PERDEBATAN RAJA MILINDA
Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads
     

76. Kematian yang prematur 
"Bhante Nagasena, apakah semua makhluk hidup mati ketika jangka 
waktu hidup 
mereka telah berakhir, atau apakah beberapa di antaranya mati 
prematur?" 
"Keduanya, O Baginda raja. Seperti halnya buah di pohon yang 
terkadang jatuh  ketika telah masak dan terkadang sebelum masak 
karena 
pengaruh angin, serangga atau tongkat. Demikian juga ada 
makhluk mati ketika 
jangka waktu hidup mereka  telah tiba, tetapi ada juga yang 
mati secara 
prematur." 
"Tetapi Bhante Nagasena, semua yang mati prematur tersebut, 
baik yang mati 
tua atau muda, telah mencapai akhir dari jangka waktu hidup 
yang telah 
ditentukan sebelunmya. Jadi tidak ada sesuatu yang dinamakan 
mati prematur." 
"O raja, ada tujuh macam kematian prematur bagi mereka yang 
mati secara 
prematur, walaupun mereka itu sebenarnya masih mempunyai jangka 
waktu hidup: 
1. karena kelaparan, 
2. kehausan, 
3. gigitan ular, 
4. racun, 
5. api, 
6. tenggelam, 
7. senjata. 
Dan kematian datang melalui delapan cara: 
1. melalui angin, 
2. empedu, 
3. lendir, 
4. campuran cairan tubuh, 
5. pembahan temperatur, 
6. tekanan keadaan lingkungan,
7. pengaruh luar, dan 
8. kamma. (Lihat pula Bab 8 No. 8) 
Dan dari semua tadi, hanya yang melalui kamma saja yang dapat 
disebut akhir  dari jangka waktu hidup. Yang lain semuanya 
prematur." 
"Yang Mulia Nagasena, Bhante mengatakan ada kematian prematur. 
Berikanlah 
alasan lain untuk itu." 
"Api besar, O raja, yang kehabisan tenaga dan mati ketika bahan 
bakarnya 
telah habis, bukan sebelumnya karena berbagai penyebab lain, 
dikatakan api 
itu telah mati  sesuai dengan waktunya. Demikian juga dengan 
seseorang yang 
mati dalam usia tua tanpa ada kecelakaan apapun dikatakan telah 
mencapai 
akhir jangka waktu hidupnya. Tetapi dalam kasus api yang 
dipadamkan oleh 
curahan hujan, tidak dapat dikatakan bahwa api itu telah mati 
sesuai dengan 
waktunya. Demikian juga, siapa pun yang mati sebelum waktunya 
karena 
penyebab selain kamma dikatakan mati prematur." 
77. Mukjijat pada Altar para Arahat 
"Apakah ada mukjijat pada altar (cetiya) semua Arahat atau 
hanya pada cetiya 
beberapa Arahat saja?" 
"Hanya pada beberapa. Dengan tekad kemauan keras dari tiga 
macam individu 
maka akan ada keajaiban: 
1. oleh seorang Arahat ketika ia masih hidup, 
2. oleh para dewa, atau 
3. oleh seorang murid bijaksana yang mempunyai keyakinan. 
Jika tidak ada tekad kemauan keras maka tidak akan ada 
keajaiban sekali pun 
di altar para Arahat yang mempunyai kekuatan kesaktian. Tetapi 
meskipun 
tidak ada keajaiban, orang harus mempunyai keyakinan terhadap 
mereka setelah 
mengetahui kelakuan mereka yang murni dan tanpa cela." 
78. Dapatkah semua mengerti Dhamma?. 
"Apakah semua yang berlatih dengan benar mencapai pandangan 
terang dalam 
Dhamma, atau adakah beberapa yang tidak mencapainya?" 
"Tidak akan ada pencapaian pandangan terang bagi mereka yang, 
meskipun telah berlatih dengan benar, merupakan binatang, setan 
kelaparan, 
para penganut pandangan salah, penipu, pembunuh ibu, pembunuh 
ayah, pembunuh 
Arahat, pemecah belah Sangha, yang menyebabkan berdarahnya 
seorang 
Tathagata, yang mencuri jubah dan menyamar sebagai bhikkhu 
(Vin. i. 86 - 
mengenakan jubah sendiri dan berpura-pura menjadi 
seorang bhikkhu), yang berpindah ke sekte lain, yang bertindak 
kejam kepada 
anagarini/bhikkhuni, menyembunyikan pelanggaran yang 
menyebabkan perlunya 
pertemuan Sangha, orang kasim atau banci. Demikian juga anak 
yang berusia di 
bawah 7 tahun tidak akan mampu mengerti Dhamma." 
"Apakah alasannya sehingga anak yang berusia di bawah tujuh 
tahun tidak 
dapat mencapai pandangan terang? Bukankah pikiran seorang anak 
itu murni dan 
seharusnya siap untuk menyadari Dhamma?" 
"Jika seandainya saja, Baginda, seorang anak di bawah usia 
tujuh tahun dapat 
merasakan nafsu untuk hal-hal yang menyebabkan nafsu, dapat 
merasakan 
kebencian untuk hal-hal yang menimbulkan kebencian, dapat 
dibodohi oleh 
hal-hal yang menyesatkan dan dapat membedakan antara kebajikan 
dan 
ketidakbajikan, maka pandangan terang mungkin baginya. 
Tetapi, Baginda, pikiran anak yang berusia di bawah tujuh tahun 
masih lemah 
sedangkan unsur Nibbana yang tak berkondisi itu berat dan 
dalam. Oleh 
karenanya, 0 raja, meskipun berlatih dangan benar, anak yang 
berusia di 
bawah tujuh tahun tidak dapat menyadari Dhamma." 
79. Berkah Nibbana 
"Apakah Nibbana itu sepenuhnya membahagiakan ataukah sebagian 
menyakitkan?" 
"Sepenuhnya membahagiakan." 
"Hal itu tidak dapat saya terima. Mereka yang mencarinya harus 
berlatih 
dengan pengendalian diri yang keras dan usaha keras bagi tubuh 
dan pikiran, 
tidak makan kecuali pada saat yang benar, mengurangi tidur, 
mengendalikan 
indria, dan mereka harus meninggalkan kekayaan, keluarga, dan 
teman-temannya. Yang berbahagia adalah mereka yang dapat 
menikmati 
kesenangan-kesenangan indria tetapi Anda menahan diri dan 
mencegah 
kenikmatan semacam itu, dan karenanya mengalami penderitaan 
secara fisik 
maupun mental serta rasa sakit." 
"O Baginda raja, Nibbana tidak mempunyai rasa sakit. Apa yang 
Baginda sebut rasa sakit itu bukanlah Nibbana. Memang benar 
bahwa mereka 
yang sedang mencari Nibbana mengalami rasa sakit dan 
ketidaknyamanan, tetapi 
sesudah itu mereka akan mengalami berkah Nibbana yang tidak 
terhingga. Saya 
akan memberikan alasan untuk itu. Apakah ada, O raja, suatu 
kebahagiaan 
tertentu yang didapat karena kedaulatan raja?" 
"Ya, ada." 
"Apakah hal itu bercampur dengan rasa sakit?" 
"Tidak." 
"Kalau begitu, mengapa, O raja, bila para prajurit garis depan 
memberontak, 
raja-raja harus meninggalkan istananya dan menempuh perjalanan 
pada tanah 
yang tidak rata, menderita akibat gigitan nyamuk dan angin yang 
panas, dan 
terlibat dalam suatu pertempuran yang ganas yang membahayakan 
nyawa mereka?" 
"Itu, Bhahte Nagasena, bukanlah kebahagiaan dari kedaulatan. 
Itu hanyalah 
tahap awal dari pencaharian kedaulatan tersebut. Baru sesudah 
memenangkannya 
maka mereka dapat menikmati kebahagiaan suatu kedaulatan. Dan 
kebahagiaan 
itu, Bhante Nagasena, tidak bercampur dengan rasa sakit." 
"Demikian juga, O Baginda raja, Nibbana adalah berkah yang 
tidak 
tertandingi, dan tidak ada rasa sakit yang tercampur di 
dalamnya." 
80. Gambaran tentang Nibbana 
"Apakah mungkin, Bhante Nagasena, Nibbana ditunjukkan 
ukurannya, bentuknya 
atau jangka waktunya dengan menggunakan perumpamaan?" 
"Tidak, hal itu tidak mungkin. Tidak ada sesuatu yang 
menyerupainya." 
"Apakah ada sifat pada Nibbana yang terdapat pada sesuatu yang 
lain yang 
dapat ditunjukkan dengan perumpamaan?" 
"Ya, itu dapat dilakukan." 
"Sama seperti bunga teratai yang tidak basah oleh air, Nibbana 
tidak 
tercemar karena kegelapan batin. 
"Sama seperti air, Nibbana mendinginkan panasnya kegelapan 
batin dan 
menyegarkan kehausan akan lobha. 
"Sama seperti obat, Nibbana melindungi makhluk yang terkena 
racun kegelapan 
batin, menyembuhkan penyakit penderitaan, dan memberi gizi 
seperti nektar. 
"Sama seperti samudra yang tidak menyimpan mayat, Nibanna sama 
sekali tidak 
menyimpan kegelapan batin; sama seperti samudra yang tidak 
bertambah ketika 
semua air sungai mengalir padanya, demikian juga Nibbana tidak 
akan 
bertambah karena adanya makhluk yang mencapainya; Nibbana 
adalah tempat 
kediaman bagi para makhluk yang luar biasa (para Arahat), dan 
ia dihiasi 
oleh gelombang pengetahuan dan kebebasan."
"Sama seperti makanan yang menopang kehidupan, Nibbana 
menyingkirkan usia 
tua dan kematian; Nibbana meningkatkan kekuatan spiritual 
makhluk-makhluk; 
Nibbana memberikan keindahan keluhuran, Nibbana menghilangkan 
tekanan 
kegelapan batin, Nibbana mengusir kelelahan yang terjadi karena 
penderitaan." 
"Sama seperti ruang, Nibbana tidak dilahirkan, tidak lapuk 
ataupun hilang, 
Nibbana tidak berlalu di sini dan muncul di tempat lain, 
Nibbana tidak 
terkalahkan, pencuri tidak dapat mengambilnya, Nibbana tidak 
terikat pada 
apapun, Nibbana adalah lingkup bagi para ariya ibarat 
burung-burung di 
angkasa, Nibbana tidak terhalangi dan tidak terhingga. 
"Sama seperti permata yang bisa memenuhi segala permintaan, 
Nibbana memenuhi 
semua keinginan, menyebabkan sukacita dan berkilau. 
"Sama seperti kayu cendana merah, Nibbana itu sulit didapat, 
keharumannya tak ada bandingnya dan Nibbana dipuji oleh 
orang-orang yang 
baik ... 
"Seperti ghee yang dikenal karena kekhususannya, begitu juga 
Nibbana 
mempunyai kekhususannya sendiri; seperti ghee yang mempunyai 
aroma yang 
harum, begitu juga Nibbana mempunyai keharuman keluhuran; 
seperti ghee yang 
mempunyai rasa yang lezat, begitu juga Nibbana mempunyai 
kelezatan rasa 
kebebasan. 
"Seperti puncak gunung, Nibbana itu sangat tinggi, tidak 
tergoyahkan, tidak ada jalan masuk bagi kegelapan batin, 
Nibbana tidak 
mempunyai ruang bagi kegelapan untuk dapat tumbuh, dan Nibbana 
tidak memihak 
atau memiliki prasangka." 
81. Perwujudan Nibbana 
"Bhante berkata, bahwa Nibbana itu bukan masa lalu, bukan masa
kini, dan 
bukan masa mendatang, bukan timbul dan bukan pula tidak-timbul, 
dan tidak 
dapat dihasilkan (bandingkan dengan Bab 14 No. 65). Dalam hal 
itu, apakah 
orang yang telah menyadari Nibbana menyadari bahwa sesuatu 
telah dihasilkan, 
atau dia sendiri yang pertama-tama menghasilkannya dan baru 
kemudian menyadarinya?" 
"Bukan semua itu, tetapi Nibbana itu benar-benar ada.' 
"Bhante Nagasena, janganlah menjawab pertanyaan ini dengan 
membuatnya semakin tidak jelas. Jelaskan dan babarkanlah. 
Nibbana merupakan 
titik yang membuat banyak orang menjadi bingung dan tersesat 
dalam keraguan. 
Patahkanlah ketidakpastian ini." 
"Unsur Nibbana itu benar-benar ada, O Baginda raja, dan orang 
yang telah 
berlatih dengan benar dan yang benar-benar mengerti 
bentukan-bentukan 
menurut apa yang telah diajarkan oleh Sang Penakluk, dia, 
dengan 
kebijaksanaannya, mencapai Nibbana." 
"Dan bagaimanakah Nibbana ditunjukkan? Dengan terbebasnya dari 
rasa tertekan 
dan bahaya, dengan kemurnian dan ketenangan. Seperti halnya 
seseorang, yang 
ketakutan dan ngeri karena telah jatuh ke tangan musuh, akan 
merasa lega dan 
sangat berbahagia ketika ia dapat meloloskan diri 
ke tempat yang aman; atau seperti halnya seseorang yang 
terjatuh di selokan 
yang penuh kotoran akan merasa tenang dan senang setelah ia 
keluar dari 
selokan itu dan membersihkan diri; seperti halnya seseorang 
yang terjebak 
api di hutan akan menjadi tenang dan merasakan kesejukan 
setelah dia 
mencapai daerah yang aman. Anda harus menganggap kecemasan 
yang timbul terus-menerus karena kelahiran, usia tua, penyakit 
dan kematian 
itu sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengerikan; Anda harus 
mengganggap 
keuntungan, kehormatan dan ketenaran itu sebagai kotoran; Anda 
harus 
mengganggap api berunsur tiga: lobha (nafsu), dosa (kebencian) 
dan moha 
(khayalan) sebagai sesuatu yang panas dan tajam. 
"Dan bagaimana orang yang berlatih dengan benar mencapai 
Nibbana? Dengan 
benar dia memahami sifat bentukan yang terus berputar dan di 
sana dia hanya 
melihat kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian; dia tidak 
melihat 
sesuatu yang menyenangkan atau yang serasi di bagian mana pun. 
Karena dia 
melihat bahwa tidak ada yang dapat dilekati di sana, maka 
bagaikan di atas 
bola besi yang panas membara, dengan ketidakpuasan dan panas 
menjalar di 
seluruh tubuhnya; karena merasa putus asa dan tanpa 
perlindungan dia menjadi 
jijik dengan kehidupan yang terulang-ulang. Dan bagi orang yang 
melihat 
teror rantai kehidupan yang terus berjalan, timbullah pikiran: 
'Di atas api 
dan kilatanlah roda kehidupan ini berada, penuh dengan 
penderitaan dan 
keputusasaan. Jika saja ada akhir dari semua ini, akhir itu 
akan penuh 
ketenangan, dan hebat sekali; berhentinya semua 
bentukan-bentukan mental, 
lepasnya kemelekatan, musnahnya lobha, hilangnya nafsu, 
berhentinya 
penderitaan, Nibbana!' 
"Dari situ pikirannya melompat ke depan menuju keadaan dimana 
tidak ada lagi 
dumadi. Pada saat itulah dia telah mencapai kedamaian, kemudian 
ia bersyukur 
dan bersukacita pada pemikiran 'Sebuah perlindungan akhirnya 
telah 
ditemukan!' Ia terus berusaha keras di Sang Jalan untuk 
menghentikan 
bentukan-bentukan, menemukan caranya, mengembangkannya, dan 
mengambil banyak manfaat darinya. Untuk tujuan itulah dia 
menimbulkan sati, 
semangat dan sukacitanya; dan dengan berulang-ulang 
memperhatikan pemikiran 
itu (muak pada bentukan-bentukan mental), setelah melampaui 
rantai kehidupan 
yang terus berjalan, dia telah dapat menghentikan roda 
itu. Orang yang telah menghentikan rantai kehidupan yang terus 
berjalan ini 
dapat dikatakan telah mencapai Nibbana." 
82. Dimanakah Nibbana? 
"Apakah ada tempat, Nagasena, dimana Nibbana tersimpan?" 
"Tidak, tidak ada, tetapi Nibbana itu benar-benar ada. Seperti 
halnya tidak 
ada tempat di mana api disimpan tetapi toh api dapat dihasilkan 
dengan 
menggosokkan dua batang kayu kering." 
"Tetapi apakah ada tempat di mana orang bisa berdiri dan 
menyadari Nibbana?" 
"Ya, ada; keluhuran adalah tempatnya (bandingkan Bah I No. 9); 
dengan 
berdiri di atas keluhuran, dan dengan pengertian, di manapun ia 
berada, baik 
di Sychtia atau di Bactria, di China atau Tibet, di Kashmir 
atau Gandhara, 
di puncak gunung atau cakrawala tertinggi, orang yang telah 
berlatih dengan 
benar menyadari Nibbana." 
"Bagus sekali! Bhante Nagasena, Anda telah mengajarkan Nibbana, 
telah 
menjelaskan tentang pencapaian Nibbana, telah memuji kualitas 
dari 
keluhuran, menunjukkan cara berlatih yang benar, menjunjung 
tinggi 
panji-panji Dhamma, memantapkan Dhamma sebagai prinsip utama, 
tidak akan 
sia-sia atau tanpa buah usaha orang-orang yang mempunyai tujuan 
yang benar!" 
BAGIAN ENAM BELAS 
1. PERTANYAAN YANG DISELESAIKAN DENGAN KESIMPULAN 
Milinda sang raja menemui Nagasena di kediamannya, dan setelah 
memberi 
hormat, raja duduk di satu sisi. Karena ingin mengetahui, 
mendengar dan 
mengingat di dalam pikiran, serta karena ingin menghalau 
kebodohan batinnya, 
Milinda mengumpulkan keberanian dan semangatnya, memantapkan 
kontrol diri 
dan perhatiannya dan kemudian berbicara kepada 
Nagasena: 
"Sudah pemahkah Bhante melihat Sang Buddha?"(D. i. Sta. 13) 
"Belum, Baginda raja." 
"Sudah pernahkah guru-guru Bhante melihat Sang Buddha?" 
"Belum, Raja yang agung." 
"Kalau begitu, Bhante Nagasena, Sang Buddha itu tidak ada; 
tidak ada bukti 
yang jelas akan keberadaan Sang Buddha." 
"Baginda, apakah para pejuang gagah berani yang merupakan 
pendiri dari 
deretan raja yang menurunkan Baginda itu ada?" 
"Tentu saja, Bhante, tidak ada keraguan tentang hal itu." 
"Sudah pernahkah Baginda melihat mereka?" 
"Belum, Bhante." 
"Apakah para guru dan menteri negara yang menetapkan 
undang-undang sudah 
pernah melihat mereka?' 
"Belum, Bhante." 
"Kalau begitu, Baginda, tidak ada bukti yang jelas tentang 
keberadaan para pejuang jaman dahulu itu." 
"Tetapi Bhante Nagasena, lencana kerajaan yang mereka gunakan 
masih dapat 
dilihat, dan dari situ kita dapat menyimpulkan dan mengetahui 
bahwa para 
pejuang dahulu itu benar-benar ada." 
"Demikian juga, O Baginda raja, kita dapat mengetahui bahwa 
Sang Buddha 
pernah hidup dan kita dapat mempercayai Beliau. Lencana 
kerajaan yang 
dipakai Sang Buddha masih dapat dilihat. Ada empat landasan 
perhatian, empat 
daya upaya benar, empat landasan keberhasilan, lima kekuatan 
moral, lima 
indriya pengontrol, tujuh faktor pencerahan dan Jalan Mulia 
Berunsur 
Delapan. Dari semua ini kita dapat menyimpulkan dan 
mengetahui bahwa Sang Buddha benar-benar ada." 
"Berilah saya ilustrasi." 
"Seperti halnya orang yang melihat kota yang indah dan 
terencana dengan baik 
akan mengetahui bahwa kota itu ditata oleh arsitek yang ahli; 
demikian juga 
kota kebenaran yang dibangun oleh Sang Buddha dapat dilihat. 
Kota ini 
memiliki perhatian yang tak terputus sebagai jalan utamanya, 
dan di jalan 
utama itu terdapat kios-kios pasar yang menjual 
bunga, parfum, buah, penawar racun, obat-obatan, nektar, 
permata yang tak 
ternilai, dan segala macam barang dagangan. Demikianlah, O 
Baginda raja, 
kota kebenaran Sang Buddha direncanakan dengan baik, dibangun 
dengan kuat, 
dan terlindung dengan baik sehingga kota itu tak dapat 
ditembus musuh; dan dengan cara menyimpulkan seperti inilah 
Baginda dapat 
mengetahui bahwa Sang Buddha pernah ada." 
"Apakah bunga di kota kebenaran itu?" 
"Ada beberapa objek meditasi yang diperkenalkan oleh Sang 
Buddha: 
persepsi tentang ketidak-kekalan, tentang ketidak-puasan, tidak 
adanya jiwa, 
sifat yang menjijikkan, bahaya, meninggalkan keduniawian, 
hilangnya nafsu, 
kekecewaan terhadap semua alam kehidupan, ketidak-kekalan semua 
bentukan 
mental (sankhara); meditasi dengan memperhatikan nafas, 
persepsi mengenai 
sembilan macam mayat dalam proses pembusukan yang berlangsung, 
meditasi 
cinta kasih (metta), welas asih (karuna), sukacita dengan 
simpati (mudita) 
dan keseimbangan batin (upekkha); serta kesadaran akan kematian 
dan 
kesadaran tentang 32 bagian tubuh. Siapapun yang ingin terbebas 
dari usai 
tua dan kematian dapat memilih salah satu dari objek tersebut. 
Dia akan 
dapat terbebas dari 
nafsu ketamakan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan batin, 
kesombongan 
dan pandangan salah (moha). Dia dapat menyeberangi lautan 
samsara, 
membendung derasnya aliran nafsu keinginan, dan menghancurkan 
semua
penderitaan. Dia kemudian dapat memasuki kota Nibbana di mana, 
terdapat rasa 
aman, ketenangan dan kebahagiaan." 
"Apakah parfum kota kebenaran itu?" 
"Parfum itu ada dalam bentuk pelaksanaan pengendalian diri 
lewat tiga 
perlindungan (Tisarana), Pancasila, Atthasila, Dasasila, serta 
Patimokkha 
bagi para bhikkhu. Hal ini dikatakan oleh Sang Buddha: 
'Tak ada bau harum bunga yang dapat melawan arah angin, 
Baik itu cendana, sari wewangian, atau bunga melati'. 
Tetapi harumnya kebajikan dapat melawan arah angin, 
Ke segala arah menyebar harumnya nama orang yang bajik.' (Dhp. 
v. 54) 
"Apakah buah dari kota kebenaran itu?" 
"Buah itu ada dalam bentuk sotapana, sakadagami, anagami, 
Arahat, pencapaian 
kekosongan, pencapaian animitta (keadaan tanpa tanda) dan 
pencapaian 
hilangnya nafsu. Orang yang dengan tekad yang besar merenungkan 
anicca 
(ketidak-kekalan)  mencapai animitta, yang dengan ketenangan 
yang besar 
merenungkan dukkha (ketidakpuasan) mencapai keadaan tanpa 
keinginan, yang 
dengan kebijaksanaan yang besar 
merenungkan anatta (tiada 'aku') mencapai kekosongan. 
"Apakah penawar racun di kota kebenaran itu?" 
"Empat Kesunyataan Mulia adalah penawar bagi racun kegelapan 
batin. Siapapun 
yang merindukan pandangan terang yang tertinggi dan mendengar 
Ajaran ini 
akan terbebas dari kelahiran, usia tua, kematian, penderitaan, 
kesakitan, 
dukacita, ratap-tangis dan keputusasaan." 
"Apakah obat di kota kebenaran itu?" 
"Obat-obat tertentu, O raja, telah diramu oleh Sang Buddha 
untuk 
menyembuhkan para dewa maupun manusia. Obat-obatan itu adalah: 
Empat 
Landasan Perhatian, Empat Usaha Benar, Empat landasan 
keberhasilan, Lima 
indriya pengontrol, Lima kekuatan moral, Tujuh faktor Kesucian, 
dan Jalan 
Mulia Berunsur Delapan. Dengan obat-obatan ini Sang Buddha 
menyembuhkan 
orang dari pandangan salah, pikiran salah, ucapan salah, 
tindakan salah, mata pencaharian salah, usaha salah, perhatian 
salah, dan 
konsentrasi salah. Beliau membebaskan mereka dari ketamakan, 
kebencian dan 
khayalan, kesombongan, sakayyaditthi (pandangan tentang diri), 
keraguan, 
kegelisahan, kemalasan dan kelambanan, tidak tahu malu 
dan kesembronoan serta semua kekotoran batin lainnya." 
"Apakah nektar di kota kebenaran itu?' 
"Perhatian akan tubuh adalah bagaikan nektar, karena semua 
makhluk yang 
minum nektar perhatian akan tubuh ini akan terbebas dari segala 
penderitaan. 
Hal ini dikatakan oleh Sang Buddha: 
    'Mereka yang memanfaatkan perhatian akan tubuh 
    akan menikmati nektar keadaan tanpa kematian.' (A. i. 45) 
"Apakah permata yang tak ternilai di kota kebenaran itu?" 
"Kemoralan, konsentrasi, kebijaksanaan, kebebasan, pengetahuan 
dan visi 
kebebasan, pengetahuan membedakan, dan faktor-faktor pencerahan 
adalah 
permata yang tak ternilai dari Sang Buddha. 
"Dan apakah permata yang tak ternilai dari kemoralan? Yaitu 
nilai-nilai luhur pengendalian diri lewat peraturan Patimokkha; 
nilai-nilai 
luhur pengendalian diri dari indra; nilai-nilai luhur dari mata 
pencaharian 
yang benar; nilai-nilai luhur dari perenungan terhadap 
penggunaan empat 
kebutuhan pokok secara benar: pindapatta, obat-obatan, 
jubah, dan tempat tinggal; nilai-nilai luhur pengendalian diri 
sesuai dengan 
vinaya yang pokok, menengah dan kecil, serta nilai-nilai luhur 
yang sudah 
menjadi kebiasaan bagi orang-orang yang luhur. 
"Dan apakah permata yang tak ternilai dari konsentrasi? 
Yaitu jhana pertama dengan savitakkasavicara (pikiran yang 
diterapkan dan 
pikiran yang bertahan), jhana kedua dengan avitakkasavicara 
(tanpa pikiran 
yang diterapkan tetapi dengan pikiran yang bertahan), jhana 
ketiga dengan 
avitakka-avicara (tanpa pikiran yang diterapkan maupun pikiran 
yang 
bertahan) tetapi dengan sukacita yang murni, kebahagiaan, dan 
tertuju 
pada satu titik; dan ini juga merupakan konsentrasi pada 
kekosongan, 
animitta dan tiadanya nafsu. Ketika seorang bhikkhu mengenakan 
permata 
konsentrasi ini, maka pikiran yang jahat dan pikiran yang tidak 
bermanfaat 
akan terkibas dari pikirannya bagaikan air di daun teratai. 
"Dan apakah permata yang tak ternilai dari kebijaksanaan? Yaitu 
pengetahuan 
tentang apa yang bajik dan tidak bajik, apa yang tercela dan 
apa yang 
terpuji, serta pengetahuan tentang Empat Kesunyataan Mulia. 
"Dan apakah permata yang tak ternilai dari kebebasan? Menjadi 
Arahat adalah 
permata dari segala permata, permata yang tak ternilai dari 
kebebasan. Jika 
seorang bhikkhu mengenakannya, dia akan menjadi lebih cemerlang 
daripada 
yang lainnya. 
"Dan apakah permata yang tak ternilai dari pengetahuan dan visi 
kebebasan? 
Yaitu pengetahuan yang digunakan para siswa untuk meninjau lagi 
Sang Jalan, 
buah-buahnya dan Nibanna, dan merenungkan kekotoran batin yang 
telah dapat 
dihilangkan dan kekotoran batin yang masih ada. 
"Dan apakah permata yang tak ternilai dari pengetahuan 
membedakan? 
Yaitu pemahaman analitis terhadap arti, hukum, bahasa dan 
inteligensi. 
Siapapun yang mengenakan permata ini tidak akan takut 
menghadapi segala 
macam pertemuan, dan percaya diri karena tahu bahwa ia dapat 
menjawab segala 
macam pertanyaan yang diajukan padanya. 
"Dan apakah permata yang tak ternilai dari faktor-faktor 
kesucian? 
Yaitu permata kesadaran (sati), penyelidikan Dhamma 
(Dhammacicaya), usaha 
yang bersemangat (Viriya), sukacita (Piti), ketenangan 
(Passaddhi), 
konsentrasi (Samadhi) dan keseimbangan batin (Upekkha). 
Dihiasi dengan permata-permata ini, seorang bhikkhu akan 
menerangi dunia 
dengan keluhurannya." 
2. LATIHAN PERTAPA 
Sang raja melihat para bhikkhu di hutan yang sendiri dan jauh 
dari orang 
lain, yang menjalankan latihan yang berat sesuai tekadnya. Dan 
kemudian ia 
juga melihat para perumahtangga di rumah mereka yang memetik 
buah manis dari 
Jalan Mulia. Mempertimbangkan kedua hal ini, raja merasakan 
keraguan yang 
dalam. "Jika umat awam juga mewujudkan kebenaran, maka bertekad 
seperti itu 
tentunya sia-sia saja. Baiklah! 
Akan saya tanyakan pada guru yang terbaik, yang bijaksana dalam 
ketiga kitab 
suci yang berisi sabda Sang Buddha, yang terampil menyanggah 
argumentasi 
lawannya. Ia akan mampu memecahkan keragu-raguanku!" 
Milinda mendatangi Nagasena, memberi hormat, duduk di satu sisi 
dan bertanya: 
"Bhante, apakah ada umat awam yang telah mencapai Nibbana?" 
"Tidak hanya seratus atau seribu, tetapi lebih dari semilyar 
yang telah 
mencapai Nibbana." (Selain manusia, banyak dewa yang mencapai 
Nibbana pada 
waktu mendengarkan Dhamma) 
"Bhante Nagasena, jika seorang perumah tangga yang hidup di 
rumahnya bisa 
menikmati kesenangan-kesenganan indria, dan juga dapat mencapai 
Nibbana, 
apakah gunanya tekad tambahan tersebut? Jika musuh dapat 
dikalahkan hanya 
dengan menggunakan tinju, apa gunanya mencari senjata ? 
Jika pohon dapat dipanjat begitu saja, apa gunanya tangga? Jika 
berbaring di 
lantai sudah nyaman, apa gunanya tempat tidur? Demikian juga, 
jika orang 
awam dapat mencapai Nibbana sementara hidup di rumah, apa 
gunanya tekad 
tambahan?" 
"O raja, ada 28 keluhuran tekad ini yang dinilai tinggi oleh 
para Buddha. 
Menjaga tekad adalah 
01. suatu cara hidup murni, 
02. buahnya membahagiakan, 
03. tidak tercela, 
04. tidak membawa penderitaan bagi yang lain, 
05. memberikan keyakinan (dia bebas dari rasa takut terhadap 
perampok), 
06. tidak menekan (tak perlu melindungi hartanya), 
07. pasti menyebabkan pertumbuhan sifat-sifat yang baik, 
08. mencegah kemunduran, 
09. tidak mengotori batin, 
10. merupakan suatu perlindungan, 
11. memenuhi keinginan, 
12. menjinakkan semua makhluk,
13. baik bagi disiplin diri, 
14. pantas bagi seorang pertapa, 
15. dia mandiri (tidak melekat kepada keluarga), 
16. dia bebas (dan bebas pergi kemana pun juga). (Vism. 59-83) 
17. Kemoralan ini juga menghancurkan nafsu (lobha), 
18. menghancurkan kebencian (dosa), 
19. menghancurkan kebodohan batin (moha), 
20. mengikis kesombongan, 
21. memutus pikiran yang melantur dan membuat pikiran menuju 
satu titik, 
22. mengatasi keraguan, 
23. menghalau kelambanan, 
24. melenyapkan ketidak-puasan, 
25. membuat orang toleran. 
26. Keluhuran ini tidak ada bandingnya, 
27. tak terukur, dan 
28. mengarah pada penghancuran segala penderitaan. 
"Dan siapa pun yang melaksanakan tekad-tekad itu akan mendapat 
18 sifat baik: 
01. Kelakuannya murni, 
02. latihannya sepenuhnya tercapai, 
03. tindakan dan kata-katanya terjaga baik, 
04. pikirannya murni, 
05. semangatnya bangkit, 
06. ketakutannya berkurang, 
07. pandangannya tentang ego hilang, 
08. kemarahannya lenyap dan 
09. cinta-kasihnya tumbuh, 
10. dia makan dengan pemahaman sifat makanan yang menjijikkan, 
11. dia dihormati oleh semua makhluk, 
12. dia makan secukupnya, 
13. dia penuh kewaspadaan, 
14. dia tak-berumah dan 
15. dapat bertempat tinggal di manapun juga, 
16. dia jijik terhadap kejahatan, 
17. dia bersukacita dalam kesendirian dan 
18. dia selalu penuh perhatian. 
"Dan sepuluh macam orang yang pantas mengambil sumpah-sumpah 
itu: 
01. orang yang penuh dengan kepercayaaan diri, 
02. orang yang tahu malu, 
03. orang yang penuh keberanian, 
04. orang yang tidak memiliki kemunafikan, 
05. orang yang mengandalkan diri sendiri, 
06. orang yang tegar, 
07. orang yang berniat untuk berlatih, 
08. orang yang memiliki kebulatan tekad, 
09. orang yang sangat mawas diri, dan 
10. orang yang penuh kasih sayang. 
"Dan semua orang awam yang mewujudkan Nibbana sementara hidup 
di rumah 
adalah mereka yang telah menjalankan tekad ini dalam 
kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya. Tidak mungkin ada 
realisasi tujuan 
menjadi Arahat dalam hidup kali ini tanpa tekad-tekad tersebut. 
Arahat hanya 
dapat dicapai dengan kerja yang amat sangat keras. Oleh karena 
itulah maka 
nilai menjaga tekad tersebut sangat tinggi dan berharga. 
"Dan siapapun, O Baginda raja, yang mempunyai pikiran jahat dan 
berniat 
mengambil tekad ini dengan tujuan mencari keuntungan materi, 
akan 
mendapatkan hukuman ganda: di dunia ini dia akan dipandang 
rendah dan 
dicemooh, dan sesudah mati dia akan mcnderita di neraka. 
"Tetapi siapapun, O Baginda raja, yang prilakunya sesuai dengan 
kehidupan 
kebhikkhuan, yang layak menjadi bhikkhu, yang keinginannya 
sedikit dan dapat 
berpuas hati, terbiasa dengan kesendirian, penuh semangat, 
tidak memiliki 
akal bulus, dan telah meninggalkan keduniawian bukan karena 
ingin memperoleh 
keuntungan dan ketenaran melainkan karena 
memiliki keyakinan terhadap Dhamma, yang menginginkan kebebasan 
dari usia 
tua dan kematian, dia pantas mendapat penghormatan ganda karena 
dia dicintai 
oleh para manusia maupun dewa. Dan dengan cepat dia memperoleh 
empat buah, 
empat jenis diskriminasi (diskriminasi arti, hukum, bahasa, 
dan inteligensi), visi berunsur tiga [Tevijja - ingatan akan 
kehidupan lalu, 
pengetahuan akan muncul dan lenyapnya makhluk, pengetahuan akan 
penghancuran 
banjir (asava)], dan pengetahuan berunsur enam yang lebih 
tinggi (abhinnana 
- kekuatan supra-normal seperti misalnya terbang di angkasa, 
memiliki 
telinga yang luar biasa daya dengarnya, penembusan 
pikiran, ditambah tiga di atas). 
"Dan apakah tiga belas tekad tersebut? 
01. Mengenakan jubah yang dipotong-potong, 
02. menggunakan hanya tiga jubah, 
03. hidup hanya dengan pindapatta, 
04. pindapatta dari satu rumah ke rumah lain tanpa pilih-pilih, 
05. makan sekali sehari, 
06. makan dari mangkuk saja, 
07. menolak makanan yang ditawarkan sesudah (pindapatta) itu, 
08. hidup di hutan, 
09. bertempat tinggal di bawah pohon, 
10. bertempat tinggal di tempat terbuka, 
11. hidup di kuburan, 
12. menggunakan tempat tidur manapun yang diberikan, dan 
13. tidak berbaring untuk tidur. (Baca Vism. 59 ff untuk 
keterangan lebih 
terinci) 
"Dan dengan menjalankan tekad-tekad inilah Upasena dapat 
mengunjungi Sang  Buddha ketika Beliau sedang menyendiri 
(Vin.iii.230 ff), 
dan karena tekad yang sama  pula Sariputta memiliki keluhuran 
yang begitu 
tinggi sehingga dia dinyatakan sebagai orang kedua yang hanya 
kalah oleh 
Sang Buddha dalam kemampuannya membabarkan Dhamma." (A.i.23, 
S.i. 191) 
"Bagus sekali Bhante Nagasena, seluruh ajaran Sang Buddha, 
pencapaian adi-duniawi (lokuttara) dan semua hasil terbaik di 
dunia ini 
termasuk di dalam 13 latihan pertapa ini." 

Milinda Panha 1
Milinda Panha 2
Milinda Panha 3
Milinda Panha 4
Milinda Panha 5
Milinda Panha 6
Milinda Panha 7
Milinda Panha 8
Milinda Panha 9
 
Milinda Panha 10
 
Food For Thought
The Key of Immediate Enlightenment
Sun Tzu The Art Of War
Encouraging Quotes And Excerpts
Encouraging Stories
Jokes
 A Page to Rest - 
Breathing Space
TABLE OF CONTENTS
Complete list of articles on
this site
 Free Downloads