberi kepastian, memberi simpati, menenteramkan, memberi dukungan. Misal : "Kau bukan satu-satunya orang yang pernah merasakan kejadian seperti ini. Saya juga pernah mengerjakan tugas berat dan saat itu saya pun berada dalam situasi seperti yang kau hadapi sekarang ini. Tapi sebenarnya keadaannya tidak seberat yang kau duga bila kau sudah mulai melakukannya."
    Pesan ini meyakinkan murid bahwa guru tidak mengerti dan ingin murid membuang perasaan yang dirasakan murid.
    Ingin menyelesaikan masalah murid dengan jalan terbaik :
  11. Menanyai, mendesak, menginterogasi, mengecek jawaban. Misal : "Apa kau pikir tugas itu terlalu berat?" "Berapa lama kau mengerjakannya ?" "Berapa jam yang sudah kau habiskan untuk mengerjakan ini ?"
    Pesan ini diartikan sebagai ketidakpercayaan, curiga atau ragu terhadap murid. Kadang ditafsirkan sebagai pertanyaan yang bersifat menjebak sehingga mereka takut. Dapat juga murid mengartikan bahwa guru sedang berusaha mencari informasi untuk memecahkan masalah murid, tidak meminta murid menyelesaikan masalahnya sendiri.
    Mengubah topik pembicaraan, mengalihkan perhatian murid atau sama sekali menghindarkan diri dari masalah murid :
  12. Menarik diri, mengganggu, sinis, melucu, mengalihkan perhatian. Misal : "Ayo, mari kita membicarakan sesuatu yang lebih menyenangkan." "Sepertinya ada seseorang yang gampang marah pagi hari ini."
    Pesan ini mengkomunikasikan kepada murid bahwa guru tidak tertarik padanya, tidak menghormati perasaan murid atau bahkan menolak murid. Murid dapat merasa ditolak dan terhina.

Tiga pertanyaan dasar yang sering menimbulkan kesalahpahaman :

  1. Apa salahnya memberi fakta, menasihati, dan memberikan informasi ? ("Bukankah ini merupakan prinsip dasar seorang guru ?")
  2. Mengapa memuji dan memberi evaluasi positif tergolong dalam 12 penghalang komunikasi ? ("Saya diajar untuk memberi pujian untuk memperkuat dan mendorong tingkah laku yang baik".)
    Pujian yang diberikan kepada murid yang bermasalah dengan dirinya sendiri (tidak bahagia atau tidak puas dengan dirinya atau tindakannya) akan membuat murid merasa bahwa guru tidak memahami dirinya dan dapat membuat murid memperkuat pertahanan evaluasi dirinya yang rendah. Bila pujian dilakukan agar murid melakukan perbuatan seperti 'yang dikehendaki' guru, murid akan menilai pujian itu tidak tulus dan dibuat-buat. Selain itu di kelas pujian yang diberikan hanya kepada seorang atau sekelompok murid akan dirasakan sebagai evaluasi negatif oleh murid lainnya. Dan murid yang biasa mendapat pujian akan merasa mendapat evaluasi negatif bila suatu saat dia tidak dipuji. Pujian jika diberikan pada area bebas masalah bukan merupakan penghalang komunikasi asal diberikan secara spontan dan tulus terhadap tingkah laku murid.
  3. Mengapa mengajukan pertanyaan dianggap tidak efektif ? (Mengajukan pertanyaan adalah alat yang sangat berguna dalam mengajar-Anda tahu, 'cara Socrates' atau 'cara minta penjelasan'.)
    Menanyai dan menyelidiki orang yang bermasalah akan menjadi penghalang komunikasi karena :
    • Orang merasa terancam bila orang lain menyelidiki terlalu dalam tentang perasaan-perasaan yang belum bisa diungkapkannya.
    • Pertanyaan dapat membelokkan masalah kalau tidak relevan dan tidak mengarah pada tujuan.
    • Pertanyaan membatasi banyaknya persoalan atau perasaan atau topik yang dapat dikomunikasikan seseorang.

Cara yang konstruktif dalam membantu murid menyelesaikan masalahnya adalah dengan melakukan hal-hal berikut :

  1. Mendengar pasif (Diam). Hal ini merupakan pesan nonverbal yang kuat yang membuat murid merasa diterima dengan tulus dan mendorongnya mengungkapkan masalah dengan lebih dalam. Tapi diam tidak membuktikan bahwa Anda benar-benar menaruh perhatian atau mengerti.
  2. Respon Pengakuan. Isyarat non verbal (mengangguk, mengerutkan dahi, tersenyum) dan isyarat verbal ("Oh", "Saya tahu") memberitahu murid bahwa anda benar mendengarkan dan menyatakan bahwa anda masih memperhatikan dan anda tertarik (empati). Tapi tidak membuktikan bahwa guru memahami masalahnya.
  3. Kunci Pembuka, Ajakan untuk Bicara. Hal ini memberikan dorongan tambahan agar murid berbicara lebih banyak, lebih dalam atau bahkan untuk mulai berbicara. Misal : "Apakah kau ingin membicarakan hal itu lebih lanjut ?", "Itu sangat menarik, apa lagi ?", "Sepertinya engkau mempunyai perasaan mendalam tentang hal itu", "Saya terkesan dengan apa yang kau katakan", "Apakah kau mau membicarakan hal itu ?". Cara ini tidak efektif untuk menunjukkan suatu penerimaan, pengertian atau kehangatan. 'Membuka pintu' bukan menjaga 'pintu tetap terbuka'. Bila terlalu sering digunakan akan menjadi klise.
  4. Mendengar Aktif (Umpan Balik). Membuktikan bahwa pendengar mengerti. Perlu diperhatikan bahwa apa yang dikatakan murid sering merupakan pesan yang telah disandikan. Sebagai contoh pertanyaan "Jam berapa sekarang" dapat berarti pesan bahwa "Saya lapar". Dengan mendengar aktif murid dan anda akan tahu bahwa pesan yang disampaikan telah diterima dengan benar, dan tidak hanya merespon sandinya saja.

    Contoh :

  5. Murid : Sekolah ini tidak sebagus sekolah saya dulu. Murid-murid di sana sangat ramah.
    Guru : Kau merasa dikesampingkan di sini.
    Murid : Iya.
    atau
    Murid : Saya tak tahu apa yang akan saya ambil di perguruan tinggi nanti. Saya ingin mengambil teknik sipil, tapi ibuku ingin akau mengambil matematika.
    Guru : Kau bimbang antara keinginanmu dan keinginan ibumu.
    Murid : He-eh.

Persyaratan untuk mendengar aktif :

  • Guru harus mempunyai perasaan percaya yang dalam terhadap kemampuan murid untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tujuannya adalah memudahkan ditemukannya pemecahan, walaupun perlu waktu berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan.
  • Guru harus dapat menerima dengan tulus perasaan-perasaan yang diungkapkan murid, walaupun berbeda dengan perasaan-perasaan yang 'harus' dimiliki murid berdasarkan pikiran guru.
  • Guru harus mengerti bahwa perasaan-perasaan sering kali berubah.
  • Guru harus mempunyai keinginan membantu menyelesaikan masalah murid, dan menyediakan waktu untuk itu.
  • Guru harus 'dekat' dengan tiap murid yang mengalami masalah, tapi harus dapat menjaga identitasnya, jangan sampai terlibat dengan perasaan-perasaan murid sehingga keterpisahan itu hilang. Guru harus mengalami perasaan seolah-olah perasaan yang dialami murid itu perasaannya sendiri tapi jangan sampai perasaan itu menjadi miliknya.
  • Guru harus mengerti bahwa murid jarang dapat memulai berbagi masalah yang sebenarnya. Mendengar aktif membantu murid menjernihkan, menggali lebih dalam dan menjauh dari masalah yang dikemukakan pada awalnya. Jika guru merasa tidak senang katakan "Saya merasa tidak cocok" dan membantu murid agar menemukan orang lain yang lebih cocok dan dapat menerima jenis-jenis masalah kehidupan yang sering dialami murid.
  • Guru harus menghormati kerahasiaan apa yang dialami murid dalam kehidupannya.

Dengan menkonsultasi murid dapat memberikan lebih banyak untuk proses belajar-mengajar yang efektif. Hal ini disebabkan dengan mengkonsultasi murid, dalam hal ini dengan mendengar aktif, akan membantu murid bekerja dan melepaskan perasaan-perasaan yang berat (katarsis), membantu murid mengerti bahwa perasaan-perasaan itu adalah temannya (tidak jelek), memudahkan murid memecahkan masalah, tetap menyerahkan tanggung jawab kepada murid, membuat murid lebih mau mendengarkan guru, dan merapatkan hubungan antara seorang guru dan seorang murid.

Mendengar aktif dapat membantu setiap dibutuhkan suatu komunikasi yang lebih jujur dan terbuka. Cara ini dapat merangsang efektifitas diskusi mengenai topik tertentu, menanggulangi keengganan murid dalam mempelajari hal-hal baru, membantu murid yang tidak mandiri dan takut, memaksimalkan diskusi yang berpusat pada murid dan membuat rapat dengan orang tua lebih efektif, demikian pula rapat antara guru-orang tua-murid. Berikut ini adalah contoh-contoh yang dilakukan guru untuk masing-masing masalah.

Contoh yang salah dalam diskusi tentang topik tertentu :
Anna : ... Saya berpendapat pengeboran minyak lepas pantai harus dihentikan.
Steve : Itu pendapat yang bodoh. Apa yang kau tahu tentang pengeboran minyak ?
Anna : (mempertahankan diri). Yah, bila kau mendengarkan dengan baik, sebenarnya tak perlu sinis begitu. Aku baru saja menjelaskannya.
Guru : Tunggu dulu. Kalian berdua tidak perlu saling berbantahan dan membentak. Steve, kalau tidak setuju bilang saja, "Aku tidak setuju". Kau tak perlu bilang Anna bodoh walau kau tak sependapat dengannya. Dan, Anna, mungkin Steve tadi mendengarkan. Walau dia tidak setuju tidak berarti dia tidak mendengarkanmu. Baik, sekarang teruskan.
Anna : Saya sudah.
Steve : (diam)

seharusnya guru dapat berkata
Guru : Kau merasa telah mengemukakan kasus yang baik menurut pandanganmu, Anna, dan kau kesal waktu Steve tidak menyetujui pendapatmu.
dst.

Contoh salah dalam menanggapi keengganan murid :
Situasi : Guru Sekolah Dasar meminta muridnya menggambar 6 bola.
Matt : Saya tak bisa menggambar bola dengan baik.
Guru : Oh, menggambar bola sangat mudah. Gambarmu bagus sekali. (Meyakinkan kembali, mendukung)
Matt : Bagi saya tidak, gambar bola saya tidaklah bagus.

Contoh salah dalam membantu murid untuk mandiri :
Guru : Charles, kau begitu pendiam. Kau harus lebih terlibat dalam diskusi kelas kita.
Jika masalah adalah milik guru, dimana guru mungkin mengalami perasaan terganggu, frustasi, sebal, marah, bingung dan dongkol, pemecahannya menjadi berbeda. Untuk lebih memperjelas, masalah milik guru misalnya seorang murid menggores-gores permukaan meja yang baru atau beberapa murid menyela percakapan anda dengan seorang murid lainnya. Dalam hal ini dapat dilakukan usaha berikut :

  • Mencoba mengubah perilaku murid
  • Mencoba mengubah lingkungan
  • Mencoba mengubah diri anda sendiri

Untuk hal semacam ini peran sebagai konselor tidak sesuai dan bahasa penerimaan tidak akan efektif bahkan terkesan dibuat-buat. Perlu diperhatikan bahwa bila murid mempunyai masalah maka inisiatif berkomunikasi ada pada pihak murid, sedang guru hanya sebagai pendengar, pembimbing dan lebih pasif dalam pemecahan masalah. Intinya adalah guru membantu memenuhi kebutuhan murid. Namun bila guru yang mempunyai masalah maka guru harus mengambil inisiatif berkomunikasi, guru juga berperan untuk mengirim dan memberi pesan. Di sini guru lebih aktif dalam pemecahan masalah karena guru sedang membantu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Dalam usaha mengubah perilaku murid biasanya guru mengirim pesan yang tidak efektif. Pesan yang disampaikan itu dapat dibagi menjadi beberapa kategori :

Pesan pemecahan, guru menyampaikan pemecahan kepada murid dan diharapkan murid menerimanya :

  1. Memerintah, mengkomando, mengatur. Misal : "Buang permen karet itu !"
  2. Memberi peringatan, mengancam. Misal : "Jika kamu tidak berbaris, akan kubiarkan kamu berdiri di situ sehari penuh !"
  3. Memoralisasi, mengkhotbahi. Misal : "Seharusnya kamu tahu bagaimana mengerjakan itu !"
  4. Mengajar, menggunakan logika, memberikan fakta. Misal : "Buku untuk dibaca bukan untuk dicoret-coret."
  5. Menasehati, menawarkan pemecahan masalah. Misal : "Jika aku adalah kamu, aku akan kembali bekerja."
    Pesan di atas gagal karena mengandung pesan tersembunyi : "Anda terlalu bodoh untuk dapat membantuku." atau "Kamu berubah karena aku menyuruhmu."
    Pesan yang merendahkan :
  6. Menghakimi, mengkritik, tidak menyetujui, menyalahkan. Misal : "Kamu nakal !"
  7. Membentak, menirukan, menghina. Misal : "Kamu seperti binatang liar hari ini !"
  8. Menginterpretasi, menganalisis, mendiagnosis. Misal : "Kamu melakukan itu untuk menarik perhatian."
  9. Memuji, menyetujui, memberi evaluasi positif. Misal : "Kamu punya otak untuk menjadi murid yang baik."
  10. Meyakinkan kembali, memberi simpati,memberi dukungan. Misal : "Saya mengerti bahwa akan ada pertandingan sore ini, tapi jangan lupa kalian masih harus belajar sampai jam tiga."
  11. Mendesak, menanyai, menginterogasi. Misal : "Mengapa kamu berdiri dan berjalan-jalan ?"
    Murid yang mempunyai konsep positif tentang dirinya akan menduga bahwa guru tidak berpijak pada kenyataan dan mengabaikan pesan ini, namun murid yang masih berjuang untuk mendapatkan harga dirinya akan menyimpulkan bahwa dirinya tidak beres dan makin memperburuk citra diri mereka.
    Pesan tidak langsung :
  12. Berolok-olok, menggoda/mengusik, menyindir, melencengkan pembicaraan dan mengalihkan komentar. Misal : "Saya tak pernah mengajar di depan segerombolan monyet sebelumnya."

Pesan ini gagal bisa karena terlalu halus sehingga tidak mempunyai efek, tidak dimengerti atau justru murid menganggap guru tidak berterus terang sehingga tidak layak dipercaya.

Kedua belas pesan di atas merupakan pesan Anda, seperti Anda hentikan itu !, Anda lebih baik diam atau ?! , Anda seperti bayi, Anda biasanya menjadi murid yang baik, dll. Seharusnya guru mengirim pesan Saya yang berisi tentang apa yang dia rasakan, seperti Saya frustasi dengan bunyi itu, Saya merasa terganggu bila orang-orang mondar-mandir di ruangan ini. Pesan anda tidak efektif karena akan diterima oleh murid sebagai evaluasi tentang dirinya. Contohnya jika anda merasa frustasi anda dapat berkata, "Kamu tidak sopan" dan ditangkap murid sebagai "Ia pikir aku buruk". Namun guru dapat juga berkata "Aku frustasi" dan diterima murid sebagai "Ia frustasi".

Agar mempunyai dampak luas bagi murid, pesan saya harus mempunyai tiga komponen, yaitu:

  1. Murid harus mengetahui apa penyebab timbulnya masalah bagi guru. Misal : "Ketika saya menemukan kertas berserakan di lantai .....", "Ketika saya sering diganggu ketika tengah mengajar ......", "Ketika anda menggangguku .....", "Ketika anda meloncat naik-turun ..." . Dua pesan yang terakhir bukan pesan anda karena melaporkan fakta bukan ulasan. Berbeda dengan "Bila anda tidak saling memperhatikan ..."
  2. Menunjuk langsung efek nyata atau konkret paa guru dari tingkah laku yang telah diutarakan. Misal : "Bila anda meninggalkan pintu tak terkunci (penjelasan tidak menghakimi) kadang barang-barang saya dicuri orang ...." (efek nyata).
  3. Menyatakan perasaan-perasaan yang timbul dalam diri guru, sebab terkena efek nyata. Misal : "Bila kamu menjulurkan kakimu di gang di antara bangku-bangku (penjelasan tentang tingkah laku), saya dapat tersandung (efek nyata) dan saya akan jatuh dan cedera (perasaan).

Setelah mengirim pesan saya sering justru menimbulkan masalah bagi si murid. Oleh karena itu ditekankan perlunya mengurangi tekanan, dari konfrontasi menjadi mendengar aktif.
Contoh :
Guru : Allan, keterlambatanmu masuk kelas menimbulkan masalah bagiku. Kalau kamu masuk terlambat, saya harus menghentikan apa yang tengah saya lakukan. Ini mengacaukan pikiran saya dan membuat saya frustasi.
Murid : Yah ..., banyak pekerjaan yangharus saya lakukan belakangan ini, sehingga tak bisa masuk kelas tepat pada waktunya.
Guru : Oh, ya, jadi kamu mempunyai masalah belakangan ini (Mendengar aktif)
dst.

Perlu diingatkan jangan membuat pesan "Saya marah" karena itu sering diterima sebagai "Saya mareh pada Anda" atau "Anda membuat saya marah". Marah adalah perasaan sekunder yang mengikuti perasaan primer. Misal guru cemas saat muridnya tersesat dalam kamping kemudian marah. Juga perlu diingatkan bahwa resiko terbesar dalam mengirim pesan saya adalah pengungkapan diri sendiri. Orang lain akan mengenal anda lebih dekat dan lebih dalam sehingga penolakan oleh orang lain setelah anda melakukan pengungkapan ini akan lebih menyakitkan. Namun hal ini lebih baik daripada terus-menerus hidup dalam kepura-puraan. Resiko kedua adalah kemungkinan timbulnya modifikasi diri karena sebelum mengirim pesan saya, sering guru harus menganalisis keadaan dengan lebih teliti dan kadang-kadang mereka yang harus melakukan modifikasi bukan si anak. Resiko ketiga adalah tanggung jawab. Pesan saya meletakkan tanggung jawab pada diri guru dengan kondisi kemanusiannya.

Cara kedua untuk memecahkan masalah milik guru adalah dengan mengubah lingkungan. Dengan memodifikasi lingkungan banyak tingkah laku murid yang tidak akseptabel dapat dicegah. Hal ini dapat dilakukan sebagai berikut :

  1. Memperkaya lingkungan. Misal : Gunakan alat audio-visual, Undang pembicara tamu.
  2. Memperburuk lingkungan. Misal : Kelamkan ruangan, Buat sekat-sekat belajar
  3. Membatasi lingkungan. Misal : Batasi jumlah murid pada suatu tempat dan suatu waktu, Gunakan formulir pendaftaran untuk setiap aktivitas, Rancalah pola lalu lintas untuk membatasi gerakan.
  4. Memperbesar lingkungan. Misal : Karyawisata, Sekali-sekali gabungkan kelas-kelas, Gunakan fasilitas perpustakaan.
  5. Menata kembali lingkungan. Misal : Singkirkan meja kursi yang tidak dipakai, Simpan bahan di tempat yang mudah dicapai.
  6. Menyederhanakan lingkungan. Misal : Tempelkan peraturan, kebijaksanaan dan ketentuan pada tempat yang mudah dilihat siswa, Beri label pada laci, file, tempat penyimpanan.
  7. Mensistematisasikan lingkungan. Misal : Memberikan tugas tertentu pada orang tertentu.
  8. Merancang lingkungan ke depan. Misal : Saling memberitahu adanya acara-acara penting, Beri tahu murid mengenai biaya penggunaan buku, bahan dan peralatan.

Selain itu juga perlu diperhatikan kualitas waktu. Dalam area bebas masalah terdapat tiga jenis waktu, yaitu

  1. Waktu yang tidak jelas (difusi). Anak yang dibanjiri stimulus oleh kegiatan di lingkungannya mampu menyaring mana yang diperlukan dan yang tidak. Namun hal ini memerlukan energi sehingga suatu saat ia mendapati orang lain tidak akseptabel baginya sehingga ia ingin bebas dari waktu difusi.
  2. Waktu individual. Jika kebutuhan waktu individual terhambat anak dapat menjadi peka dan lekas marah atau berusaha memperolehnya dengan melamun dan berkhayal.
  3. Waktu optimum. Waktu terbaik untuk melakukan hubungan. Namun perlu diingat bahwa transaksi antar pribadi hanya dapat terjadi paling banyak dalam triad (3 orang).

Walaupun telah menggunakan berbagai metode di atas, guru tetap akan menghadapi konfliks. Hal ini disebabkan kebutuhan yang memotivasi perilaku yang tidak akseptabel begitu kuat sehingga tidak dapat atau tidak mau berubah. Juga bisa disebabkan hubungan dengan guru begitu buruk sehingga murid tidak peduli untuk membantu pemenuhan kebutuhan guru.

Terdapat dua metode yang umum digunakan guru dalam menghadapi konfliks. Yang pertama adalah Metode Otoriter (Metode I) dan yang kedua adalah Metode Permisif (Metode II). Kedua metode ini mengandalkan kekuasaan di mana pada Metode I pemenangnya adalah guru dan pada metode II pemenangnya adalah murid. Sebenarnya ada dua jenis otoritas, yaitu otoritas yang didasarkan pada keahlian, pengetahuan dan pengalaman, serta otoritas yang diperoleh dari kekuasaan guru untuk memberi penghargaan atau menghukum murid. Otoritas yang pertama merupakan otoritas yang diakui murid dan penggunaannya tidak bermasalah. Sedang otoritas jenis kedua mempunyai banyak dampak buruk, di samping suatu saat guru akan kehabisan kekuasaan (kecenderungan pada murid yang lebih dewasa/SMU) karena murid sudah mampu memenuhi sendiri sebagian besar kebutuhannya.

Penggunaan Metode I akan bersifat destruktif bagi murid. Dan mereka akan mengembangkan mekanisme penanggulangan yang negatif. Misalnya murid merasa sebal, marah, memusuhi dan mekanisme penanggulangannya adalah dengan memberontak, menentang dan menantang. Kemungkinan lain murid merasakan ketidakmampuan dan mengembangkan mekanisme penanggulangan berupa tunduk dan patuh.Penggunaan kekuasaan tidak mempengaruhi murid secara sungguh-sungguh. Kekuasaan cenderung memaksakan sehingga murid akan kembali ke perilaku semula setelah otoritas dan kekuasaan tidak ada. Sedang penggunaan Metode II menyebabkan guru tidak terpenuhi kebutuhannya dan memunculkan mekanisme penanggulangan yang serupa, seperti membalas dendam dengan memberikan ulangan mendadak atau justru memuji-muji murid, murah nilai agar menjadi guru paling populer.

Di luar dua metode di atas terdapat metode penyelesaian konflik tanpa kalah (Metode III). Metode III adalah suatu proses di mana guru menggunakan ketrampilan konfrontasi efektif dan mendengar aktif sebagai prasyarat. Langkah penyelesaian dalam metode III sebagai berikut :

  1. Memberi batasan masalah
    Pada langkah ini murid harus diyakinkan terlebih dahulu bahwa Metode III bukan suatu tipu muslihat untuk memanipulasi mereka dan partisipasi murid harus secara suka rela. Libatkan hanya murid yang merupakan bagian dari konflik, murid yang mempunyai informasi atau yang secara langsung dipengaruhi keputusan akhir. Nyatakan masalah anda (kebutuhan yang tidak terpenuhi) bukan penyelesaian yang anda inginkan. Bantu para murid untuk mengungkapkan kebutuhan mereka dan memisahkan dengan penyelesaian yang mereka kehendaki. Dan pastikan waktu yang tersedia cukup untuk melakukan minimal satu langkah, kecuali untuk jenis masalah tertentu.
  2. Menciptakan kemungkinan penyelesaian
    Jangan mengevaluasi penyelesaian yang diusulkan. Jangan perlambat proses brainstorming (misal dengan mencatat lambat). Bangkitkan partisipasi dengan melontarkan pembukaan diri, seperti "Kira-kira berapa kemungkinan penyelesaian untuk masalah ini ?" Dorong setiap orang bertindak, tetapi jangan memaksa, memanggil pelajar tertentu atau berkeliling ruangan. Jika proses terlambat lontarkan pertanyaan pemusatan kembali, seperti "Cara-cara apa yang belum pernah kita pikirkan ?" atau "Pasti ada lebih banyak penyelesaian lainnya yang dapat kita hasilkan."
  3. Mengevaluasi penyelesaian
    Coret daftar penyelesaian yang menghasilkan penilaian negatif dari siapa pun untuk alasan apa pun. Jangan terburu-buru kecuali jika jelas bahwa tiap orang menyetujui satu penyelesaian.
  4. Membuat keputusan
    Jangan melakukan pengambilan suara. Ujilah penyelesaian yang diusulkan dengan membayangkan pelaksanaannya. Berusahalah mencapai konsensus, kalau perlu biarkan keputusan tetap tentatif dengan melontarkan pertanyaan "Saya ingin mecobanya, bagaimana dengan anda ?" Hal ini membantu murid memahami bahwa keputusan tidak kaku dan dapat diubah. Akhirnya tulis penyelesaian yang telah disetujui.
  5. Menentukan bagaimana menerapkan keputusan
  6. Menilai kesuksesan penyelesaian

Metode III memberi manfaat dan keuntungan sebagai berikut :

  • Tidak ada dendam dan perasaan bersalah.
  • Meningkatkan motivasi untuk menerapkan penyelesaian.
  • Dua orang pemikir lebih baik daripada seorang.
  • Tidak perlu 'penjualan' dalam Metode III. Sebagai perbandingan pada Metode I, guru membujuk murid untuk 'membeli' atau menerima penyelesaian.
  • Tidak diperlukan kekuasaan atau otoritas.
  • Mengembangkan hubungan saling menghormati, saling memperhatikan dan saling percaya.
  • Membantu mengungkap masalah sesungguhnya bukan hanya masalah permukaan.
  • Murid menjadi lebih bertanggung jawab dan lebih dewasa.

Metode III dapat digunakan untuk mengatasi konflik belajar-mengajar, konflik antar murid, menentukan peraturan dan kebijakan kelas. Namun perlu diingat bahwa Metode III tidak boleh digunakan pada masalah di luar area bebas guru, misalnya peraturan yang sudah ditetapkan sekolah atau Kanwil. Terkadang Metode I diperlukan, yaitu jika ada bahaya nyata ("Jangan melompat sekarang"), anak tidak dapat mengerti logika posisi anda atau jika desakan waktu. ("Turunlah dari tangga atau kau akan ketinggalan bus").

Penerapan hal-hal yang telah dibahas di atas tetap memungkinkan terjadinya konflik, yaitu jika terjadi benturan nilai. Kasusnya misalnya tentang panjang rambut anak lelaki, panjang rok anak gadis, kode dan standar baju lain, perilaku seksual, dll. Dalam kasus ini pesan saya tidak efektif karena tidak adanya efek nyata atau kongkret pada guru. Metode III juga tidak efektif karena murid menolak menyelesaikan masalah yang menurut pendapat mereka bukan urusan guru. Bayangkan apakah anda bersedia menegosiasikan agama yang anda anut kepada orang yang tidak setuju.

Jadi jika terjadi benturan nilai guru harus berusaha menjadi konsultan yang efektif bagi pelajar. Konsultan yang efektif bekerja berdasarkan 4 peraturan dasar, yaitu :

  1. Dia tidak mulai mencoba mengubah klien sampai dia yakin dia telah disewa.
    Guru yang belum merusak hubungan mereka dengan murid biasanya dapat disewa karena dianggap memiliki keahlian, kebijaksanaan, pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan. Presentasi penjualan dapat dilakukan misalnya dengan ucapan "Saya telah banyak membaca dan berpikir mengenai maslahitu (atau mempunyai beberapa ide, pemikiran, pemecahan) dan saya pikir itu akan bermanfaat bagi anda ... "atau "Bersediakah Anda mengatur waktu, yang sesuai dengan Anda dan saya, sebagai permulaan katakanlah kira-kira satu jam, hanya untuk melihat apakah kira-kira ide-ide saya menarik bagi Anda."
  2. Dia datang dengan persiapan yang memadai dengan fakta-fakta, informasi dan data.
    Dapat dilakukan dengan membaca buku, mengumpulkan data melalui wawancara, menyiapkan peta, menyeleksi film yang cocok, mengorganisasi pengalaman anda secara sistematis, membuat garis besar ide anda.
  3. Dia memberikan keahliannya secara ringkas, jelas dan hanya sekali - dia tidak membingungkan.
    Rentetan pesan dapat dianggap sebagai khotbah, cuci otak, menekan, membujuk. Percobaan untuk mengubah orang lain biasanya menimbulkan penolakan dan sikap bertahan. Jika demikian gunakan mendengar aktif, misalnya : "Kamu pikir bahwa ide ini tidak bagus." atau "Kamu merasa itu sukar dipercaya" atau "Itu tidak cocok dengan pengalaman Anda.", dll
  4. Dia memberikan tanggung jawab kepada klien untuk menerima usahanya untuk melakukan perubahan.

Juga penting diperhatikan bahwa anda menjadi model bagi nilai yang anda katakan. "Kerjakan seperti apa yang saya katakan, bukan seperti yang saya lakukan" bukanlah cara yang sangat efektif untuk mengajarkan nilai.

Sekolah yang ada selama ini ternyata mempunyai karakteristik yang menimbulkan masalah bagi guru. Secara garis besar hal ini disebabkan posisi guru sebagai bawahan dengan model militer (kesatuan komando), tidak dilibatkannya guru dalam pembuatan keputusan, sulitnya sekolah untuk berubah, membebankan nilai-nilai seragam dan melempar kesalahan pada orang lain, yaitu murid menyalahkan guru, guru menyalahkan kepala sekolah, kepala sekolah menyalahkan pengawas, dst. Dan yang menarik semua metode di atas juga dapat diterapkan untuk hubungan antara orang tua dengan murid.

Membuat pertemuan kelompok lebih efektif :

Sebelum Pertemuan

  1. Baca dulu sebentar notilen peretmuan sebelum tiap kali menghadiri pertemuan.
  2. Datanglah ke pertemuan dengan kejelasan masalah atau pokok-pokok yang akan Anda jadikan agenda pertemuan.
  3. Datanglah tepat pada waktunya.
  4. Bawalah semua materi/bahan yang dibutuhkan.
  5. Tentukan waktu dengan tepat untuk pertemuan sehingga tidak akan ada interupsi (telepon, pesan, pengunjung)

Selama Pertemuan

  1. Ajukan pokok-pokok pembicaraan untuk agenda. Nyatakan pada mereka sesingkat mungkin-jangan menguraikan.
  2. Jika Anda mempunyai opini atau perasaan, nyatakanlah secara jernih dan tenang. Jangan berdasarkan perasaan.
  3. Tetaplah pada pokok-pokok dalam agenda yang tengah diselesaikan, dan bantulah orang-orang lain agar tetap pada agenda tersebut.
  4. Mintalah penjelasan ketika Anda tidak mengerti apa yang dikatakan seseorang atau apa arti pokok agenda.
  5. Berpartisipasilah secara aktif. Bila Anda ingin mengatakan sesuatu, katakan. Jangan tunggu sampai ditanyai bagaimana pendapat Anda.
  6. Tetaplah ikuti prosedur berikut ini yang akan membantu fungsi kelompok Anda secara efektif :
    1. Mulai tepat waktu
    2. Menyelesaikan agenda
    3. Tetaplah pada pokok pembicaraan
    4. Jaga ketertiban
    5. Dengarkan orang lain
    6. Rekamlah
    7. Tuliskan isu penting, masalah, perhatian, atau pokok-pokok agenda pada papan rencana atau papan tulis
    8. Sampai pada keputusan-keputusan
    9. Berhenti pada waktunya
  7. Lindungi hak-hak orang lain agar opini atau perasaan mereka didengar. Dorong anggota yang diam untuk berbicara.
  8. Dengarlah orang lain dengan penuh perhatian. Gunakan mendengar aktif untuk memperjelas apa yang dikatakan orang lain.
  9. Cobalah berpikir secara kreatif tentang pemecahan-pemecahan yang mungkin dapat menyelesaikan perselisihan. Uji cobalah ide-ide tersebut pada kelompok.
  10. Hindari komunikasi yang dapat mengganggu satu kelompok - humor, sindiran tajam, pengalihan perhatian, suara rendah, lelucon, sindiran, dll.
  11. Catatlah apa yang Anda setujui untuk dilakukan setelah pertemuan.
  12. Secara konstan tanyalah diri Anda dengan pertanyaan berikut : "Apa yang saat ini akan membantu kelompok ini agar bergerak maju dan mendapatkan penyelesaian masalah ?" "Sumbangan apa yang dapat saya buat untuk membantu fungsi kelompok secara lebih efektif ?" "Apa yang dibutuhkan oleh kelompok ?" "Bagaimana saya dapat membantunya?"

Setelah Pertemuan

  1. Melaksanakan tugas-tugas dan komitmen.
  2. Sampaikan kepada orang lain keputusan-keputusan tersebut ataupun pemecahan-pemecahan yang harus mereka ketahui.
  3. Tetaplah rahasiakan apa pun yang telah terucap atau dilakukan dalam pertemuan yang mungkin dapat menyebabkan anggota mendapat sorotan yang jelek.
  4. Tahan untuk tidak mengeluh tentang satu keputusan yang telah Anda setujui. Jika Anda mempunyai gagasan lain, kemukakan pada pertemuan kelompok berikutnya.
  5. Tahan untuk tidak memohon kepada atasan Anda di luar pertemuan. Perasaan Anda mengenai aktivitas kelompok harus diekspresikan dalam kelompok atau tidak sama sekali.

Abdur Rahim


(c) Copyright 2001 Abdur Rahim