PERDEBATAN RAJA MILINDA
Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads
     


PROLOG 
Di kota Sagala bertahta raja Milinda, orang yang sangat pandai 
dalam bidang 
seni dan ilmu pengetahuan, dengan sifatnya yang sangat ingin 
tahu. Dia 
pandai berdebat tetapi selama itu tak seorangpun yang mampu 
menghapus 
keraguan-keraguannya mengenai persoalan keagamaan. Raja telah 
menanyai 
guru-guru terkenal tetapi tak satupun yang memuaskan hatinya. 
Assagutta, salah satu dari sekian banyak Arahat yang hidup di 
pegunungan 
Himalaya, dengan kekuatan kesaktiannya mengetahui keraguan 
raja. Maka dia 
lalu mengadakan pertemuan untuk bertanya apakah ada orang yang 
dapat 
menjawab raja. Karena tak seorangpun yang sanggup, maka mereka 
naik ke Surga 
Tigapuluhtiga dan memohon pada Dewa Mahasena agar lahir sebagai 
manusia 
sehingga agama dapat terlindungi. Salah satu bhikkhu yang 
bernama Rohana 
setuju pergi ke Kajangala di mana Mahasena telah lahir kembali 
dan 
menungguinya sampai besar. Ayah si anak, Brahmana Sonuttara, 
menyuruh agar 
anaknya mempelajari tiga Kitab Veda, tetapi si anak, Nagasena, 
menyatakan: 
"Ketiga kitab Veda ini kosong, bagaikan sekam! Di dalamnya tak 
ada realita, 
kebenaran yang penting atau berharga." 
Menyadari bahwa anak itu telah siap, Rohana lalu muncul. Kedua 
orang tua 
Nagasena setuju bila anaknya menjadi samanera. Maka Nagasena 
mempelajari 
Abhidhamma. Setelah menguasai dengan sempurna pengetahuan dalam 
tujuh buku 
Abhidhamma, Nagasena diijinkan masuk ke Sangha para 
bhikkhu dan Rohana mengirimnya ke Pertapaan Vattaniya untuk 
belajar dari 
Assagutta. Sementara menghabiskan musim penghujan di sana, 
Nagasena diminta 
berkotbah pada seorang wanita saleh yang merupakan pendukung 
Assagutta. 
Sebagai hasil dari percakapan ini, baik si wanita maupun 
Nagasena mencapai 
dhammacakkhu: pengetahuan bahwa apapun yang mempunyai awal juga 
pasti 
mempunyai akhir. Assagutta kemudian mengirim Nagasena kepada 
Dhammarakkhita 
di Taman Asoka di Pataliputta. Di sana, dalam jangka waktu tiga 
bulan, 
Nagasena menguasai kitab-kitab Tipitaka lainnya. Dhammarakkhita 
mengingatkan 
muridnya agar tidak hanya puas dengan pengetahuan dari buku. 
Dan pada malam 
harinya, Nagasena, si murid yang rajin itu, mencapai tingkat 
Arahat. 
Kemudian dia pergi bergabung dengan para Arahat lain yang masih 
tinggal di 
Himalaya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Nagasena siap 
untuk berdebat 
dengan siapapun. 
Sementara itu, Raja Milinda terus melanjutkan pencaharian 
spiritualnya dengan cara mengunjungi bhikkhu Ayupala di 
Pertapaan Samkheyya 
dan menanyainya mengapa para bhikkhu meninggalkan kehidupan 
duniawi. Bhikkhu 
itu menjawab, "Agar dapat hidup dengan benar dan berada dalam 
ketenangan 
spiritual." 
Lalu rajapun bertanya, "Adakah, Yang Mulia, orang awam yang 
hidup sedemikian 
itu?" 
Sang bhikkhu mengakui bahwa ada banyak orang awam seperti itu. 
Maka rajapun 
berkata dengan pedas: "Kalau begitu, Yang Sangat Mulia Ayupala, 
tidak ada 
gunanya meninggalkan 
kehidupan duniawi. Pastilah karena dosa-dosa yang telah 
dilakukan dalam 
kehidupan sebelumnyalah maka para pertapa meninggalkan 
kehidupan duniawi, 
atau bahkan menjalani penyiksaan praktek-praktek pertapa 
seperti misalnya: 
hanya mengenakan pakaian yang buruk, makan hanya sekali sehari, 
atau tidak 
tidur berbaring. Di situ tidak ada nilai-nilai 
luhur, tak ada penahanan nafsu yang bermanfaat, tak ada 
kebenaran kehidupan!" 
Setelah raja berkata demikian, bhikkhu Ayupala terdiam dan 
tidak berkata 
apapun. Lalu 500 orang Yunani Bactria yang menemani raja 
berkata: "Sang 
bhikkhu itu terpelajar tetapi dia tidak berani, jadi dia tidak 
menjawab." 
Mendengar ini, raja berseru: "Seluruh India ini kosong, 
bagai sekam! Tidak ada orang yang mampu berdebat denganku dan 
mampu mengusir 
keraguanku!" 
Tetapi orang-orang Yunani Bactria masih tidak bergerak, maka 
rajapun 
bertanya lagi, "Hai para pengawalku yang setia, adakah orang 
terpelajar lain 
yang mampu berdiskusi denganku dan dapat mengusir keraguanku?" 
Maka menteri Devamantiya berkata, "Ada, Baginda yang agung, 
seorang bhikkhu 
bernama Nagasena yang terpelajar, bersifat tenang namun penuh 
keberanian. 
Dia mampu berdiskusi dengan Baginda. Sekarang ini dia tinggal 
di Pertapaan 
Samkheyya. Baginda harus pergi ke sana dan mengajukan 
pertanyaan padanya." 
Pada waktu nama 'Nagasena' disebut, raja menjadi gelisah dan 
bulu romanya 
berdiri. Kemudian rajapun mengirim utusan ke sana untuk 
memberitahukan 
kedatangannya. Diiringi 500 orang 
Yunani-Bactria, raja menaiki kereta kencananya dan pergi menuju 
tempat 
tinggal Nagasena. 
BAGIAN SATU 
JIWA 
Raja Milinda pergi menemui Bhikkhu Nagasena dan setelah saling 
mengucapkan 
salam persahabatan, raja duduk dengan hormat di satu sisi. 
Milinda mulai bertanya: 
1. "Bagaimana Yang Mulia disebut dan siapakah nama Anda? 
"Baginda, saya disebut Nagasena tetapi itu hanyalah rujukan 
dalam penggunaan 
sehari-hari, karena sebenarnya tidak ada individu permanen yang 
dapat 
ditemukan." 
Kemudian Milinda memanggil orang-orang Yunani Bactria dan para 
bhikkhu untuk 
menjadi saksi: "Nagasena ini berkata 
bahwa tidak ada individu permanen yang tersirat dalam namanya. 
Apakah 
mungkin hal seperti itu diterima?" Kemudian ia berbalik kepada 
Nagasena dan 
berkata, "Jika, Yang Mulia Nagasena, hal tersebut benar, lalu 
siapakah yang 
memberi Anda jubah, makan dan tempat tinggal? Siapa yang 
menjalani kehidupan 
dengan benar ini? Atau juga, siapa yang membunuh 
makhluk hidup, mencuri, berzinah, berbohong dan mabuk-mabukan? 
Jika apa yang 
Anda katakan itu benar maka tidak akan ada perbuatan yang baik 
atau 
perbuatan yang tercela, tidak akan ada pelaku kejahatan atau 
pelaku 
kebaikan, dan tidak ada hasil kamma. Jika, Yang Mulia, 
seseorang membunuh 
Anda maka tidak akan ada pembunuh, dan itu juga berarti bahwa 
tidak ada 
mahaguru atau guru dalam Sangha Anda. Anda berkata bahwa Anda 
disebut Nagasena; sekarang, apakah Nagasena itu? Apakah 
rambutnya?" 
"Saya tidak mengatakan demikian, Raja yang Agung." 
"Kalau begitu, apakah kukunya, giginya, kulitnya atau bagian 
tubuhnya yang lain?" 
"Tentu saja tidak" 
"Atau apakah tubuhnya, atau perasaannya, atau pencerapannya, 
atau 
bentuk-bentuk pikirannya, atau kesadarannya? Ataukah semua tadi 
digabungkan? 
Ataukah sesuatu di luar semua itu tadi yang disebut Nagasena?" 
Dan masih saja Nagasena menjawab: "Bukan semuanya itu" 
"Kalau begitu Nagasena, kalau boleh saya berkata, saya tidak 
dapat menemukan 
Nagasena itu. Nagasena hanyalah omong kosong. Tetapi siapakah 
yang kami 
lihat di depan mata ini? Kebohonganlah yang telah dikatakan 
Yang Mulia." 
"Baginda, tuan telah dibesarkan dalam kemewahan sejak 
dilahirkan. Bagaimanakah tadi Baginda datang kemari, berjalan 
kaki atau naik 
kereta?" 
"Naik kereta, Yang Mulia." 
"Kalau begitu, tolong jelaskan, apakah kereta itu. Apakah 
porosnya? Apakah 
rodanya, atau sasisnya, atau kendalinya, atau kuknya, yang 
disebut kereta? 
Atau gabungan semuanya itu, atau sesuatu di luar semua itu?" 
"Bukan semua itu, Yang Mulia." 
"Kalau  begitu, Baginda, kereta ini hanyalah omong kosong. 
Baginda berkata 
dusta ketika berkata datang kemari naik kereta. Baginda adalah 
raja yang 
besar di India. Siapa yang Baginda takuti sehingga Baginda 
berdusta?" 
Dan Nagasena kemudian memanggil orang-orang Yunani Bactria 
dan para bhikkhu untuk menjadi saksi: "Raja Milinda ini telah 
berkata bahwa 
beliau datang kemari naik kereta, tetapi ketika ditanya 'Apakah 
kereta itu?' 
beliau tidak dapat menunjukkannya. Dapatkah hal ini diterima? 
Kemudian  secara  serempak  ke-500  orang  Yunani  Bactria  itu 
bersama-sama 
berteriak kepada raja, "Jawablah bila Baginda bisa!" 
"Yang  Mulia, saya telah berkata dengan benar. Karena mempunyai 
semua bagian 
itulah maka ia disebut kereta." 
"Bagus sekali. Baginda akhirnya sudah dapat menangkap artinya 
dengan benar. Demikian juga karena ke-32 jenis zat organ materi 
dalam tubuh 
manusia dan 5 unsur makhluklah saya disebut Nagasena. Seperti 
yang telah 
dikatakan oleh Bhikkhuni Vajira di hadapan Sang Buddha yang 
Agung, 'Seperti 
halnya ada berbagai bagian itu maka kata "kereta" digunakan, 
demikian juga 
bila ada unsur-unsur makhluk maka kata "makhluk" 
digunakan.' 
"Sangat indah Nagasena, sungguh luar biasa menggagumkannya 
penyelesaian teka-teki ini olehmu, meskipun sulit. Seandainya 
Sang Buddha 
berada di sinipun Beliau pasti akan menyetujui jawabanmu." 
2. "Berapa musim penghujan (masa vassa) yang telah Anda jalani, 
Nagasena?" 
"Tujuh, Baginda." 
"Tetapi bagaimana dapat Anda katakan tujuh; apakah Anda yang 
tujuh atau 
jumlahnya yang tujuh?" 
Lalu Nagasena menjawab, "Bayangan Baginda sekarang ada di 
tanah. Apakah 
Baginda rajanya atau bayangan itu rajanya?" 
"Sayalah rajanya, Nagasena, tetapi bayangan itu ada karena 
saya." 
"Demikian juga, O Baginda raja, jumlah tahunnya tujuh, saya 
tidaklah tujuh. Tetapi karena sayalah angka tujuh itu ada dan 
menjadi milik 
saya, sama seperti bayangan itu menjadi milik Baginda." 
"Sungguh hebat, Nagasena, dan sangat luar biasa. Dengan baik 
teka-teki ini 
telah Anda selesaikan, meskipun sulit." 
 

3. Kemudian raja berkata, "Yang Mulia, maukah Anda berdiskusi 
dengan saya 
1agi?". 
"Jika Baginda ingin berdiskusi sebagai orang terpelajar, saya 
mau; tetapi 
jika Baginda ingin berdiskusi sebagai raja, tidak." 
"Bagaimana orang terpelajar berdiskusi?" 
"Bila  orang terpelajar berdiskusi akan ada kesimpulan, 
penyelesaian 
kekusutan; yang salah ditunjukkan kesalahannya dan ia mengakui 
kesalahannya 
tanpa marah." 
"Dan bagaimana raja berdiskusi?" 
"Bila raja mendiskusikan suatu masalah  dan beliau 
mengemukakan suatu 
pandangan, jika ada yang berbeda pendapat dengan raja maka raja 
akan 
menghukum orang itu." 
"Baiklah, kalau  begitu  sebagai orang  terpelajarlah saya akan 
berdiskusi. 
Silahkan  Yang Mulia berkata-kata tanpa rasa takut." 
"Dengan senang hati, Baginda raja." 
"Nagasena, saya akan bertanya", kata raja. 
"Bertanyalah, Baginda." 
"Saya telah bertanya, Yang Mulia." 
"Kalau demikian saya telah menjawab." 
"Apa yang telah Anda jawab?" 
"Apa yang telah Baginda tanyakan?" 
Dengan berpikir, "Bhikkhu ini benar-benar seorang terpelajar 
yang hebat, ia 
cukup  mampu mendiskusikan apapun juga denganku.", sang raja 
menyuruh 
Devamantiya, menterinya, untuk mengundang Nagasena ke istana 
bersama dengan 
para bhikkhu lainnya. Raja lalu pergi dengan bergumam: 
"Nagasena, Nagasena." 
 

 4. Maka Devamantiya, Anantakaya dan Mankura pergi ke pertapaan 
Nagasena 
untuk menemani para bhikkhu pergi ke istana. Ketika mereka 
berjalan menuju 
istana, Anantakaya berkata kepada Nagasena, "Yang Mulia, bila 
saya 
mengatakan 'Nagasena', apakah sebenarnya Nagasena itu?" 
"Engkau pikir apa Nagasena itu?" 
"Jiwa, nafas di dalam yang keluar dan masuk." 
"Jika nafas itu, setelah keluar, tidak lagi kembali masuk, 
apakah orang itu 
akan hidup?" 
"Tentu saja tidak." 
"Tetapi setelah para peniup trompet, misalnya, meniup 
trompetnya, apakah 
nafas mereka kembali pada mereka?" 
"Tidak Bhante, tidak." 
"Kalau begitu kenapa mereka tidak mati?" 
"Saya tidak mampu berbantahan dengan Bhante. Tolong jelaskanlah 
bagaimana." 
"Tidak ada jiwa  di  dalam  nafas. Proses menarik  dan 
menghembuskan nafas ini hanyalah tenaga unsur pokok dari 
kerangka tubuh." 
Kemudian bhikkhu Nagasena berbicara tentang Abhidhamma dan 
Anatakaya merasa 
puas dengan penjelasannya. 
 

5. Kemudian, setelah para bhikkhu tiba di istana dan selesai 
makan, sang 
raja duduk di tempat rendah dan bertanya, "Apa yang harus kita 
diskusikan?" 
"Marilah kita berdiskusi tentang Dhamma." 
Dan sang raja berkata, "Apa tujuan Yang Mulia meninggalkan 
kehidupan 
duniawi, dan apa tujuan akhir yang ingin dicapai?" 
"Kami meninggalkan kehidupan duniawi dengan tujuan agar 
penderitaan lenyap 
dan tidak ada penderitaan lain yang muncul; lenyapnya nafsu 
secara total 
tanpa bekas adalah tujuan akhir kami." 
"Yang Mulia, apakah setiap orang masuk Sangha untuk tujuan yang 
sangat mulia 
tersebut?" 
"Tidak. Ada yang masuk untuk menghindari kekejaman raja, ada 
yang agar bebas dari perampok, ada yang untuk menghindari 
hutangnya, dan ada 
yang untuk mencari nafkah. Tetapi mereka yang masuk dengan 
tujuan yang benar 
melakukan hal itu agar nafsu dapat sepenuhnya terhenti." 

6. Sang raja berkata,"Adakah orang yang tidak dilahirkan lagi 
setelah mati?" 
"Ya, ada, orang  yang tidak lagi mempunyai kekotoran batin 
tidak akan 
dilahirkan lagi setelah mati; yang masih mempunyai kekotoran 
batin akan 
dilahirkan lagi." 
"Apakah Anda akan dilahirkan kembali?" 
"Jika saya mati dengan membawa kemelekatan dalam pikiran, ya; 
tetapi kalau 
tidak, tidak." 
 

7. "Apakah seseorang yang terbebas dari kelahiran kembali 
melakukannya 
karena kekuatan penalarannya?" 
"Ia bisa terbebas karena penalaran dan juga karena 
kebijaksanaan, keyakinan 
nilai-nilai luhur, kewaspadaan, semangat, dan konsentrasi." 
"Apakah penalaran sama dengan kebijaksanaan?" 
"Tidak. Binatang memiliki penalaran tetapi tidak memiliki 
kebijaksanaan." 
8. "Bhikkhu Nagasena, apakah ciri khas penalaran; dan apakah 
ciri khas 
kebijaksanaan?" 
"Memegang adalah ciri penalaran, memotong adalah ciri 
kebijaksanaan." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Bagaimana petani gandum memanen gandumnya?" 
"Mereka memegang batang-batang gandum dengan tangan kirinya, 
dan dengan 
sabit di tangan kanannya, mereka memotong gandum tersebut," 
"Demikian juga halnya, O Baginda raja, para pertapa memegang 
pikirannya dengan penalaran dan memotong kegelapan batin dengan 
kebijaksanaan." 
 

9. "Bhikkhu Nagasena, apakah ciri khas nilai-nilai luhur ( sila 
)?" 
"Menopang, O Baginda, karena nilai-nilai luhurlah dasar dari 
semua sifat 
yang baik, yakni: 
a. 5 faktor pengontrol dan 5 kekuatan moral (keyakinan, 
semangat, 
kewaspadaan, konsentrasi, dan kebijaksanaan), 
b. 7 faktor penerangan ( kewaspadaan, penyelidikan, semangat. 
sukacita, 
ketenangan, konsentrasi, dan keseimbangan batin ), 
c. 8 faktor Jalan Tengah yang Mulia (pandangan, pikiran, 
perkataan, 
tindakan, mata pencaharian, usaha, kewaspadaan, dan konsentrasi 
yang benar) 
d. 4 dasar kewaspadaan (kewaspadaan pada tubuh, perasaan, 
pikiran, obyek 
pikiran), 
e. 4 usaha benar (usaha untuk mencegah dan menghilangkan 
keadaan yang tidak 
baik serta usaha untuk mengembangkan dan mempertahankan keadaan 
yang baik), 
f. 4 dasar keberhasilan (semangat, enerji, keuletan, 
kebijaksanaan), 
g. 4 penyerapan (4 tahap keterpusatan atau jhana), 
h. 8 kebebasan (8 tingkat dalam pelepasan pikiran dengan 
konsentrasi yang 
sangat kuat), 
i. 4 jenis konsentrasi (meditasi untuk cinta kasih, welas asih, 
sukacita 
simpati, dan keseimbangan), dan, 
j. 8 pencapaian yang agung (4 jhana arupa, dan 4 jhana rupa). 
Semua sifat yang baik itu mempunyai nilai-nilai luhur sebagai 
pendukungnya. Dan dalam diri orang yang mengembangkan diri, 
bila dia 
menggunakan nilai-nilai luhur sebagai fondasinya, 
kondisi-kondisi yang baik 
ini tidak akan berkurang." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya semua bentuk kehidupan hewan dan tumbuhan 
bergantung pada tanah sebagai pendukungnya, demikian juga 
seorang pertapa, 
dengan nilai-nilai luhur sebagai pendukungnya, mengembangkan 5 
faktor 
pengontrol dan sebagainya itu. Dan ini telah disabdakan oleh 
Sang Buddha: 
    "Bila seseorang yang bijaksana,
        yang nilai-nilai luhurnya telah terbentuk kokoh, 
        mengembangkan konsentrasi dan pengertian, 
        maka sebagai bhikkhu yang sangat rajin dan cerdik, 
        ia berhasil menguraikan kekusutan ini." 

10. "Apakah ciri khas dari keyakinan ( saddha )?" 
"Kejernihan dan inspirasi. Sementara keyakinan muncul di 
pikiran, cadar 5 
kendala (panca nivarana ) tertembus, lalu pikiran menjadi 
terang, tenang dan 
tidak terganggu. Dengan demikian keyakinan menjadi jelas. Dan 
inspirasi 
adalah tanda ketika sang meditator, karena paham bagaimana 
pikiran orang 
lain telah terbebas, kemudian terinspirasi untuk mencapai apa 
yang masih 
belum dapat dicapainya, untuk mengalami apa yang 
masih belum pernah dirasakannya, dan untuk merealisasikan apa 
yang masih 
belum dimengertinya. Karena ini telah disabdakan oleh Sang 
Buddha: 
    'Dengan keyakinan ia menyeberangi banjir, 
        Dengan kewaspadaan melewati samudera kehidupan, 
        Dengan ketetapan hati semua penderitaan ia tenangkan, 
        Dengan kebijaksanaan ia dimurnikan.' 
 

11. "Dan apa, Yang Mulia, sifat khas semangat ( viriya )?" 
"Penguatan, O Baginda, sehingga semua sifat baik yang ditopang 
semangat 
tidak menjadi pudar." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Sama seperti halnya ketika tentaranya telah dipukul mundur 
oleh pasukan 
musuhnya yang lebih besar, seorang raja akan mengingat-ingat 
siapa sekutu 
yang bisa diharapkan untuk menguatkan pasukannya sehingga dapat 
mengalahkan 
pasukan musuh yang kuat itu. Dengan begitu penguatan adalah 
ciri semangat. 
Karena ini telah disabdakan oleh Sang Buddha: 
     'Seorang murid mulia yang penuh semangat, O bhikkhu, 
      Menyingkirkan yang tidak baik dan menanam yang bajik, 
      Menghindari yang salah dan mengembangkan yang tidak 
salah, 
      Dengan begitu dia menjaga agar pikirannya murni.' 
 

12. "Nagasena, apakah ciri khas dari kewaspadaan (sati)?" 
"Mencatat dan menyimpan dalam pikiran. Sementara kesadaran 
timbul di dalam 
pikiran para pertapa, secara berulang-ulang ia mencatat apa 
yang baik dan 
apa yang tidak baik, apa yang tidak salah dan apa yang salah, 
apa yang tidak 
penting dan apa yang penting, sifat-sifat pikiran yang terang 
dan gelap, dan 
sebagainya. 
Dia akan berpikir, 'Ini adalah 4 dasar kewaspadaan, ini adalah 
4 usaha yang 
benar, ini adalah 4 dasar keberhasilan, ini adalah 5 faktor 
pengontrol, ini 
adalah 5 kekuatan moral, ini adalah 7 faktor penerangan, ini 
adalah 8 faktor 
Jalan Mulia, ini adalah ketenangan, ini adalah pandangan 
terang, ini adalah 
pengetahuan, dan ini adalah kebebasan.' 
Dengan demikian ia akan mengembangkan semua sifat yang baik dan 
menghindari 
sifat-sifat yang harus dihindari." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Sama halnya seperti bendahara raja yang mengingatkan tuannya 
tentang besarnya pasukan raja dan jumlah kekayaan yang ada." 
"Bagaimana 'menyimpan dalam ingatan' dapat menjadi tanda 
kewaspadaan?" 
"Sementara kewaspadaan muncul di pikiran, orang akan mencari 
kategori tentang sifat-sifat yang baik dan sebaliknya. Dia akan 
berpikir, 
'Sifat-sifat yang ini menguntungkan dan yang ini merugikan.' 
Dengan demikian 
dia akan membuat apa yang jelek dalam dirinya lenyap serta 
menyimpan apa 
yang baik." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Sama halnya seperti perdana menteri raja yang memberi nasehat 
tentang 
tindakan yang benar. Dan ini telah disabdakan oleh Sang Buddha: 
     "O, para bhikkhu, kewaspadaan, saya katakan, sangatlah 
membantu di 
manapun." 
 

13. "Dan apa, Nagasena, ciri khas dari konsentrasi (samadhi)?" 
"Menjadi pemimpin, O raja. Semua sifat yang bagus mempunyai 
konsentrasi sebagai pemimpinnya; sifat-sifat baik mengarah 
padanya, dan 
menuju ke situ." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya kalau sebuah rumah yang miring dan menuju ke 
suatu titik, 
yaitu titik yang tertinggi dari atap, demikian juga semua sifat 
yang baik 
mengarah dan memusat pada konsentrasi. Dan ini telah disabdakan 
oleh Sang 
Buddha: 
     "Bhikkhu, kembangkanlah konsentrasi, seorang bhikkhu yang 
terkonsentrasi melihat segala sesuatunya sebagaimana adanya." 
 

14. "Apa, Nagasena, ciri khas dari kebijaksanaan (pannya)?" 
"Penerangan, O Baginda. Ketika kebijaksanaan timbul dalam 
pikiran, ia mengusir kegelapan dari kebodohan batin, membuat 
radiasi 
pandangan terang timbul, membuat sinar pengetahuan memancar dan 
membuat 
Kesunyataan Mulia menjadi jelas. Demikian juga sang meditator 
mencerap 
dengan kebijaksanaan yang paling terang: ketidakkekalan, 
ketidakpuasan, dan 
tidak-adanya-diri dalam segala bentuk." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Sama halnya seperti lampu, O Baginda, yang berada di ruangan 
yang gelap
akan menerangi dan membuat obyek yang ada menjadi jelas 
terlihat." 


Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads