|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
A
Page to Rest -
Breathing Space |
Complete list of articles on this site |
Free Downloads |
"Apakah perbedaan antara seorang umat awam yang telah berbuat kesalahan dan seorang. bhikkhu yang telah berbuat kesalahan?" "Ada sepuluh sifat yang membedakan seorang bhikkhu yang mempunyai kebiasaan moral yang lemah dengan seorang umat awam yang mempunyai kebiasaan moral yang lemah: 1. Seorang bhikkhu penuh hormat pada Buddha, 2. ia penuh hormat pada Dhamma, dan 3. ia penuh hormat pada Sangha; 4. ia membaca kitab suci dan menanyakan artinya; 5. ia telah banyak mendengar; 6. ia memasuki kelompok para bhikkhu dengan penuh harga diri karena takut dicela; 7. ia menjaga badan dan perkataannya; 8. ia mengarahkan pikirannya untuk terus berusaha; 9. ia berteman dengan para bhikkhu, dan 10. jika berbuat salah ia merahasiakannya. Dan dengan sepuluh cara ia memurnikan pemberian yang diperolehnya karena keyakinannya: 1. dengan mengenakan jubah para Buddha, 2. dengan kepala yang tercukur ia membawa tanda orang bijak, 3. dengan berteman dengan para bhikkhu, 4. dengan berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, 5. dengan bertempat tinggal di tempat yang sepi, yang sesuai untuk latihan keras, 6. dengan menyelidiki Dhamma yang tak ternilai harganya, 7. dengan membabarkan Dhamma yang indah, 8. karena ia menjadikan Dhamma sebagai pelita pembimbingnya, 9. karena ia mengganggap Sang Buddha itu agung, dan 10. dengan memperhatikan Hari Uposatha. Karena semua alasan itulah maka ia patut mendapatkan persembahan meskipun ia telah jatuh dari nilai-nilai luhur. "Dan ini disabdakan oleh Sang Buddha dalam Majjhima Nikaya: 'Siapapun yang berbudi luhur dan memberi pada yang tidak saleh 'Pemberian yang benar-benar dibutuhkan, Pikiran menjadi senang, 'Sepenuhnya percaya akan buah kamma yang subur, 'Inilah pemberian yang dimurnikan oleh si pemberi."' (M. iii. Sta. 142) "Alangkah indahnya Bhante Nagasena. Meskipun pertanyaanku hanya sederhana, jawabannya sungguh luar biasa. Bagaikan seorang juru masak ahli yang diberi sepotong daging biasa, dia mengolahnya menjadi makanan yang pantas bagi seorang raja." 60. Apakah Air Hidup? "Ada beberapa pengikut sekte lain yang berkata bahwa Bhante mencelakakan suatu kehidupan bila menggunakan air dingin (MLS. ii. 41 n 4; D.i. 167). Bila air dipanaskan dalam ketel, ia membuat berbagai suara. Apakah itu disebabkan karena air mempunyai jiwa dan hidup?" "Tidak, Raja yang agung, air tidak hidup. Air yang ada dalam
|
"Bhante berkata bahwa jika seorang umat awam mencapai tingkat Arahat, ia harus memasuki Sangha pada hari itu juga, atau mati dan mencapai parinibbana. Tetapi jika ia tidak bisa mendapat jubah, mangkok dan penahbis, maka kondisi ke-Arahat-an yang mulia itu akan sia-sia karena melibatkan hancurnya suatu kehidupan." "Kesalahannya bukan terletak pada ke-Arahat-annya, melainkan pada keadaan umat awam yang terlalu lemah unmk menopang ke-Arahat-an itu. Seperti halnya, O Baginda, meskipun makanan melindungi kehidupan makhluk ia juga akan mengambil nyawa orang yang pencernaannya lemah. Demikian juga, jika seorang awam mencapai tingkat Arahat, maka karena kelemahan kondisi itulah ia harus memasuki Sangha pada hari itu juga. Kalau tidak, ia akan mati." 63. Pelanggaran Para Arahat "Bhante mengatakan bahwa seorang Arahat tidak mungkin mempunyai kewaspadaan yang kebingungan. (Pts. contr. 114) Kalau begitu, dapatkah ia melakukan pelanggaran?" "Dapat, O Baginda, pada masalah ukuran kutinya. Dia mungkin saja bertindak sebagai perantara perjodohan, makan tidak pada waktunya, makan makanan yang tidak dipersembahkan, atau mengira ia tidak diundang padahal sebetulnya diundang." "Tetapi Bhante mengatakan bahwa orang yang melakukan pelanggaran itu melakukannya karena kebodohan atau rasa tidak hormat. Jika seorang Arahat dapat jatuh dalam pelanggaran dan jika tidak ada rasa hormat di dalam diri Arahat, apakah itu berarti ada kebingungan dalam kewaspadaan?" "Tidak, tidak ada kebingungan pada kewaspadaan dalam diri seorang Arahat. Ada 2 jenis pelanggaran. Ada hal-hal yang salah di mata dunia umum seperti misalnya pembunuhan, pencurian dan sebagainya. Serta ada hal-hal salah yang hanya berlaku bagi para bhikkhu, seperti misalnya: makan tidak pada waktunya, merusak pepohonan dan tumbuhan, atau bermain di air. Dan banyak lagi hal-hal seperti itu, O Raja, yang tidak salah di dunia umum tetapi salah bagi seorang bhikkhu. Seorang Arahat tidak mungkin berbuat kesalahan jenis pertama, tetapi ia mungkin dapat melakukan kesalahan jenis kedua karena ia tidak mengetahui segala hal. Ia mungkin tidak tahu jam berapa saat itu, atau hari apa, atau nama keluarga seorang wanita. Akan tetapi setiap Arahat mengetahui tentang kebebasan dari penderitaan." 64. Apa yang Tidak di Dunia "Ada banyak macam hal yang dapat ditemui di dunia ini, Yang Mulia Nagasena. Tetapi katakanlah padaku apa yang tidak dapat ditemukan di dunia ini." "Ada tiga hal, 0 Baginda, yang tidak dapat ditemukan di dunia ini: 1. Sesuatu, yang sadar ataupun yang tidak sadar, yang tidak lapuk dan lenyap. 2. Paduan Unsur (sankhara) atau hal terkondisi yang kekal. 3. Dan dalam arti yang sebenar-benarnya tidak ada sesuatu yang disebut makhluk." 65. Yang Tanpa Sebab "Bhante Nagasena, terdapat hal-hal di dunia ini yang menjadi ada karena kamma, ada yang merupakan hasil dari suatu sebab, dan ada yang dihasilkan oleh musim. Beritahukan padaku, apakah ada yang tidak masuk di dalam tiga kategori itu?" "Ada dua hal, O Baginda; ruang dan nibbana." "Bhante Nagasena, janganlah mengubah kata-kata Sang Penakluk, atau menjawab pertanyaan tanpa mengetahui apa yang Bhante katakan!" "Apa yang telah saya katakan, O Baginda, sehingga Baginda berkata demikian?" "Yang Mulia, memang betul apa yang Bhante katakan tentang ruang. Tetapi dengan ratusan alasan Sang Buddha menyatakan pada muridnya cara menuju perwujudan nibbana. Dan Bhante mengatakan bahwa nibbana bukanlah hasil dari suatu sebab. "Memang benar, O raja, dengan banyak cara Sang Buddha menunjukkan jalan bagi perwujudan nibbana, tetapi Beliau tidak menunjukkan sebab bagi timbulnya nibbana." "Di sini, Bhante Nagasena, kami melangkah dari kegelapan menuju ke kegelapan yang lebih besar; dari ketidakpastian menuju ke kebingungan total. Jika ada ayah dari seorang anak, maka kami akan mengharapkan dapat menemukan ayah dari sang ayah. Demikian juga, jika ada penyebab bagi perwujudan nibbana maka kami mengharapkan dapat menemukan penyebab bagi timbulnya nibbana itu." "Nibbana, O Raja, tidak dibangun, dan karenanya tidak ada sebab yang dapat ditunjuk bagi pembuatannya. Tidak dapat dikatakan bahwa nibbana itu telah timbul atau dapat timbul; bahwa nibbana itu adalah masa lalu, masa kini atau masa depan; atau dapat dikenali dengan mata, telinga, hidung, lidah atau tubuh." "Kalau begitu, Yang Mulia Nagasena, nibbana adalah kondisi yang tidak ada!" "Nibbana itu ada, O Baginda, dan dapat dikenali lewat pikiran. Seorang siswa Arya yang pikirannya murni, mulia, tulus, tidak terhalang, dan bebas dari kemelekatan dapat mencapai nibbana." "Kalau begitu, jelaskanlah dengan perumpamaan apa nibbana itu." "Apakah ada sesuatu yang disebut angin?" "Ya, ada." "Kalau begitu, jelaskanlah dengan perumpamaan apa angin itu." "Tidaklah mungkin dapat menjelaskan apa angin itu dengan menggunakan perumpamaan. Tetapi angin itu ada." "Demikian juga, O Baginda, nibbana itu ada tetapi tidak mungkin digambarkan." |
"Apa saja yang dilahirkan oleh kamma, apa yang dilahirkan oleh sebab, dan apa yang dilahirkan oleh musim? Dan apa yang bukan semua ini?" "Semua makhluk, 0 Baginda, dilahirkan oleh kamma. Api, dan semua yang bertumbuh dari biji, dilahirkan oleh sebab. Tanah, air dan angin dilahirkan oleh musim. Sedangkan ruang dan nibbana itu ada, tetapi tidak tergantung dari kamma, sebab dan musim. Tentang nibbana, tidak dapat dikatakan dapat dikenali oleh panca indera, tetapi dapat dipahami oleh batin. Seorang murid yang batinnya murni, dan bebas dari rintangan dapat mencerap nibbana." 67. Setan "Apakah ada sesuatu yang disebut yakkha (setan) di dunia ini?" "Ya, O Baginda, ada." "Kalau begitu mengapa sisa yakkha yang telah mati tidak terlihat?" "Sisa yakkha dapat dilihat dalam bentuk serangga, seperti belalang, semut, ngengat, ular, kalajengking, lipan dan binatang-bintang liar lainnya." "Siapa lagi, Nagasena, yang dapat memecahkan teka-teki ini kecuali orang sebijaksana Bhante !" 68. Menetapkan Peraturan bagi Para Bhikkhu "Para dokter yang terkenal mampu menuliskan resep obat yang sesuai bagi suatu penyakit sebelum penyakit tersebut timbul, meskipun mereka tidak mahatahu. Kalau begitu mengapa Sang Tathagata tidak menetapkan peraturan bagi para bhikkhu sebelum ada kejadian, tetapi menunggu sampai suatu pelanggaran terjadi dan terdengar keributan?" "Sang Tathagata, O Baginda, telah mengetahui sebelumnya bahwa 150 aturan itu semuanya harus ditetapkan. Tetapi Beliau berpikir, 'Jika Saya menetapkan semua peraturan ini sekaligus maka akan banyak yang takut memasuki Sangha karena melihat begitu banyaknya aturan yang harus diperhatikan, karenanya Aku akan menetapkan peraturan ketika dibutuhkan."'(Vin.iii. 9,10) 69. Panas matahari "Mengapa panas sinar matahari terkadang garang dan terkadang tidak?" "Terhalang oleh empat hal, O Baginda, maka matahari tidak bersinar garang: oleh awan badai, kabut, awan debu, atau oleh bulan (= gerhana)." (Vin. ii. 295;.A. ii. 53) ( Demikian pula, empat hal yang menghalangi sinar para pertapa: minum minuman yang memabukkan, melakukan hubungan seksual, menerima emas dan perak serta menjalani kehidupan dengan cara yang tidak benar). "Betapa mengagumkan, Yang Mulia Nagasena, bahwa matahari yang begitu hebat, dan begitu kuat, dapat terhalang. Apalagi makhluk lain" 70. Matahari Musim Dingin "Mengapa matahari lebih garang di musim dingin daripada di musim panas?" "Di musim dingin langit cerah, sehingga matahari bersinar dengan garang. Tetapi di musim panas debu beterbangan dan awan terkumpul di langit, sehingga panas sinar matahari terkurangi." BAGIAN LIMA BELAS 71. Pemberian Vessantara (Ja.vi. 479 ff) "Bhante Nagasena, apakah semua Boddhisatta meninggalkan isteri dan anaknya, atau hanya Vessantara saja?" "Semuanya." "Tetapi apakah semua isteri dan anaknya menyetujuinya?" "Para isteri menyetujuinya, tetapi anak-anaknya tidak setuju, karena usia mereka yang masih muda." "Tetapi apakah tindakan itu bijak, karena toh anak-anaknya ketakutan dan menangis ketika ditinggalkan?" "Ya. Seperti halnya seseorang yang ingin berbuat kebajikan, dia akan membawa seseorang yang cacat dalam kereta kemanapun ia pergi sehingga membuat kerbaunya menderita; atau seperti halnya seorang raja harus menarik pajak dalam rangka berbuat kebajikan yang besar; demikian juga tindakan memberi. Meskipun hal itu dapat menyebabkan kesedihan yang mendalam bagi beberapa orang, tetapi akan membawa kelahiran kembali di alam surga. Apakah ada, O Baginda raja, pemberian yang seharusnya tidak diberikan?" "Ya, Bhante Nagasena, ada sepuluh macam pemberian yang tidak seharusnya diberikan, pemberian yang menyebabkan kelahiran kembali di alam yang menyedihkan: 1. pemberian yang dapat membuat mabuk, 2. pemberian dalam bentuk pesta, , 3. pemberian dalam bentuk wanita, 4. pemberian dalam bentuk pria, 5. pemberian dalam bentuk maksud-maksud tertentu yang tidak baik, 6. pemberian dalam bentuk senjata, 7. pemberian dalam bentuk racun, 8. pemberian dalam bentuk rantai atau alat penyiksaan, 9. pemberian dalam bentuk unggas dan babi, 10. pemberian dalam bentuk timbangan dan alat ukur yang salah." "Saya tidak bertanya tentang pemberian yang tidak disetujui secara duniawi. Saya bertanya tentang pemberian yang tidak boleh diberikan meskipun ada orang yang patut menerimanya." "Kalau begitu, Bhante Nagasena, tidak ada pemberian yang tidak seharusnya diberikan. Bilamana keyakinan dalam Dhamma telah muncul, beberapa orang memberikan 100.000, atau suatu kerajaan, atau bahkan kehidupan mereka." "Kalau begitu mengapa Baginda mengkritik pemberian Vessantara dengan begitu sengitnya? Bukankah terkadang ada kasus di mana seseorang yang terlilit hutang mungkin menjual anaknya atau menanggungkannya sebagai agunan? Demikian juga, Vessantara memberikan anaknya sebagai tekad bagi pencapaian kemahatahuannya di masa depan." "Tetapi mengapa ia tidak memberikan dirinya sendiri saja?" "Karena bukan itu yang diminta. Menawarkan sesuatu yang lain akan menjadi rendah nilainya. Lagi pula, O Baginda raja, Vessantara tahu bahwa Brahmana tersebut tidak akan mampu mempekerjakan anak-anaknya sebagai budak dalam waktu yang lama karena ia telah lanjut usia dan kakek mereka akan menebus mereka kernbali." "Dengan baik sekali, Bhante, teka-teki ini telah tersingkap dan jaring klenik ini telah terobek-robek. Bagus sekali cara Bhante tetap menjaga kata-kata dalam kitab suci ketika Bhante menjelaskan apa yang tersirat. Demikianlah adanya, dan saya menerimanya seperti kata Bhante." |
"Apakah semua Boddhisatta berlatih pengendalian diri dengan disiplin yang amat keras, atau hanya Bodhisatta Gotama?" "Hanya Bodhisatta Gotama (M. Sta. 81, Ap. 301 - sebagai akibat melecehkan Buddha Kassapa dalam kehidupan yang lampau). Ada empat perbedaan di antara Bodhisatta. Tentang: 1. keluarga (yaitu antara kasta prajurit atau kasta brahmana), 2. lamanya waktu untuk mengembangkan kesempurnaan, 3. masa hidup, dan 4. ketinggian. Tetapi tidak ada perbedaan di antara para Buddha dalam hal keluhuran atau kebijaksanaan mereka. Dalam rangka membawa pengetahuan ini menuju kematanganlah maka Beliau harus berlatih pengendalian diri dengan disiplin yang amat keras." "Kalau begitu, Bhante Nagasena, mengapa Beliau pergi ketika pengetahuannya masih belum matang? Mengapa Beliau tidak mematangkan terlebih dahulu pengetahuanNya dan kemudian baru meninggalkan kehidupan duniawi?" "Ketika Bodhisatta, O Baginda raja, melihat wanita-wanita di harem-nya tidur dengan tidak teratur, beliau merasa muak dan resah. Karena melihat bahwa pikiran beliau dipenuhi dengan ketidakpuasan, Mara berkata, 'Tujuh hari dari sekarang kau akan menjadi Monarki Penguasa Dunia'. Tetapi Sang Bodhisatta malah merasa telinganya seakan-akan dimasuki sepotong besi panas, dan beliau dipenuhi dengan kegelisahan dan ketakutan. Apalagi, O Baginda raja, Sang Bodhisatta berpikir, 'Jangan sampai aku disalahkan di kalangan dewa dan manusia karena tidak memiliki pekerjaan atau sarana. Biarlah aku menjadi orang yang mau bertindak dan tetap bersungguh-sungguh.' Dengan demikian Sang Bodhisatta menggunakan pengendalian diri tersebut untuk mematangkan pengetahuannya." "Yang Mulia Nagasena, ketika Sang Bodhisatta sedang menjalani pengendalian diri, timbul dalam pemikiran beliau, 'Mungkinkah ada jalan lain menuju pengetahuan yang lebih tinggi yang dapat dicapai orang yang mulia?' Apakah itu berarti bahwa Beliau bingung mengenai jalan yang benar?" "Ada dua puluh lima kondisi, O Baginda raja, yang menyebabkan lemahnya pikiran: kemarahan, permusuhan, kemunafikan, kedengkian, keirihatian, ketamakan, kebohongan, pengkhianatan, kekeraskepalaan, suka melawan, harga diri, kesombongan, kecongkakan, ketidakpedulian, keengganan, rasa mengantuk, kemalasan, teman yang jahat, penglihatan, suara, bau, rasa, sensasi sentuhan, kelaparan, kehausan, dan ketidakpuasan. Dan kelaparan serta rasa hauslah yang menguasai tubuhnya sehingga pikirannya menjadi tidak terarah dengan benar untuk memusnahkan banjir (asava). Sang Bodhisatta telah mencari percerapan Empat Kesunyataan Mulia selama beberapa kalpa, jadi bagaimana mungkin dapat timbul kebingungan dalam pikirannya tentang jalan itu?' Meskipun begitu beliau berpikir, 'Mungkinkah ada jalan lain untuk mencapai kebijaksanaan?' Sebelumnya, ketika berumur satu bulan Sang Bodhisatta telah mencapai empat penyerapan (jhana) ketika sedang bermeditasi di bawah pohon rose-apel ketika ayahnya sedang membajak."(M.i.246, Ja.i. 57) "Bagus sekali Bhante Nagasena, saya menerimanya seperti apa yang Bhante katakan. Ketika sedang membawa pengetahuannya menuju kematanganlah Sang Bodhisatta berlatih pengendalian diri dengan disiplin yang amat keras."' |
"Manakah yang lebih kuat, kebajikan atau kebatilan (ketidak-bajikan)?" (Lihat pertanyaan Bab 7 No. 7 di atas) "Kebajikan lebih kuat, O Baginda raja." "Itu adalah sesuatu yang tidak dapat saya percaya. Orang-orang yang melakukan kejahatan dalam kehidupan ini sering menerima hasil perbuatannya itu pada kehidupan yang sekarang ini juga ketika mereka dihukum karena kejahatannya. Tetapi apakah ada orang, yang karena memberikan persembahan bagi Sangha atau menjalankan Uposattha, menerima manfaatnya pada kehidupan sekarang ini juga?" "Ada, O Baginda raja, enam kasus seperti itu. (Lihat juga Bab 8 No. 4) 1. Si budak, Punnaka, dengan memberikan makanan kepada Sariputta, pada hari yang sama mendapat kehormatan menjadi seorang bendahara. 2. Kemudian ada juga ibu Gopala, yang menjual rambutnya agar dapat memberikan makanan kepada Maha Kaccayana dan sebagai hasilnya menjadi permaisuri Raja Udena. 3. Si wanita saleh Suppiya, yang memotong daging di pahanya untuk memberi makan seorang bhikkhu yang sakit, keesokan harinya lukanya langsung sembuh sama sekali. 4. Mallika, ketika masih menjadi seorang budak wanita, memberikan makanannya sendiri kepada Sang Buddha dan pada hari itu juga menjadi permaisuri di Kosala. 5. Sumana, tukang bunga, yang memberikan delapan ikat bunga melati pada Sang Buddha, memperoleh kemakmuran yang melimpah; serta 6. Ekasataka si Brahmana yang memberikan satu-satunya pakaian luarnya kepada Sang Buddha dan pada hari itu juga menerima pemberian 'Serba 8' (8 gajah, 8 kuda, 8 ribu kahapanna, 8 wanita, 8 budak, dan hasil penjualan dari 8 desa). "Jadi, Bhante, kalau begitu Bhante hanya dapat menemukan delapan kasus dari seluruh penyelidikan Bhante?" "Demikianlah, O Baginda raja." "Kalau begitu kebatilan lebih kuat daripada kebajikan. Karena saya telah melihat banyak orang ditusuk dengan senjata tajam sebagai hukuman atas perbuatan jahat mereka. Dan dalam peperangan yang dipimpin oleh Jendral Bhaddasala mewakili keluarga kerajaan Nanda melawan Chandagutta ada 80 Tarian Mayat, karena mereka berkata bahwa ketika terjadi pembantaian besar-besaran, mayat-mayat tanpa kepala tersebut bangkit kembali dan menari di kancah peperangan. Dan semua orang itu hancur sebagai hasil dari perbuatan jahat mereka. Tetapi ketika raja Kosala memberikan persembahan dana makanan yang tidak tertandingi, apakah dalam kehidupannya itu juga ia menerima kekayaan atau keagungan atau kebahagiaan?" "Tidak, O Baginda raja, tidak." "Kalau begitu, Bhante Nagasena, tentu saja kebatilan lebih kuat daripada kebajikan." "Seperti halnya, O Baginda raja, padi yang jelek akan masak dalam waktu satu atau dua bulan tetapi padi yang baik akan masak baru setelah lima atau enam bulan, perbuatan baik baru akan berbuah dalam jangka waktu lama. Apalagi, O Baginda raja, hasil dari perbuatan baik maupun perbuatan jahat akan dialami dalam kehidupan yang akan datang; tetapi karena kesalahan kejahatan, maka telah ditetapkan bahwa mereka yang berbuat jahat akan dihukum menurut Hukum; tetapi mereka yang berbuat baik tidak akan dihadiahi. Jika seandainya telah ditetapkan suatu hukum untuk memberikan hadiah bagi pelaku perbuatan baik, maka perbuatan baik juga akan dihadiahi dalam kehidupan ini juga." "Bagus sekali, Bhante Nagasena, hanya oleh seseorang yang bijaksana seperti Bhante maka teka-teki semacam ini dapat diselesaikan. Pertanyaan yang saya ajukan dari sudut pandang yang biasa telah Bhante jelaskan dengan cara yang luar biasa." |
"Apakah ada kemungkinan bagi keluarga yang telah meninggal untuk ikut menerima jasa dari suatu perbuatan baik?" "Tidak. Hanya mereka yang dilahirkan sebagai setan kelaparan yang makanannya adalah perbuatan baik orang lainlah yang dapat ikut menerima jasa. Mereka yang dilahirkan di neraka, surga, terlahir sebagai binatang, setan kelaparan yang makanannya muntahan, atau setan kelaparan yang dipenuhi oleh ketamakan, tidak akan mendapatkan manfaat." "Kalau begitu, persembahan dalam kasus-kasus itu tidak ada gunanya, karena mereka yang diberi tidak mendapat manfaat." "Tidak demikian, O Baginda raja. Persembahan-persembahan itu bukannya tidak berguna atau tidak berbuah, karena si pemberi sendiri mendapat manfaat darinya." "Yakinkanlah saya dengan alasan." "Bila beberapa orang telah menyiapkan hidangan dan mengunjungi sanak saudaranya tetapi sanak-saudara mereka itu tidak menerima pemberian itu, apakah pemberian tersebut menjadi sia-sia?" "Tidak, Yang Mulia, si pemilik sendiri dapat memakannya." "Demikian juga, O raja, si pemberi persembahan mendapatkan manfaat dari persembahan dana tersebut." "Kalau begitu, apakah juga mungkin membagikan ketidakbajikan?" "Ini bukanlah pcrtanyaan yang patut ditanyakan, O Baginda raja. Anda kemudian akan bertanya kepada saya mengapa ruang angkasa tidak berbatas dan mengapa manusia dan burung mempunyai dua kaki sedangkan rusa mcmpunyai empat!" "Saya tidak bertanya seperti itu untuk menjengkelkan Bhante, tetapi banyak orang di dunia ini yang tersesat (berpikiran jahat, memiliki pandangan salah) atau tidak dapat melihat (bodoh).' "Meskipun suatu tanaman dapat menjadi masak dalam air tangki, tetapi tidak mungkin dalam air laut. Perbuatan jahat tidak dapat dibagikan kepada siapa yang tidak melakukannya dan tidak menyetujuinya. Orang mengalirkan air dengan menggunakan pipa-pipa air tetapi mereka tidak dapat mengalirkan batu yang padat dengan cara yang sama. Kebatilan atau ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat, sedangkan kebajikan adalah sesuatu yang sangat hebat." "Berikanlah penjelasan.". "Jika setetes air jatuh ke tanah, apakah air itu dapat mengalir sepanjang 50 atau 60 kilometer?." "Tentu saja tidak, Bhante. Titik air itu hanya akan mcmpengaruhi tanah di mana ia jatuh." "Mengapa demikian?" "Karena sifat sedikitnya." "Demikian juga, O Baginda raja, kebatilan adalah sesuatu yang jahat dan karena sifat sedikitnya, ia hanya dapat mempengaruhi si pelaku dan tidak dapat dibagikan. Tetapi jika ada hujan badai yang sangat hebat, apakah airnya akan sampai ke mana-mana?" "Tentu saja, Bhante, bahkan bisa sejauh 50 atau 60 kilometer." "Demikian juga, O raja, kebajikan adalah sesuatu yang hebat dan karena sifat melimpahnya; ia dapat dibagikan baik kepada manusia maupun dewa." "Bhante Nagasena, mengapakah kebatilan begitu terbatas sifatnya, sedangkan kebajikan dapat menjangkau lebih jauh?" "Siapa pun, O Baginda raja, yang memberikan persembahan, menjalankan sila dan melakukan Uposatha, ia akan merasa gembira dan berada dalam ketenangan. Karena ketenangannya maka kebaikannya bahkan menjadi semakin melimpah. Seperti kolam air yang dalam dan jernih, segera setelah air mengalir keluar di salah satu sisinya, tempat itu akan terisi penuh lagi dari segala arah. Demikian juga, O raja, jika seseorang akan mengirimkan kebajikan yang telah dilakukannya kepada orang lain, bahkan selama 100 tahun kebaikannya akan semakin bertumbuh. Itulah sebabnya mengapa kebajikan itu begitu hebat. Tetapi dengan perbuatan jahat, O Baginda raja, orang akan dipenuhi oleh rasa penyesalan dan pikirannya tidak akan dapat terlepas darinya. Dia merasa tertekan dan tidak mendapatkan ketenangan, lalu karena merasa putus asa dia menjadi sia-sia. Seperti halnya, O raja, setetes air yang jatuh di sungai yang kering tidak akan dapat menambah isinya dan malahan akan langsung tertelan di titik jatuhnya. Inilah sebabnya ketidakbajikan sangat jahat dan mempunyai sifat sedikit." 75. Mimpi "Apakah sesuatu yang disebut mimpi itu dan siapakah yang bermimpi?" "Mimpi adalah tanda yang datang melintasi jalur pikiran. Dan ada enam macam orang yang melihat impian. Orang yang dipengaruhi 1. oleh angin melihat impian; yang dipengatuhi 2. oleh empedu, 3. oleh lendir, 4. oleh dewa, 5. oleh kebiasaannya sendiri, dan 6. oleh pertanda. Hanya yang terakhir inilah yang benar, sedang yang lain semuanya tidak benar." "Ketika seseorang bermimpi, apakah ia sedang terjaga atau tidur?" "Tidak kedua-duanya. Ia bermimpi ketika sedang 'tidur-tidur monyet', yaitu keadaan antara tidur dan sadar." |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
A
Page to Rest -
Breathing Space |
Complete list of articles on this site |
Free Downloads |