003
Mencari Nilai Keikhlasan
Post By : Martias Oyonk
Mencari Nilai Keikhlasan“ IKHLAS atau
mengikhlaskan menurut bahasa berarti memurnikan atau
mengaslikan,dibersihkan/disterilkan dari segala sesuatu
yang akan membuatnya menjadi kotor. Sedangkan dalam
istilah syarak Ikhlas di kenal dengan memurnikan
niat atau memotivasi keagamaan dalam jiwa dari segala
unsur luar yang akan mempengaruhinya. Dalam usaha
beramal ibadah baik secara khusus (mahdah) atau
ibadah secara umum (gairu mahdah), sederhana
dalam kalimatnya yaitu Lillahita’alla (hanya
karena ALLAH Semata).
ALLAH SWT, menyerukan agar manusia menyembah-Nya dengan memurnikan
ketaatan hanya kepada-Nya,dan menjalankan ajaran agama
yang lurus jauh dari perbuatan yang menjurus pada bentuk
penyekutukan Allah atau syirik. Dalam masalah keikhlasan
ALLAH SWT telah memberikan petunjuk lewat firmanya Al
Quran, “ Padahal mereka tidak di suruh kecuali supaya
menyembah ALLAH dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat,yang demikian
itulah agama yang lurus.’ ( Qs Al Bayyinah-5). Dari
firman ALLAH di atas menandakan bahwa ALLAH
memerintahkan manusia khususnya manusia muslim untuk
selalu berada dalam kebaikan seraya memurnikan ketaatan
hanya kepada-Nya, dengan tidak memcampuradukkannya
dengan hal-hal yang menyesatkan jelasnya,keikhlasan
itu merupakan syarat utama diterimanya amal ibadah kita
oleh Allah Swt.
Ikhlas,
konotasinya dengan ibadah,mencakup segala
aspek aktifitas kehidupan manusia dalam mengapai ridha
ALLAH melalui amalan-amalan mahdah maupun
gairu mahdah tadi. Mengikhlaskan dalam niat
ini sangat menjadi urgent karena hal ini merupakan
suruhan-NYA. Dan tidak ada suatu suruhan yang lebih
mulia dan terpenting diatas dunia ini kecuali suruhan
dan larangan ALLAH SWT. Diceritakan dalam kitab Fath
Al Bari, syarah bagi shahih Al Bukhari, bahwa
sewaktu ALLAH memerintahkan Rasulullah Saw untuk hijrah
ke Madinah yang diikuti juga oleh para sahabat beliau
Saw, ada salah seorang pemuda dalam rombongan tersebut
sipemuda dijuluki teman-temanya dengan pangilan
Muhajir Ummu Qais. Lantaran sang pemuda tersebut
hijrah bukan untuk memenuhi pangilan agama melainkan
takut kehilangan pacaranya, si Ummu Qais.
Dari munculnya kejadian tersebut maka Rasulullah Saw bersabda,
“ Bahwa semua pekerjaan itu hanya akan bernilai manakala
di sertai dengan niat. Siapa saja yang niat hijrahnya
karena memenuhi perintah Allah dan Rasulnya maka Allah
akan meyediakan pahala untuk niatnya itu,demikian pula
sebaliknya kalau amalan hanya di motivasi oleh
kepentingan duniawi lalu diperolehnya maka nilai
hijrahnya atau amalannya itu hanya apa yang telah ia
dapatkan tadi. ( HR. Umar Bin Khatab).
Hakekatnya suatu amalan bisa di terima di sisi
ALLAH,kalau dijalankan dengan penuh keikhlasan,selain
itu juga dituntut menyamakan kaifiatnya sesuai dengan
apa yang di lakukan oleh Rasulullah Saw. Namun, sekarang
telah banyak berkembang dari umat Islam itu sendiri
beramal ibadah hanya menurut kemauan dan akalnya
sendiri,mengambil yang sesuai dengan keinginanya. yang
sering mengarah pada hal-hal yang subhat bahkan sesat.
Kejadian-kejadian ini menandakan kurangnya bahkan tidak
ada sama sekali rasa keikhlasan itu dalam melaksanakanya.
Dari niat yang ikhlas ini di harapkan ada tujuan utama yang harus
di capai, tampa tujuan akhir rasa ikhlas itu mustahil
akan melekat dalam setiap diri muslim yaitu. Amalan itu
sendiri harus memenuhi atau sesuai dengan perintah/yang
dikehendaki Allah dan hanya memiliki satu keinginan dari
pelakunya yaitu mengharapkan keridhaan ALLAH semata.
Dengan bentuk seperti disebutkan diatas jika salah
satunya tidak sesuai atau di tidak di sesuaikan jelas
keikhlasan itu akan menjadi gugur. Kalau
keikhlasan sudah gugur tidak ada yang akan
mengantikan kecuali sifat ria,ingin di puji.munafik
bahkan perilaku syirik. Lain halnya dengan seseorang
yang telah aktif menjalankan dan memegang komitmen yang
teguh terhadap syariat Islam,akan selalu bersikap
sungguh-sungguh dalam beramal guna menemukan Mardatillah,
karena amalan yang di dasari dengan Mardatillah inilah
yang akan dapat menghindarkan diri dari segala prilaku
tercela dan dapat mendatangkan kebahagiaan di akhirat.
Bukan sebatas itu saja keikhlasan itu akan dapat
membentengi diri dari godaan dan gangguan Iblis atau
Syaitan,yang juga memiliki komitmen yang teguh dan tak
tanggung-tanggung untuk menjerumuskan anak keturunan
Adam kejurang kehinaan. Seperti yang di firmankan ALLAH
dalam Qs Al Hijr-39-40 “ Iblis berkata “ Ya
tuhanku,oleh sebab engkau telah memutuskan bahwa aku
sesat,pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan
maksiat) dibumi,dan pasti aku akan menyesatkan mereka
semua,kecuali hamba-hamba Engkau yang Mukhlis di antara
mereka.” Dari ayat di atas sangat jelas komitmen
yang di miliki Iblis untuk menghinakan manusia
bahkan lebih hina dari Iblis itu sendiri,realitanya
sekarang ini banyak yang sudah menjadi penyambung dan
meneruskan prilaku dari musuh ALLAH tsb,sehingga mereka
terus larut dalam berbagai bentuk kemaksiatan. Namun,ada
satu benteng yang diberikan Allah untuk umat manusia
yang tidak akan bisa ditembus oleh Syaitan dan Iblis,
yaitu hamba-hamba yang mukhlis (un), adalah
orang-orang yang telah diberi petunjuk,karunia,taufik
serta hidayah dari ALLAH untuk mentaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Bukan,
mustahil diri kita yang akan mendapatkan gelar
Mukhlis (sun) tersebut, kalau setiap diri selalu
mentaati perintah ALLAH dengan penuh keikhlasan.
Keuntungan lain dari ibadah ikhlas yang kita persembahkan
pada-Nya,dalam hidup didunia ini, akan dapat menolong
manusia dari segala bentuk kesulitan yang kerap kali
melanda jalur kehidupan manusia itu. “ Dan (Aku telah
perintahkan) hadapkanlah mukamu kepada agama dengan
tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang musrik.” Sekali lagi ayat ini menegaskan pada
kita untuk selalu tulus ikhlas terutama dalam rangka
meraih perlindungan Allah,mendatangkan kebahagiaan dunia
dan akhirat,menghindarkan diri,keluarga dan masyarakat
dari godaan,gangguan atau hasutan Syaitan dan Iblis
yang terlaknat, sehingga akan terujud masyarakat
yang tenang,tentram lahir dan bathin dalam wadah Ukhuwah
Islamiyah, dan jauh dari sifat musyrik.
Sifat
musyrik antara lain dapat berupa,percaya akan adanya
ALLAH,tetapi tidak mau melaksanakan segala apa yang
diperintahka-Nya,bahkan cendrung membelakangi segala
aturan-Nya,dan memutuskan suatu perkara tidak sesuai
dengan ketentuan hukum ALLAH, padahal ia mengetahui dan
meyakini kebenarannya,bahkan yang lebih parah lagi suka
mencampuradukan antara suruhan dan larangan dengan
mengakui dan percaya akan adanya kekuasaan ALLAH dan
melaksanakan perintahnya, tetapi, ia juga menyembah dan
mempercayai pada selain ALLAH atau syirik. Ya…
ALLAH jauhkan kami dari sifat yang Engkau murkai ini.
Konotasi ikhlas dengan ibadah sangat penting sekali dan
tidak bisa di pisahkan,tidak akan berarti apa-apa amal
ibadah kalau tidak dilandasi dengan niat yang
ikhlas,sungguh-sungguh,sabar dan tawakal. Memang masalah
ikhlas ini sulit sekali dalam penerapannya namun
petunjuk ALLAHlah yang harus selalu kita harapkan, tentu
harus dibarengi dengan usaha yang murni kearah itu.
Mesti dan harus kita pahami bahwa masalah ikhlas
ini sifatnya individualistis. Hanya si pelaku sendiri
yang mengetahui dan mengerti apa kehendak dari hatinya,
karena itu pemupukkan iman menjadi sangat urgent
sekali,serta intensitas introspeksi diri,bermuhasabah
yang tidak mengenal lelah sepanjang hayat. Dalam usaha
menyatukan dua konotasi antara keikhlasan dengan
amal ibadah kita sehari-hari. Allah Hu A’llam…
<<<
Kembali <<<
<<< Saran,
Tanggapan, Komentar Klik Disini >>>
Penulis :
Pengamat Sosial keagamaan Sumatera Barat |