PERDEBATAN RAJA MILINDA
Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads
     

59. Yang Tidak Bermoral 
"Apakah perbedaan antara seorang umat awam yang telah berbuat 
kesalahan dan seorang. bhikkhu yang telah berbuat kesalahan?" 
"Ada sepuluh sifat yang membedakan seorang bhikkhu yang mempunyai kebiasaan 
moral yang lemah dengan seorang umat awam yang mempunyai kebiasaan moral 
yang lemah: 
1. Seorang bhikkhu penuh hormat pada Buddha, 
2. ia penuh hormat pada Dhamma, dan 
3. ia penuh hormat pada Sangha; 
4. ia membaca kitab suci dan menanyakan artinya; 
5. ia telah banyak mendengar; 
6. ia memasuki kelompok para bhikkhu dengan penuh harga diri karena takut 
dicela; 
7. ia menjaga badan dan perkataannya; 
8. ia mengarahkan pikirannya untuk terus berusaha; 
9. ia berteman dengan para bhikkhu, dan 
10. jika berbuat salah ia merahasiakannya. 
Dan dengan sepuluh cara ia memurnikan pemberian yang diperolehnya karena 
keyakinannya: 
1. dengan mengenakan jubah para Buddha, 
2. dengan kepala yang tercukur ia membawa tanda orang bijak, 
3. dengan berteman dengan para bhikkhu, 
4. dengan berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, 
5. dengan bertempat tinggal di tempat yang sepi, yang sesuai untuk latihan 
keras, 
6. dengan menyelidiki Dhamma yang tak ternilai harganya, 
7. dengan membabarkan Dhamma yang indah, 
8. karena ia menjadikan Dhamma sebagai pelita pembimbingnya, 
9. karena ia mengganggap Sang Buddha itu agung, dan 
10. dengan memperhatikan Hari Uposatha. 
Karena semua alasan itulah maka ia patut mendapatkan persembahan meskipun ia 
telah jatuh dari nilai-nilai luhur. 
"Dan ini disabdakan oleh Sang Buddha dalam Majjhima Nikaya: 
    'Siapapun yang berbudi luhur dan memberi pada yang tidak saleh 
    'Pemberian yang benar-benar dibutuhkan, Pikiran menjadi senang, 
    'Sepenuhnya percaya akan buah kamma yang subur, 
    'Inilah pemberian yang dimurnikan oleh si pemberi."' 
(M. iii. Sta. 142) 
"Alangkah indahnya Bhante Nagasena. Meskipun pertanyaanku hanya sederhana, 
jawabannya sungguh luar biasa. Bagaikan seorang juru masak ahli yang diberi 
sepotong daging biasa, dia mengolahnya menjadi makanan yang pantas bagi 
seorang 
raja." 
60. Apakah Air Hidup? 
"Ada beberapa pengikut sekte lain yang berkata bahwa Bhante 
mencelakakan suatu kehidupan bila menggunakan air dingin (MLS. ii. 41 n 4; 
D.i. 167). Bila air dipanaskan dalam ketel, ia membuat berbagai suara. 
Apakah itu disebabkan karena air 
mempunyai jiwa dan hidup?" 

"Tidak, Raja yang agung, air tidak hidup. Air yang ada dalam 
kubangan dangkal akan mengering bila terkena panas dan angin, tanpa ada 
suara apapun yang terdengar. Genderang mengeluarkan suara tetapi ia tidak 
berisikan kehidupan ataupun sesuatu yang hidup." 
BAGIAN EMPAT BELAS 
61. Berada Tanpa Rintangan 
"Sang Buddha bersabda, 'Hiduplah dengan bakti pada apa yang tanpa rintangan 
dan berbahagialah dalam apa yang tanpa rintangan itu' (M. i. 65). Apakah
yang tanpa rintangan itu?" 
"Empat Phala dari Sang Jalan dan nibbana adalah yang tanpa 
rintangan." 
"Tetapi jika demikian, Yang Mulia Nagasena, mengapa para bhikkhu merepotkan 
diri dengan mempelajari ajaran Sang Buddha serta membangun apa yang harus 
diperbaiki dan memberi persembahan pada Sangha?" 
"Para bhikkhu yang melakukan hal-hal itu perlu melepaskan pikiran mereka 
dari rintangan sebelum mereka dapat mencapai Empat Phala Sang Jalan. Akan 
tetapi mereka yang pada dasarnya memang sudah murni, sebenarnya telah 
melakukan pekerjaan persiapan seperti itu dalam kehidupan mereka sebelumnya. 
Maka dengan mudah mereka dapat mencapai Phala Sang Jalan tanpa persiapan 
seperti itu. Seperti halnya seorang petani di beberapa daerah berhasil 
menanam tanpa harus membangun pagar, 
sementara di tempat lain ia terlebih dahulu harus membangun pagar atau 
tembok; atau seperti orang yang mempunyai kesaktian khusus dapat dengan 
mudahnya memetik buah yang ada di puncak pohon yang tinggi, sementara orang 
lain harus membuat tangga terlebih dahulu. Demikian juga, belajar, 
bertanya, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya adalah seperti tangga yang 
membantu para bhikkhu mencapai Phala dari empat pencapaian tersebut. 
Selama masih dibutuhkan proses belajar pada guru, bahkan bhikkhu seperti 
Bhante Sariputta-pun masih mengganggap tidak mungkin dapat berhasil mencapai 
tingkat Arahat tanpa bantuan guru, maka tetap bergunalah pembacaan kitab 
suci. Dan dengan demikian para murid akan terbebas dari rintangan dan akan 
mencapai tingkat Arahat." 

62. Arahat Awam 
"Bhante berkata bahwa jika seorang umat awam mencapai tingkat 
Arahat, ia harus memasuki Sangha pada hari itu juga, atau mati dan mencapai
parinibbana. Tetapi jika ia tidak bisa mendapat jubah, mangkok dan penahbis, 
maka kondisi ke-Arahat-an yang mulia itu akan sia-sia karena melibatkan 
hancurnya suatu kehidupan." 
"Kesalahannya bukan terletak pada ke-Arahat-annya, melainkan pada keadaan 
umat awam yang terlalu lemah unmk menopang ke-Arahat-an itu. 
Seperti halnya, O Baginda, meskipun makanan melindungi kehidupan makhluk ia 
juga akan mengambil nyawa orang yang pencernaannya lemah. Demikian juga, 
jika seorang awam mencapai tingkat Arahat, maka karena kelemahan kondisi 
itulah ia harus memasuki Sangha pada hari itu juga. Kalau tidak, 
ia akan mati." 
63. Pelanggaran Para Arahat 
"Bhante mengatakan bahwa seorang Arahat tidak mungkin mempunyai kewaspadaan 
yang kebingungan. (Pts. contr. 114) Kalau begitu, dapatkah ia melakukan 
pelanggaran?" 
"Dapat, O Baginda, pada masalah ukuran kutinya. Dia mungkin saja bertindak 
sebagai perantara perjodohan, makan tidak pada waktunya, makan makanan yang 
tidak dipersembahkan, atau mengira ia tidak diundang padahal sebetulnya 
diundang." 
"Tetapi Bhante mengatakan bahwa orang yang melakukan pelanggaran itu 
melakukannya karena kebodohan atau rasa tidak hormat. Jika seorang Arahat 
dapat jatuh dalam pelanggaran dan jika tidak ada rasa hormat di dalam diri 
Arahat, apakah itu berarti ada kebingungan dalam kewaspadaan?" 
"Tidak, tidak ada kebingungan pada kewaspadaan dalam diri seorang Arahat. 
Ada 2 jenis pelanggaran. Ada hal-hal yang salah di mata dunia umum seperti 
misalnya pembunuhan, pencurian dan sebagainya. Serta ada hal-hal salah yang 
hanya berlaku bagi para bhikkhu, seperti misalnya: makan tidak pada 
waktunya, merusak pepohonan dan tumbuhan, atau bermain di air. Dan banyak 
lagi hal-hal seperti itu, O Raja, yang tidak salah di dunia umum tetapi 
salah bagi seorang bhikkhu. Seorang Arahat tidak 
mungkin berbuat kesalahan jenis pertama, tetapi ia mungkin dapat melakukan 
kesalahan jenis kedua karena ia tidak mengetahui segala hal. 
Ia mungkin tidak tahu jam berapa saat itu, atau hari apa, atau nama keluarga 
seorang wanita. Akan tetapi setiap Arahat mengetahui tentang kebebasan dari 
penderitaan." 
64. Apa yang Tidak di Dunia 
"Ada banyak macam hal yang dapat ditemui di dunia ini, Yang Mulia Nagasena. 
Tetapi katakanlah padaku apa yang tidak dapat ditemukan di dunia ini." 
"Ada tiga hal, 0 Baginda, yang tidak dapat ditemukan di dunia ini: 
1. Sesuatu, yang sadar ataupun yang tidak sadar, yang tidak lapuk dan lenyap. 
2. Paduan Unsur (sankhara) atau hal terkondisi yang kekal. 
3. Dan dalam arti yang sebenar-benarnya tidak ada sesuatu yang disebut 
makhluk." 
65. Yang Tanpa Sebab 
"Bhante Nagasena, terdapat hal-hal di dunia ini yang menjadi ada karena 
kamma, ada yang merupakan hasil dari suatu sebab, dan ada yang dihasilkan 
oleh musim. Beritahukan padaku, apakah ada yang tidak masuk di dalam tiga 
kategori itu?" 
"Ada dua hal, O Baginda; ruang dan nibbana." 
"Bhante Nagasena, janganlah mengubah kata-kata Sang Penakluk, atau menjawab 
pertanyaan tanpa mengetahui apa yang Bhante katakan!" 
"Apa yang telah saya katakan, O Baginda, sehingga Baginda berkata demikian?" 
"Yang Mulia, memang betul apa yang Bhante katakan tentang ruang. Tetapi 
dengan ratusan alasan Sang Buddha menyatakan pada muridnya cara menuju 
perwujudan nibbana. Dan Bhante mengatakan bahwa nibbana bukanlah hasil dari 
suatu sebab. 
"Memang benar, O raja, dengan banyak cara Sang Buddha 
menunjukkan jalan bagi perwujudan nibbana, tetapi Beliau tidak menunjukkan 
sebab bagi timbulnya nibbana." 
"Di sini, Bhante Nagasena, kami melangkah dari kegelapan menuju ke kegelapan 
yang lebih besar; dari ketidakpastian menuju ke kebingungan total. 
Jika ada ayah dari seorang anak, maka kami akan mengharapkan 
dapat menemukan ayah dari sang ayah. Demikian juga, jika ada penyebab bagi
perwujudan nibbana maka kami mengharapkan dapat menemukan penyebab bagi 
timbulnya nibbana itu." 
"Nibbana, O Raja, tidak dibangun, dan karenanya tidak ada sebab yang dapat 
ditunjuk bagi pembuatannya. Tidak dapat dikatakan bahwa nibbana itu telah 
timbul atau dapat timbul; bahwa nibbana itu adalah masa lalu, masa kini atau 
masa depan; atau dapat dikenali dengan mata, telinga, hidung, lidah atau 
tubuh." 
"Kalau begitu, Yang Mulia Nagasena, nibbana adalah kondisi yang tidak ada!" 
"Nibbana itu ada, O Baginda, dan dapat dikenali lewat pikiran. 
Seorang siswa Arya yang pikirannya murni, mulia, tulus, tidak terhalang, dan 
bebas dari kemelekatan dapat mencapai nibbana." 
"Kalau begitu, jelaskanlah dengan perumpamaan apa nibbana itu." 
"Apakah ada sesuatu yang disebut angin?" 
"Ya, ada." 
"Kalau begitu, jelaskanlah dengan perumpamaan apa angin itu." 
"Tidaklah mungkin dapat menjelaskan apa angin itu dengan menggunakan 
perumpamaan. Tetapi angin itu ada." 
"Demikian juga, O Baginda, nibbana itu ada tetapi tidak mungkin digambarkan." 
66. Cara-cara Menghasilkan 
"Apa saja yang dilahirkan oleh kamma, apa yang dilahirkan oleh sebab, dan 
apa yang dilahirkan oleh musim? Dan apa yang bukan semua ini?" 
"Semua makhluk, 0 Baginda, dilahirkan oleh kamma. Api, dan semua yang 
bertumbuh dari biji, dilahirkan oleh sebab. Tanah, air dan angin dilahirkan 
oleh musim. Sedangkan ruang dan nibbana itu ada, tetapi tidak tergantung 
dari kamma, sebab dan musim. Tentang nibbana, tidak dapat dikatakan dapat 
dikenali oleh panca indera, tetapi dapat dipahami oleh 
batin. Seorang murid yang batinnya murni, dan bebas dari rintangan dapat 
mencerap nibbana." 
67. Setan 
"Apakah ada sesuatu yang disebut yakkha (setan) di dunia ini?" 
"Ya, O Baginda, ada." 
"Kalau begitu mengapa sisa yakkha yang telah mati tidak terlihat?" 
"Sisa yakkha dapat dilihat dalam bentuk serangga, seperti belalang, semut, 
ngengat, ular, kalajengking, lipan dan binatang-bintang liar lainnya." 
"Siapa lagi, Nagasena, yang dapat memecahkan teka-teki ini kecuali orang 
sebijaksana Bhante !" 
68. Menetapkan Peraturan bagi Para Bhikkhu 
"Para dokter yang terkenal mampu menuliskan resep obat yang sesuai bagi 
suatu penyakit sebelum penyakit tersebut timbul, meskipun mereka tidak 
mahatahu. Kalau begitu mengapa Sang Tathagata tidak menetapkan peraturan 
bagi para bhikkhu sebelum ada kejadian, tetapi menunggu sampai suatu 
pelanggaran terjadi dan terdengar keributan?" 
"Sang Tathagata, O Baginda, telah mengetahui sebelumnya bahwa 150 aturan itu 
semuanya harus ditetapkan. Tetapi Beliau berpikir, 'Jika Saya menetapkan 
semua peraturan ini sekaligus maka akan banyak yang takut memasuki Sangha 
karena melihat begitu banyaknya aturan yang harus diperhatikan, karenanya 
Aku akan menetapkan peraturan ketika dibutuhkan."'(Vin.iii. 9,10) 
69. Panas matahari 
"Mengapa panas sinar matahari terkadang garang dan terkadang tidak?" 
"Terhalang oleh empat hal, O Baginda, maka matahari tidak bersinar garang: 
oleh awan badai, kabut, awan debu, atau oleh bulan (= gerhana)." (Vin. ii. 
295;.A. ii. 53) 
( Demikian pula, empat hal yang menghalangi sinar para pertapa: minum 
minuman yang memabukkan, melakukan hubungan seksual, menerima emas dan perak 
serta menjalani kehidupan dengan cara yang tidak benar). 
"Betapa mengagumkan, Yang Mulia Nagasena, bahwa matahari yang begitu hebat, 
dan begitu kuat, dapat terhalang. Apalagi makhluk lain" 
70. Matahari Musim Dingin 
"Mengapa matahari lebih garang di musim dingin daripada di musim panas?" 
"Di musim dingin langit cerah, sehingga matahari bersinar dengan garang. 
Tetapi di musim panas debu beterbangan dan awan terkumpul di langit, 
sehingga panas sinar matahari terkurangi." 
BAGIAN LIMA BELAS 
71. Pemberian Vessantara (Ja.vi. 479 ff) 
"Bhante Nagasena, apakah semua Boddhisatta meninggalkan isteri 
dan anaknya, 
atau hanya Vessantara saja?" 
"Semuanya." 
"Tetapi apakah semua isteri dan anaknya menyetujuinya?" 
"Para isteri menyetujuinya, tetapi anak-anaknya tidak setuju, 
karena usia mereka yang masih muda." 
"Tetapi apakah tindakan itu bijak, karena toh anak-anaknya 
ketakutan dan menangis ketika ditinggalkan?" 
"Ya. Seperti halnya seseorang yang ingin berbuat kebajikan, dia 
akan membawa 
seseorang yang cacat dalam kereta kemanapun ia pergi sehingga 
membuat 
kerbaunya menderita; atau seperti halnya seorang raja harus 
menarik pajak 
dalam rangka berbuat kebajikan yang besar; demikian juga 
tindakan memberi. 
Meskipun hal itu dapat menyebabkan kesedihan yang mendalam bagi 
beberapa 
orang, tetapi akan membawa kelahiran kembali di 
alam surga. Apakah ada, O Baginda raja, pemberian yang 
seharusnya tidak 
diberikan?" 
"Ya, Bhante Nagasena, ada sepuluh macam pemberian yang tidak 
seharusnya diberikan, pemberian yang menyebabkan kelahiran 
kembali di alam 
yang menyedihkan: 
1. pemberian yang dapat membuat mabuk, 
2. pemberian dalam bentuk pesta,                     , 
3. pemberian dalam bentuk wanita, 
4. pemberian dalam bentuk pria, 
5. pemberian dalam bentuk maksud-maksud tertentu yang tidak 
baik, 
6. pemberian dalam bentuk senjata, 
7. pemberian dalam bentuk racun, 
8. pemberian dalam bentuk rantai atau alat penyiksaan, 
9. pemberian dalam bentuk unggas dan babi, 
10. pemberian dalam bentuk timbangan dan alat ukur yang salah." 
"Saya tidak bertanya tentang pemberian yang tidak disetujui 
secara duniawi. 
Saya bertanya tentang pemberian yang tidak boleh diberikan 
meskipun ada 
orang yang  patut menerimanya." 
"Kalau begitu, Bhante Nagasena, tidak ada pemberian yang tidak 
seharusnya 
diberikan. Bilamana keyakinan dalam Dhamma telah muncul, 
beberapa orang 
memberikan 100.000, atau suatu kerajaan, atau bahkan kehidupan 
mereka." 
"Kalau begitu mengapa Baginda mengkritik pemberian Vessantara 
dengan begitu 
sengitnya? Bukankah terkadang ada kasus di mana seseorang yang 
terlilit 
hutang mungkin menjual anaknya atau menanggungkannya sebagai 
agunan? 
Demikian juga, Vessantara memberikan anaknya sebagai tekad bagi 
pencapaian 
kemahatahuannya di masa depan." 
"Tetapi mengapa ia tidak memberikan dirinya sendiri saja?" 
"Karena bukan itu yang diminta. Menawarkan sesuatu yang lain 
akan menjadi 
rendah nilainya. Lagi pula, O Baginda raja, Vessantara tahu 
bahwa Brahmana 
tersebut tidak akan mampu mempekerjakan anak-anaknya sebagai 
budak dalam 
waktu yang lama karena ia telah lanjut usia dan kakek mereka 
akan menebus 
mereka kernbali." 
"Dengan baik sekali, Bhante, teka-teki ini telah tersingkap dan 
jaring 
klenik ini telah terobek-robek. Bagus sekali cara Bhante tetap 
menjaga 
kata-kata dalam kitab suci ketika Bhante menjelaskan apa yang 
tersirat. 
Demikianlah adanya, dan saya menerimanya seperti kata Bhante." 
72. Disiplin yang keras (Kesederhanaan, tanpa kesenangan) 
"Apakah semua Boddhisatta berlatih pengendalian diri dengan 
disiplin yang 
amat keras, atau hanya Bodhisatta Gotama?" 
"Hanya Bodhisatta Gotama (M. Sta. 81, Ap. 301 - sebagai akibat 
melecehkan 
Buddha Kassapa dalam kehidupan yang lampau). Ada empat 
perbedaan di antara 
Bodhisatta. 
Tentang: 
1. keluarga (yaitu antara kasta prajurit atau kasta brahmana), 
2. lamanya waktu untuk mengembangkan kesempurnaan, 
3. masa hidup, dan 
4. ketinggian. 
Tetapi tidak ada perbedaan di antara para Buddha dalam hal 
keluhuran atau 
kebijaksanaan mereka. Dalam rangka membawa pengetahuan ini 
menuju 
kematanganlah maka Beliau harus berlatih pengendalian diri 
dengan disiplin 
yang amat keras." 
"Kalau begitu, Bhante Nagasena, mengapa Beliau pergi ketika 
pengetahuannya masih belum matang? Mengapa Beliau tidak 
mematangkan terlebih 
dahulu pengetahuanNya dan kemudian baru meninggalkan kehidupan 
duniawi?" 
"Ketika Bodhisatta, O Baginda raja, melihat wanita-wanita di 
harem-nya tidur dengan tidak teratur, beliau merasa muak dan 
resah. Karena 
melihat bahwa pikiran beliau dipenuhi dengan ketidakpuasan, 
Mara berkata, 
'Tujuh hari dari sekarang kau akan menjadi Monarki Penguasa 
Dunia'. Tetapi 
Sang Bodhisatta malah merasa telinganya seakan-akan dimasuki 
sepotong besi 
panas, dan beliau dipenuhi dengan kegelisahan dan ketakutan. 
Apalagi, O 
Baginda raja, Sang Bodhisatta berpikir, 'Jangan 
sampai aku disalahkan di kalangan dewa dan manusia karena tidak 
memiliki 
pekerjaan atau sarana. Biarlah aku menjadi orang yang mau 
bertindak dan 
tetap bersungguh-sungguh.' Dengan demikian Sang Bodhisatta 
menggunakan 
pengendalian diri tersebut untuk mematangkan pengetahuannya." 
"Yang Mulia Nagasena, ketika Sang Bodhisatta sedang menjalani 
pengendalian diri, timbul dalam pemikiran beliau, 'Mungkinkah 
ada jalan lain 
menuju pengetahuan yang lebih tinggi yang dapat dicapai orang 
yang mulia?' 
Apakah itu berarti bahwa Beliau bingung mengenai jalan yang 
benar?" 
"Ada dua puluh lima kondisi, O Baginda raja, yang menyebabkan 
lemahnya pikiran: kemarahan, permusuhan, kemunafikan, 
kedengkian, 
keirihatian, ketamakan, kebohongan, pengkhianatan, 
kekeraskepalaan, suka 
melawan, harga diri, kesombongan, kecongkakan, ketidakpedulian, 
keengganan, 
rasa mengantuk, kemalasan, teman yang jahat, penglihatan, 
suara, bau, rasa, sensasi sentuhan, kelaparan, kehausan, dan 
ketidakpuasan. Dan kelaparan serta rasa hauslah yang menguasai 
tubuhnya 
sehingga pikirannya menjadi tidak terarah dengan benar untuk 
memusnahkan 
banjir (asava). Sang Bodhisatta telah mencari percerapan Empat 
Kesunyataan 
Mulia selama beberapa kalpa, jadi bagaimana mungkin dapat 
timbul kebingungan dalam pikirannya tentang jalan itu?' 
Meskipun begitu 
beliau berpikir, 'Mungkinkah ada jalan lain untuk mencapai 
kebijaksanaan?' 
Sebelumnya, ketika berumur satu bulan Sang Bodhisatta telah 
mencapai empat 
penyerapan (jhana) ketika sedang bermeditasi di bawah pohon 
rose-apel ketika 
ayahnya sedang membajak."(M.i.246, Ja.i. 57) 
"Bagus sekali Bhante Nagasena, saya menerimanya seperti apa 
yang Bhante 
katakan. Ketika sedang membawa pengetahuannya menuju 
kematanganlah Sang 
Bodhisatta berlatih pengendalian diri dengan disiplin yang amat 
keras."' 
73. Kekuatan Kejahatan 
"Manakah yang lebih kuat, kebajikan atau kebatilan 
(ketidak-bajikan)?" (Lihat pertanyaan Bab 7 No. 7 di atas) 
"Kebajikan lebih kuat, O Baginda raja." 
"Itu adalah sesuatu yang tidak dapat saya percaya. Orang-orang 
yang 
melakukan kejahatan dalam kehidupan ini sering menerima hasil 
perbuatannya 
itu pada kehidupan yang sekarang ini juga ketika mereka dihukum 
karena 
kejahatannya. Tetapi apakah ada orang, yang karena memberikan 
persembahan 
bagi Sangha atau menjalankan Uposattha, menerima manfaatnya 
pada kehidupan 
sekarang ini juga?" 
"Ada, O Baginda raja, enam kasus seperti itu. (Lihat juga Bab 8 
No. 4) 
1. Si budak, Punnaka, dengan memberikan makanan kepada 
Sariputta, pada hari 
yang sama mendapat kehormatan menjadi seorang bendahara. 
2. Kemudian ada juga ibu Gopala, yang menjual rambutnya agar 
dapat 
memberikan makanan kepada Maha Kaccayana dan sebagai hasilnya
menjadi 
permaisuri Raja Udena. 
3. Si wanita saleh Suppiya, yang memotong daging di pahanya 
untuk memberi 
makan seorang bhikkhu yang sakit, keesokan harinya lukanya 
langsung sembuh 
sama sekali. 
4. Mallika, ketika masih menjadi seorang budak wanita, 
memberikan makanannya 
sendiri kepada Sang Buddha dan pada hari itu juga menjadi 
permaisuri di 
Kosala. 
5. Sumana, tukang bunga, yang memberikan delapan ikat bunga 
melati pada Sang 
Buddha, memperoleh kemakmuran yang melimpah; serta 
6. Ekasataka si Brahmana yang memberikan satu-satunya pakaian 
luarnya kepada 
Sang Buddha dan pada hari itu juga menerima pemberian 'Serba 8' 
(8 gajah, 8 
kuda, 8 ribu kahapanna, 8 wanita, 8 budak, dan hasil penjualan 
dari 8 desa). 
"Jadi, Bhante, kalau begitu Bhante hanya dapat menemukan 
delapan kasus dari 
seluruh penyelidikan Bhante?" 
"Demikianlah, O Baginda raja." 
"Kalau 
begitu kebatilan lebih kuat daripada kebajikan. Karena saya 
telah melihat 
banyak orang ditusuk dengan senjata tajam sebagai hukuman atas 
perbuatan 
jahat mereka. Dan dalam peperangan yang dipimpin oleh Jendral 
Bhaddasala 
mewakili keluarga kerajaan Nanda melawan Chandagutta ada 80 
Tarian Mayat, 
karena mereka berkata bahwa ketika terjadi pembantaian 
besar-besaran, 
mayat-mayat tanpa kepala tersebut bangkit 
kembali dan menari di kancah peperangan. Dan semua orang itu 
hancur sebagai 
hasil dari perbuatan jahat mereka. Tetapi ketika raja Kosala 
memberikan 
persembahan dana makanan yang tidak tertandingi, apakah dalam 
kehidupannya 
itu juga ia menerima kekayaan atau keagungan atau kebahagiaan?" 
"Tidak, O Baginda raja, tidak." 
"Kalau begitu, Bhante Nagasena, tentu saja kebatilan lebih kuat 
daripada 
kebajikan." 
"Seperti halnya, O Baginda raja, padi yang jelek akan masak 
dalam waktu satu 
atau dua bulan tetapi padi yang baik akan masak baru setelah 
lima atau enam 
bulan,  perbuatan baik baru akan berbuah dalam jangka waktu
lama. Apalagi, O 
Baginda raja, hasil dari perbuatan baik maupun perbuatan jahat 
akan dialami 
dalam kehidupan yang akan datang; tetapi karena kesalahan 
kejahatan, maka 
telah ditetapkan bahwa mereka yang 
berbuat jahat akan dihukum menurut Hukum; tetapi mereka yang 
berbuat baik 
tidak akan dihadiahi. Jika seandainya telah ditetapkan suatu 
hukum untuk 
memberikan hadiah bagi pelaku perbuatan baik, maka perbuatan 
baik juga akan 
dihadiahi dalam kehidupan ini juga." 
"Bagus sekali, Bhante Nagasena, hanya oleh seseorang yang 
bijaksana seperti 
Bhante maka teka-teki semacam ini dapat diselesaikan. 
Pertanyaan yang saya 
ajukan dari sudut pandang yang biasa telah Bhante jelaskan 
dengan cara yang 
luar biasa." 
74. Membagikan jasa 
"Apakah ada kemungkinan bagi keluarga yang telah meninggal 
untuk ikut 
menerima jasa dari suatu perbuatan baik?" 
"Tidak. Hanya mereka yang dilahirkan sebagai setan kelaparan 
yang makanannya 
adalah perbuatan baik orang lainlah yang dapat ikut menerima 
jasa. Mereka 
yang dilahirkan di neraka, surga, terlahir sebagai binatang, 
setan kelaparan 
yang makanannya muntahan, atau setan kelaparan yang dipenuhi 
oleh ketamakan, 
tidak akan mendapatkan manfaat." 
"Kalau begitu, persembahan dalam kasus-kasus itu tidak ada 
gunanya, karena 
mereka yang diberi tidak mendapat manfaat." 
"Tidak demikian, O Baginda raja. Persembahan-persembahan itu 
bukannya tidak berguna atau tidak berbuah, karena si pemberi 
sendiri 
mendapat manfaat darinya." 
"Yakinkanlah saya dengan alasan." 
"Bila beberapa orang telah menyiapkan hidangan dan mengunjungi 
sanak 
saudaranya tetapi sanak-saudara mereka itu tidak menerima 
pemberian itu, 
apakah pemberian tersebut menjadi sia-sia?" 
"Tidak, Yang Mulia, si pemilik sendiri dapat memakannya." 
"Demikian juga, O raja, si pemberi persembahan mendapatkan 
manfaat dari 
persembahan dana tersebut." 
"Kalau begitu, apakah juga mungkin membagikan ketidakbajikan?" 
"Ini bukanlah pcrtanyaan yang patut ditanyakan, O Baginda raja. 
Anda 
kemudian akan bertanya kepada saya mengapa ruang angkasa tidak 
berbatas dan 
mengapa manusia dan burung mempunyai dua kaki sedangkan rusa 
mcmpunyai empat!" 
"Saya tidak bertanya seperti itu untuk menjengkelkan Bhante, 
tetapi banyak 
orang di dunia ini yang tersesat (berpikiran jahat, memiliki 
pandangan 
salah) atau tidak dapat melihat (bodoh).' 
"Meskipun suatu tanaman dapat menjadi masak dalam air tangki, 
tetapi tidak 
mungkin dalam air laut. Perbuatan jahat tidak dapat dibagikan 
kepada siapa 
yang tidak melakukannya dan tidak menyetujuinya. Orang 
mengalirkan air 
dengan menggunakan pipa-pipa air tetapi mereka tidak dapat 
mengalirkan batu 
yang padat dengan cara yang sama. Kebatilan atau ketidakbajikan 
adalah 
sesuatu yang jahat, sedangkan kebajikan adalah 
sesuatu yang sangat hebat." 
"Berikanlah penjelasan.". 
"Jika setetes air jatuh ke tanah, apakah air itu dapat mengalir 
sepanjang 50 
atau 60 kilometer?." 
"Tentu saja tidak, Bhante. Titik air itu hanya akan 
mcmpengaruhi tanah di 
mana ia jatuh." 
"Mengapa demikian?" 
"Karena sifat sedikitnya." 
"Demikian juga, O Baginda raja, kebatilan adalah sesuatu yang 
jahat dan 
karena sifat sedikitnya, ia hanya dapat mempengaruhi si pelaku 
dan tidak 
dapat dibagikan. Tetapi jika ada hujan badai yang sangat hebat, 
apakah 
airnya akan sampai ke mana-mana?" 
"Tentu saja, Bhante, bahkan bisa sejauh 50 atau 60 kilometer." 
"Demikian juga, O raja, kebajikan adalah sesuatu yang hebat dan 
karena sifat 
melimpahnya; ia dapat dibagikan baik kepada manusia maupun 
dewa." 
"Bhante Nagasena, mengapakah kebatilan begitu terbatas 
sifatnya, sedangkan 
kebajikan dapat menjangkau lebih jauh?" 
"Siapa pun, O Baginda raja, yang memberikan persembahan, 
menjalankan sila 
dan melakukan Uposatha, ia akan merasa gembira dan berada dalam 
ketenangan. 
Karena ketenangannya maka kebaikannya bahkan menjadi semakin 
melimpah. 
Seperti kolam air yang dalam dan jernih, segera setelah air 
mengalir keluar di salah satu sisinya, tempat itu akan terisi 
penuh lagi 
dari segala arah. Demikian juga, O raja, jika seseorang akan 
mengirimkan 
kebajikan yang telah dilakukannya kepada orang lain, bahkan 
selama 100 tahun 
kebaikannya akan semakin bertumbuh. Itulah sebabnya mengapa 
kebajikan itu 
begitu hebat. Tetapi dengan perbuatan jahat, O Baginda 
raja, orang akan dipenuhi oleh rasa penyesalan dan pikirannya 
tidak akan 
dapat terlepas darinya. Dia merasa tertekan dan tidak
mendapatkan 
ketenangan, lalu karena merasa putus asa dia menjadi sia-sia. 
Seperti 
halnya, O raja, setetes air yang jatuh di sungai yang kering 
tidak akan 
dapat menambah isinya dan malahan akan langsung tertelan di 
titik jatuhnya. 
Inilah sebabnya ketidakbajikan sangat jahat dan mempunyai sifat 
sedikit." 
75. Mimpi 
"Apakah sesuatu yang disebut mimpi itu dan siapakah yang 
bermimpi?" 
"Mimpi adalah tanda yang datang melintasi jalur pikiran. Dan 
ada enam macam 
orang yang melihat impian. Orang yang dipengaruhi 
1. oleh angin melihat impian; yang dipengatuhi 
2. oleh empedu, 
3. oleh lendir, 
4. oleh dewa, 
5. oleh kebiasaannya sendiri, dan 
6. oleh pertanda. 
Hanya yang terakhir inilah yang benar, sedang yang lain 
semuanya tidak benar." 
"Ketika seseorang bermimpi, apakah ia sedang terjaga atau 
tidur?" 
"Tidak kedua-duanya. Ia bermimpi ketika sedang 'tidur-tidur 
monyet', yaitu 
keadaan antara tidur dan sadar." 

Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads