PERDEBATAN RAJA MILINDA
Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads
     


15. "Sifat-sifat yang sangat berbeda ini, Nagasena, apakah 
membuahkan hasil 
yang sama?" 
"Ya, yaitu penghancuran kekotoran batin dalam pikiran. Sama 
halnya seperti 
berbagai bagian pasukan tentara seperti gajah, kavaleri, kereta 
perang dan 
pemanah membuahkan satu hasil, yaitu penaklukan tentara musuh." 
"Penjelasan yang baik, Nagasena. Engkau pandai menjawab." 
BAGIAN DUA 
KELAHIRAN KEMBALI 

1. "Orang yang terlahir kembali, Nagasena, apakah dia orang 
yang sama atau 
berbeda?" 
"Bukan yang sama dan bukan berbeda." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Sama halnya seperti susu yang pertama-tama berubah menjadi 
dadih, lalu 
menjadi mentega dan kemudian menjadi ghee; tidak benar bila 
dikatakan bahwa 
ghee, mentega dan dadih tersebut sama dengan susu, tetapi 
semuanya itu 
berasal dari susu. Begitu juga tidaklah benar bila dikatakan 
bahwa ghee, 
mentega dan dadih itu sesuatu yang bukan susu." 

2. "Apakah orang yang tidak akan terlahir kembali tahu tentang 
kenyataan ini?" 
"Ya, Baginda." 
"Bagaimana ia tahu?" 
"Dengan lenyapnya  semua yang menjadi penyebab atau kondisi 
dari kelahiran 
kembali. Seperti halnya seorang petani yang tidak membajak, 
menabur atau 
memanen akan tahu bahwa lumbungnya tidak akan terisi." 

3. "Di dalam diri seseorang, Nagasena, dimana pengetahuan 
(nyana) telah 
timbul, apakah kebijaksanaan (panna) juga timbul? 
"Ya, Baginda." 
"Apakah pengetahuan sama dengan kebijaksanaan?" 
"Ya, Baginda." 
"Kalau begitu, apakah dengan pengetahuan dan kebijaksanaan itu 
ada 
kemungkinan ia tidak tahu tentang suatu hal?" 
"Ia akan tetap berada dalam ketidaktahuan tentang hal-hal yang 
belum 
dipelajarinya. Akan tetapi mengenai hal yang telah dicapai oleh 
kebijaksanaan - yaitu pencerapan tentang ketidakkekalan, 
ketidakpuasan, dan 
tidak-adanya-diri, ia tidak akan tidak tahu." 
"Kalau begitu, apa yang terjadi pada pandangan kelirunya 
tentang hal-hal itu 
tadi?" 
"Pada saat pengetahuan muncul, pandangan salahnya lenyap. 
Seperti ketika 
sinar menyala, maka kegelapanpun hilang." 
"Tetapi apa yang terjadi pada kebijaksanaannya?" 
"Ketika kebijaksanaan telah melakukan tugasnya, ia kemudian 
lenyap; tetapi 
pengertiannya tentang ketidakkekalan, ketidakpuasan dan 
tidak-adanya-diri 
tidak lenyap." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya orang yang ingin menulis surat pada malam hari 
akan 
menyalakan lampu  dan kemudian menulis surat tersebut. Setelah 
selesai ia 
akan memadamkan lampu.  Tetapi meskipun lampu telah dipadamkan, 
suratnya 
tetap ada." 

4. "Apakah orang yang tidak akan terlahir kembali merasakan 
kesakitan?" 
"Mungkin ia merasakan kesakitan secara fisik, O Baginda, tetapi 
bukan 
kesakitan mental." 
"Jika ia merasakan kesakitan fisik, mengapa ia tidak mati saja 
dan mencapai 
keadaan lenyapnya kemelekatan, dari menghentikan penderitaan?" 
"Para arahat tidak memiliki kesukaan atau kebencian terhadap 
kehidupan. Ia tidak menebang pohon agar buahnya yang masih 
belum matang 
jatuh, melainkan menanti sehingga buahnya masak. Karena ini 
dikatakan oleh 
Bhante Sariputta, murid utama Sang Buddha: 
     'Bukanlah kematian, atau kelahiran yang saya nantikan; 
     Seperti orang sewaan menanti gaji, saya menantikan 
waktuku. 
     Bukan kematian dan kelahiran yang saya rindukan, 
     Waspada dan dengan jelas mengerti, 
     Beginilah saya menantikan waktuku' ." 

5. "Apakah perasaan yang menyenangkan itu bermanfaat, tidak 
bermanfaat, atau 
netral?" 
"Mungkin salah satu di antara tiga itu." 
"Tetapi, Yang Mulia, tentunya  jika  kondisi  yang bermanfaat 
itu tidak 
menyakitkan, sedangkan yang menyakitkan itu tidak bermanfaat, 
maka tidak 
akan mungkin ada keadaan yang bermanfaat yang sekaligus 
menyakitkan." 
             - 
"Bagaimana pendapat Baginda jika ada orang yang memegang bola 
besi panas di 
tangan kanannya, dan di tangan satunya menggenggam bongkah es, 
apakah 
kedua-duanya akan menyakitkan orang itu?" 
"Tentu saja." 
"Kalau begitu hipotesa Baginda pasti keliru. Jika keduanya 
tidak sama-sama 
panas, tetapi rasa panas itu toh menyakitkan, atau jika 
keduanya tidak 
sama-sama dingin tetapi rasa dingin itu toh menyakitkan, maka 
rasa sakit 
yang menyerang itu tidak datang dari rasa panas atau dingin." 
"Saya tidak mampu berbantahan dengan Engkau. Tolong jelaskan." 
Kemudian Nagasena mengajar raja tentang Abhidhamma - "Ada 6 
rasa senang yang 
berhubungan dengan kehidupan duniawi dan 6 yang berhubungan 
dengan kehidupan 
orang yang telah meninggalkan keduniawian; 6 kesengsaraan dalam 
kehidupan 
duniawi dan 6 dalam kehidupan orang yang telah meninggalkan 
keduniawian; dan 
6 perasaan netral pada kedua-duanya. 
Semuanya ada 36. Kemudian ada 36 perasaan pada masa lampau,, 
pada masa kini, 
dan pada masa yang akan datang. Jadi semuanya ada 108 
perasaan." 

6. "Apakah yang terlahir kembali, Nagasena ?" 
"Badan dan batin." 
"Apakah badan dan batin yang ini yang terlahir kembali?" 
"Bukan, tetapi oleh karena badan dan batin inilah maka 
perbuatan-perbuatan dilakukan, dan oleh karena 
perbuatan-perbuatan itulah 
maka badan dan batin yang lain terlahir kembali. Walaupun 
demikian, badan 
dan batin itu tidaklah begitu saja terlepas dari hasil 
perbuatan yang lalu." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya api yang dinyalakan seseorang. Setelah merasa 
hangat, mungkin orang itu meninggalkan api dalam keadaan 
menyala dan pergi. 
Kemudian, misalnya api tersebut menjalar dan membakar ladang 
orang lain lalu 
pemilik kebun itu menangkapnya serta menuntut orang yang 
menyalakan api 
tersebut di depan raja. Bila ia berkata, 'Yang Mulia 
Baginda, saya tidak membakar ladang orang ini. Api yang saya 
tinggalkan itu 
berbeda dengan api yang membakar ladang orang ini. Saya tidak 
bersalah', 
apakah dia patut dihukum?" 
"Tentu saja, karena tak peduli apapun yang ia katakan, api itu 
berasal dari 
api sebelumnya." 
"Demikian juga, O Baginda, dengan badan dan batin ini 
perbuatan-perbuatan dilakukan, dan oleh karena 
perbuatan-perbuatan itu maka 
badan dan batin baru terlahir lagi; tetapi badan dan batin 
tersebut tidak 
terlepas dari hasil perbuatan sebelumnya." 

7. "Apakah Engkau, Nagasena, akan terlahir kembali?" 
"Apa gunanya menanyakan hal itu lagi? Bukankah telah saya 
katakan bahwa jika 
saya mati dengan kemelekatan di pikiran saya, maka saya akan 
terlahir 
kembali? Jika tidak, ya tidak." 

8. "Engkau tadi baru saja menjelaskan tentang badan dan batin. 
Apakah badan, 
dan apakah batin itu?" 
"Apapun yang kasar adalah materi (badan), apapun yang halus, 
dan pikiran 
atau keadaan mental adalah mentalitas (batin)." 
"Mengapa badan dan batin ini tidak dilahirkan secara terpisah?" 
"Kondisi-kondisi ini saling berhubungan seperti halnya kuning 
telur dan 
kulitnya. Keduanya selalu timbul bersama dan karenanya mereka 
telah 
berhubungan sejak waktu yang lama sekali." 

9. "Nagasena, ketika Engkau mengatakan, 'waktu yang lama 
sekali', apa 
artinya waktu itu? Apakah ada hal semacam itu?" 
"Waktu berarti masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. 
Bagi beberapa 
orang, waktu itu ada; bagi orang lain tidak. Dimana ada makhluk 
yang akan 
dilahirkan kembali, maka bagi mereka waktu itu ada; dimana ada 
mahluk yang 
tidak akan terlahir kembali, bagi mereka waktu itu tidak ada." 
"Bagus sekali, Nagasena, Engkau pandai menjawab." 
BAGIAN TIGA 
PERMULAAN WAKTU 

1. "Nagasena, apakah akar dari masa yang lalu, masa kini dan 
masa yang akan 
datang?" 
"Kebodohan batin. Karena kebodohan batin maka terkondisilah 
bentuk-bentuk 
pikiran; bentuk-bentuk pikiran mengait 
kesadaran; karena bentuk-bentuk pikiran inilah maka timbul 
badan dan batin; 
karena badan dan batin maka timbullah 6 landasan indera; karena 
6 landasan 
indera maka timbullah kontak; karena kontak maka timbullah 
perasaan; karena 
perasaan maka timbullah nafsu keinginan; karena nafsu 
keinginan maka timbullah kemelekatan; karena kemelekatan maka 
timbullah 
dumadi; karena dumadi maka timbullah kelahiran; karena 
kelahiran maka 
terkondisilah usia tua, kematian, kesedihan, ratapan, 
kepedihan, 
kesengsaraan, dan keputusasaan." 

2. "Engkau katakan bahwa asalmula yang pertama dari segala 
sesuatu adalah 
tidak jelas. Berilah saya ilustrasi." 
"Sang Buddha bersabda, 'Karena adanya landasan indera dan obyek 
indera maka 
timbullah kontak; karena adanya kontak, timbul perasaan; karena 
adanya 
perasaan, timbul nafsu keinginan; dan karena adanya nafsu 
keinginan, timbul 
tindakan (kamma). Lalu dari tindakan ini sekali lagi landasan 
indera 
dihasilkan.' Nah, apakah bisa terdapat akhir dari 
rangkaian ini?" 
"Tidak." 
"Demikian juga, O Baginda, maka asalmula yang pertama dari 
segala sesuatunya 
itu tidak dapat dipahami." 

3. "Apakah asalmula yang pertama dari segala hal itu tidak 
diketahui?" 
"Sebagian dapat diketahui, sebagian lagi tidak.' 
"Kalau begitu, manakah yang dapat diketahui dan manakah yang 
tidak?" 
"Yang berkenaan dengan kondisi apapun yang mendahului kelahiran 
ini, bagi 
kita tampaknya seolah-olah tidak ada pendahulunya. Dalam hal 
ini maka asal 
mula pertamanya tidak diketahui. Sedangkan yang berkenaan 
dengan kondisi 
apapun yang belum timbul, dan setelah timbul segera menghilang 
lagi, maka 
asalmula pertamanya dapat dikenali." 

4. "Apakah ada bentukan-bentukan yang dihasilkan karena 
proses?" 
"Tentu saja, O Baginda. Dimana ada mata dan juga bentuk maka 
ada 
penglihatan; dimana ada penglihatan maka ada kontak; dimana ada 
kontak maka 
ada perasaan; dimana  ada perasaan maka ada nafsu keinginan; 
dimana ada 
nafsu keinginan maka ada kemelekatan; dimana ada kemelekatan 
maka ada 
dumadi; dan dimana ada dumadi maka ada kelahiran; usia tua, 
kematian, 
kesedihan, kesengsaraan, ratapan, kepedihan dan keputusasaan. 
Tetapi dimana tidak ada mata dan bentuk maka tidak ada 
penglihatan; tidak 
ada kontak; tidak ada perasaan, tidak ada nafsu keinginan, 
tidak ada 
kemelekatan, tidak ada dumadi; dan dimana tidak ada dumadi maka 
tidak akan 
ada kelahiran, usia tua, kematian, kesedihan, kesengsaraan, 
kepedihan dan 
keputusasaan." 

5. "Apakah ada bentukan-bentukan yang tidak dihasilkan karena 
proses?" 
"Tidak ada, O Baginda raja, karena hanya dengan proses 
dumadilah mereka 
dihasilkan." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Apakah rumah yang Baginda tempati ini dihasilkan dari proses 
dumadi?" 
"Semuanya, tidak ada yang tidak. Kayu ini dahulu berada di 
hutan, dan tanah 
liat ini ada di tanah. Hanya melalui usaha para pekerjalah 
rumah ini 
terwujud." 
"Demikian jugalah, O Baginda, tidak ada bentukan-bentukan yang
tidak 
dihasilkan karena proses." 

6. "Adakah, Nagasena, sesuatu yang disebut 'Yang Mengetahui' 
(vedagu)?" 
"Apakah itu?" 
"Suatu prinsip atau inti yang hidup di dalam diri, yang dapat 
melihat, mendengar, mencicip, membau, merasakan dan 
membeda-bedakan segala 
sesuatu; sama seperti halnya kita  yang saat ini duduk dapat 
melihat keluar 
lewat jendela manapun yang kita inginkan." 
"Jika, O Baginda raja, inti yang hidup di dalam diri itu dapat 
melihat, 
mendengar, mencicip, membau dan merasai benda-benda seperti 
yang Baginda 
katakan, dapat jugakah ia melihat dari telinga dan sebagainya?" 
"Tidak, Yang Mulia." 
"Kalau demikian, Baginda, inti yang hidup yang di dalam diri 
itu tidak dapat 
menggunakan indera semaunya sendiri seperti kata Baginda. O 
Baginda, hanya 
karena adanya mata dan bentuklah, maka penglihatan dan 
kondisi-kondisi 
lainnya timbul, yaitu: kontak, perasaan pencerapan, niat, 
keterpusatan, 
vitalitas dan perhatian. Semuanya timbul secara 
sekaligus bersama dengan penyebabnya, dan karena itu 'Yang 
Mengetahui' tidak 
dapat ditemukan." 

7. "Apakah kesadaran pikiran timbul tiap kali kesadaran mata 
timbul?" 
"Ya, Baginda raja, bila yang satu ada maka ada juga yang 
lainnya" 
"Yang manakah timbul terlebih dahulu?" 
"Pertama kesadaran mata, baru kemudian kesadaran pikiran:" 
"Apakah kesadaran mata mengeluarkan perintah kepada kesadaran 
pikiran, atau sebaliknya?" 
"Tidak, tidak ada komunikasi di antara keduanya itu." 
"Kalau begitu, Nagasena, mengapa kesadaran pikiran timbul di 
manapun ada 
kesadaran mata?' 
"Karena, O Baginda, ada kecenderungan, keterbukaan, kebiasaan 
dan hubungan." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Jika kota tapal batas raja memiliki tembok yang kuat tetapi 
hanya ada satu 
pintu  gerbang, lewat manakah orang yang akan keluar?" 
"Melalui pintu gerbang itu." 
"Dan jika ada orang lain yang akan pergi, lewat manakah ia?" 
"Melalui gerbang yang sama." 
"Apakah orang pertama tadi memerintah orang kedua dengan 
mengatakan 
'Keluarlah dengan cara yang sama denganku', atau apakah orang 
kedua 
mengatakan kepada orang pertama, 'Saya akan keluar dengan cara 
seperti kamu'?" 
"Tidak Yang Mulia, tidak ada komunikasi di antara mereka 
berdua." 
"Dengan cara seperti itulah kesadaran-pikiran timbul di mana 
ada kesadaran 
mata, namun tidak ada komunikasi di antara mereka." 

8. "Di mana ada kesadaran-pikiran, Nagasena, apakah selalu ada 
kontak dan 
perasaan?" 
"Ya, di mana ada kesadaran-pikiran, ada kontak dan perasaan. 
Juga 
pencerapan, niat, pikiran terapan dan pikiran yang menopang." 

9. "Apakah sifat khas dari kontak?" 
"Sentuhan." 
"Berilah saya itustrasi." 
"Bagaikan dua rusa bertubrukan kepala; mata adalah merupakan 
rusa yang satu, 
sedangkan obyek yang kelihatan adalah merupakan rusa yang 
lainnya. Tubrukan 
yang terjadi itu adalah kontak." 

10. "Apakah sifat khas dari perasaan?" 
"Yang dialami, 0 Baginda, dan dinikmati." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya seseorang yang telah melayani rajanya dan 
diganjar 
kedudukan, sesudahnya akan menikmati keuntungan karena 
jabatannya." 

11. "Apakah sifat khas dari pencerapan?" 
"Pengenalan, 0 Baginda raja, tentang kebiruan, kekuningan, atau
kemerahan." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya bendahara raja yang mengenali barang-barang 
milik rajanya 
dengan cara melihat bentuk dan warnanya." 

12. "Apakah sifat khas dari niat?" 
"Dikandung, O Baginda, dan dipersiapkan." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya seseorang yang telah menyiapkan racun dan 
setelah meminumnya 
ia akan menderita kesakitan, demikian pula seseorang yang telah 
memikirkan 
suatu kejahatan dan kemudian melaksanakannya, maka sesudahnya 
ia akan 
menderita di neraka." 

13. "Apakah sifat khas dari kesadaraan?" 
"Mengetahui, O Baginda." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya seorang penjaga di alun-alun kota akan 
mengetahui orang yang 
datang dan dari mana arah datangnya; begitu pula ketika 
seseorang melihat 
suatu obyek, mendengar suatu suara, mencium suatu aroma, 
mencicipi suatu 
citarasa, merasakan suatu sentuhan atau mengenali sebuah 
gagasan; dengan 
kesadaranlah ia mengetahuinya." 

14. "Apakah sifat khas dari pikiran terapan?" 
"Memasang, O Baginda." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya seorang tukang kayu memasang kayu yang sudah 
ditakik dengan sangat cermat ke dalam takik yang lainnya agar 
pas, 
demikianlah pemasangan merupakan sifat pikiran terapan." 

15. "Apakah sifat khas dari pikiran yang menopang?" 
"Memeriksanya berulang-ulang." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Pikiran terapan itu bagaikan pukulan pada gong; sementara 
pikiran yang 
menopang bagaikan gaungnya." 

16. "Apakah mungkin dapat memisahkan kondisi-kondisi ini; 
dengan 
mengatakan,'Ini adalah kontak, ini perasaan, ini pencerapan, 
ini niat, ini 
kesadaran, ini pikiran terapan, dan ini pikiran yang menopang?" 
"Tidak, Raja yang agung, itu tidak dapat dilakukan. Jika 
seseorang 
menyiapkan sup yang terdiri dari dadih, garam, jahe, dan lada, 
dia tidak 
dapat mengeluarkan citarasa dadih itu saja dan menunjukkan 
'Inilah citarasa 
dadih' atau mengeluarkan citarasa garam dan mengatakan 'Inilah 
citarasa garam'. Walaupun demikian semua citarasa itu ada di 
dalam sup 
dengan ciri-cirinya sendiri." 

17. Lalu bhikkhu Nagasena bertanya, "Apakah garam, O Baginda, 
dapat dikenali 
oleh mata?" 
"Ya, Yang Mulia." 
"Berhati-hatilah, Baginda, pada apa yang Baginda katakan." 
"Kalau begitu, garam dikenali oleh lidah." 
"Ya, itu betul." 
"Tetapi, Nagasena, apakah hanya dengan lidah saja setiap garam 
dapat 
dikenali?" 
"Ya, tiap jenis." 
"Kalau demikian, mengapa sapi membawa segerobak penuh garam?' 
"Karena tidak mungkin membawa garam itu sendiri. Sebagai contoh 
garam juga 
mempunyai massa, tetapi garam tidak mungkin ditimbang. Orang 
hanya dapat 
menimbang massanya. 
"Nagasena, sungguh cekatan Engkau dalam perdebatan." 
BAGIAN EMPAT 
LANDASAN INDRIA 

1. "Apakah 5 landasan indria dihasilkan oleh berbagai kamma, 
atau semuanya 
berasal hanya dari satu kamma?" 
"Dari berbagai kamma, O Baginda." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Jika kita menanam 5 jenis biji-bijian di ladang, maka hasilnya 
juga akan 5 
macam." 

2. "Nagasena, mengapa orang tidak semuanya serupa; ada yang 
berumur pendek 
dan ada yang berumur panjang, ada yang sakit-sakitan dan ada 
yang sehat, ada 
yang buruk rupa dan ada yang elok, ada yang kuat dan ada yang 
lemah, ada 
yang miskin dan ada yang kaya, ada yang lahir di keluarga 
rendah dan ada 
yang di keluarga terhormat,  ada yang tolol dan ada yang 
bijaksana?" 
"Mengapa tidak semua sayuran serupa?" 
"Karena berasal dari bibit yang berbeda." 
"Demikian juga, O Baginda, karena berbagai kamma-lah maka 
makhluk tidak 
sama. Karena ini telah disabdakan oleh Sang Buddha, 'Semua 
mahluk mempunyai 
kamma sebagai harta kekayaannya sendiri. Semua makhluk adalah 
pewaris 
darinya, dilahirkan karenanya, merupakan saudara dari kammanya 
sendiri, dan mempunyai  kamma sebagai pelindungnya; kamma apa 
yang mereka 
perbuat itulah yang membedakan mereka ada dalam tingkatan yang 
tinggi atau 
rendah.'" 

3. "Engkau katakan bahwa Engkau meninggalkan kehidupan duniawi 
agar supaya 
penderitaan dapat dilenyapkan dan tidak ada lagi penderitaan 
yang muncul. 
Apakah hal ini dihasilkan oleh usaha sebelumnya, ataukah untuk 
diperjuangkan 
sekarang ini, saat ini?" 
"Usaha sekarang ini berhubungan dengan apa yang masih harus 
dilakukan, usaha yang dahulu telah menyelesaikan apa yang harus 
dilakukannya." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Apakah ketika musuh menyerang baru Baginda memerintahkan para 
prajurit 
menggali tempat perlindungan, mendirikan benteng, membangun 
menara 
penjagaan,  mendirikan kubu dan mengumpulkan makanan?" 
"Tentu saja tidak, Bhante." 
"Demikian juga, usaha sekarang ini berurusan dengan apa yang 
masih harus 
dilakukan, usaha yang lalu telah menyelesaikan apa yang harus 
dilakukannya." 

4. "Engkau katakan bahwa api neraka dalam sekejab dapat 
menghancurkan batu 
karang sebesar rumah; tetapi engkau juga mengatakan bahwa 
makhluk apapun 
yang terlahir di neraka, meskipun terbakar selama ratusan ribu 
tahun, mereka 
tidak akan hancur. Bagaimana saya dapat mempercayai hal ini?" 
"Meskipun makanan, tulang dan bahkan batu yang dimakan oleh 
berbagai makhluk 
betina dihancurkan di dalam perut mereka, tetapi embrionya 
tetap tidak 
hancur. Demikian juga makhluk di neraka tidak dapat hancur 
karena pengaruh 
kammanya." 

5. "Engkau katakan bahwa planet bumi ini terletak di air, air 
terletak di 
udara, dan udara terletak di ruang. Ini juga saya tidak 
percaya." 
Kemudian bhikkhu Nagasena menerangkan kepada raja tentang daur 
filter-air 
yang ditopang oleh tekanan atmosfer dan raja Milinda menjadi 
yakin. 

6. "Apakah berhentinya nafsu itu nibbana?" 
"Ya, O Baginda. Semua makhluk yang tolol memanjakan diri dalam 
kenikmatan 
indera dan obyeknya; mereka menemukan kesenangan di dalamnya 
dan melekat 
padanya. Oleh karena itu mereka terhanyut oleh arus nafsu dan 
tidak terbebas 
dari kelahiran dan kematian. Siswa yang bijaksana tidak 
menyenangi 
kenikmatan indera dan obyeknya. Dan di dalam dirinya 
nafsu keinginan berhenti, kemelekatan berhenti, dumadi 
berhenti, kelahiran 
berhenti, usia tua, kematian, kesengsaraan, ratapan, 
penderitaan dan 
keputusasaan berhenti dan tidak ada lagi hal itu. Dengan begitu 
berhentinya 
nafsu adalah nibbana." 

7. "Apakah semua orang mencapai nibbana?" 
"Tidak semuanya, O Baginda; tetapi siapapun yang bertingkah 
laku dengan 
benar, mengetahui apa yang seharusnya diketahui, mencerap apa 
yang 
seharusnya dicerap, meninggalkan apa yang seharusnya 
ditinggalkan, 
mengembangkan apa yang seharusnya dikembangkan dan menyadari 
apa yang 
seharusnya disadari; ia mencapai nibbana." 

8. "Dapatkah orang yang belum mencapai nibbana mengetahui bahwa 
nibbana 
benar-benar membahagiakan?" 
"Ya tentu saja, O Baginda. Seperti halnya orang yang belum 
pernah merasakan 
tangan dan kakinya putus dipotong dapat mengetahui betapa 
sakitnya kondisi 
itu karena mendengar jeritan kesakitan orang yang kehilangan 
anggota 
badannya; demikian .juga orang yang belum pernah mencapai 
nibbana mengetahui 
betapa membahagiakannya kondisi itu karena 
mendengar kata-kata yang penuh sukacita dari mereka yang telah 
mencapainya." 

BAGIAN LIMA 
SANG BUDDHA 

1. "Pernahkah Engkau atau gurumu melihat Sang Buddha?" 
"Belum, Baginda raja nan agung." 
"Kalau begitu Nagasena, tidak ada Buddha!" 
"Tetapi apakah Baginda dan ayah Baginda sudah pernah melihat 
sungai Uha 
(induk sungai Gangga - penerjemah) di Himalaya?" 
"Belum, Yang Mulia." 
"Kalau begitu, tepatkah kalau dikatakan bahwa sungai Uha itu 
tidak ada?" 
"Nagasena, Engkau sangat cerdik menjawab." 

2. "Apakah Sang Buddha tidak ada bandingnya?" 
"Ya, ia tidak terbandingkan." 
"Tetapi bagaimana Engkau dapat berkata demikian, jika Engkau 
belum pernah 
bertemu Beliau?" 
"Sama seperti orang yang belum pernah melihat samudera dapat 
mengetahui betapa luasnya samudera itu karena 5 sungai besar 
mengalir 
padanya tetapi permukaannya tidak naik; demikian juga saya tahu 
betapa tidak 
terbandingkannya Sang Buddha bila saya memikirkan guru-guru 
hebat yang telah 
saya temui, yang hanya merupakan murid Sang Buddha." 

3. "Apakah orang lain dapat mengetahui bahwa Sang Buddha tidak 
ada 
bandingannya?" 
"Ya, tentu saja." 
"Bagaimana caranya?" 
"Jaman dahulu hidup Tissa Thera, seorang yang ahli dalam 
tulis-menulis. Bagaimana orang dapat mengetahui tentang 
beliau?" 
"Dari tulisannya." 
"Demikian pula halnya, Baginda, siapapun yang melihat Dhamma 
yang telah 
diajarkan oleh Sang Buddha dapat mengetahui betapa tidak 
terbandingkannya 
Beliau itu." 

4. "Sudahkah kamu, Nagasena, melihat apa kebenaran itu?" 
"Kami, para siswa, O Baginda raja, harus mengatur hidup kami 
sesuai dengan 
peraturan kebhikkhuan yang telah diberikan oleh Sang Buddha." 
(sehingga 
tidak diperkenankan menceritakan tingkat pencapaian batin yang 
telah 
diperoleh - penerjemah) 

5. "Apakah  mungkin ada kelahiran tanpa adanya perpindahan?' 
"Ya, mungkin saja. Sama seperti orang dapat menyalakan lampu 
minyaknya dari nyala lampu minyak yang lain tanpa ada yang 
berpindah dari 
satu lampu ke lampu yang lain; atau seperti  seorang murid 
dapat menghafal 
sebuah syair dari gurunya tanpa syair itu berpindah dari guru 
ke muridnya." 

6. Lalu Milinda bertanya kembali, "Apakah ada sesuatu semacam 
'Yang 
Mengetahui' (vedagu)?" 
"Tidak dalam artinya yang sebenar-benarnya." 

7. "Apakah ada makhluk yang berpindah dari satu tubuh ke tubuh 
yang lain?" 
"Tidak, tidak ada." 
"Jika begitu, apakah tidak ada jalan agar terlepas dari hasil 
perbuatan 
jahat?" 
"Ya, ada jalan keluarnya jikalau mereka tidak dilahirkan 
kembali, tetapi 
jika dilahirkan kembali  maka  tidak akan ada jalan keluar. 
Proses batin dan 
badan ini menghasilkan perbuatan, yang suci maupun yang tidak 
suci, dan 
karena kamma tersebut maka proses batin dan badan lainnya 
terlahir lagi. 
Karena itulah batin dan badan ini tidak terbebas dari perbuatan 
jahatnya." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Jika seorang  pencuri mencuri mangga orang lain, apakah ia 
patut dihukum?" 
"Tentu saja." 
"Tetapi mangga yang dicurinya bukanlah mangga yang ditanam oleh 
si pemilik; 
mengapa ia patut dihukum?" 
"Karena mangga yang dicuri itu berasal dari mangga yang ditanam 
orang itu." 
"Demikianlah juga, 0 Baginda, proses batin dan badan ini 
melakukan 
perbuatan, baik yang suci maupun yang tidak suci, dan oleh 
karena kamma 
tersebut maka proses batin dan badan lainnya terlahir lagi. 
Karena itulah 
maka batin dan badan ini tidak terbebas dari perbuatan 
jahatnya." 


Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads