Langkah 3

Menemukan Cinta Persaudaraan dan Pengakuan Maskulinitas dengan Pria Heteroseksual


Kami berusaha mengatasi ketakutan dan rasa iri kami kepada pria heteroseksual, sepenuhnya meraih sifat maskulin di dalam diri kami dan mencari cinta persaudaraan, kepercayaan, persahabatan, dan hubungan dengan pria heteroseksual yang kami kagumi.


Bagi kebanyakan dari kami, kerinduan yang kami identifikasi sebagai hasrat seksual sebenarnya dimulai jauh sebelum kami mengalaminya sebagai ketertarikan erotis. Itu adalah kerinduan yang setiap anak laki-laki rasakan untuk dicintai dan diperlukan oleh ayahnya, untuk merasa sebagai bagian dari mereka, dan untuk merasa percaya diri dalam identitas maskulinnya.

Dengan gelora yang ditimbulkan oleh hormon-hormon pada masa puber, sangatlah umum jika kerinduan yang dalam akan ikatan maskulin ini tanpa sengaja menjadi hasrat seksual di dalam diri kami. Merasa tidak mendapat cukup pengakuan cinta dan maskulinitas dari ayah, figur ayah, dan teman sebaya laki-laki selama tahun-tahun perkembangan kami, dan teryakinkan bahwa kami tidak akan pernah mendapatkan cinta dan penerimaan yang kami rindukan dari dunia pria hetero, segera kami mulai mengidamkannya dari seorang kekasih pria.

Tapi menjadikan pria sebagai obyek seksual – menghubungkan mereka sebagai kekasih – akan hanya memperdalam rasa keterasingan yang kami rasakan dari pria dan dari identitas maskulin kami sendiri. Tidak akan pernah mengisi kebutuhan sesungguhnya yang kami rasakan untuk terikat dengan pria sebagai saudara kita dan untuk mengalami cinta persaudaraan, sebagai seorang pria diantara pria.

Ketika kami menyadari bahwa perasaan homoseksual berakar dari kerinduan yang panjang seorang anak laki-laki dari keterikatan yang normal kepada pria dan kepada maskulinitasnya sendiri, jalan menuju pemulihan menjadi jelas. Menakutkan, tetapi jelas. Kami harus kembali dan menyembuhkan luka si anak tersebut dengan belajar untuk mencintai, mempercayai dan mengidentifikasikan diri dengan pria sebagai saudara. Kami tidak akan lagi menolak dorongan “reparatif” ini, tapi, kami akan mencoba memenuhi kebutuhan normal kami akan pengakuan dan hubungan dengan laki-laki normal.

Pemulihan maskulinitas berasal dari tiga area berikut : dalam keterikatan kami kepada naluri kelelakian di dalam diri kami, dalam persaudaraan yang terus tumbuh dengan individual pria yang lain, dan dalam suatu perasaan baru bahwa kami adalah milik alam maskulin atau komunitas pria yang lebih luas.

Berikut beberapa perubahan yang banyak dari kami harus melakukannya agar terhubung dan terkenali dengan pria hetero dalam cara yang baru dan positif:

1. Kami mencoba mengenali “heterophobia” yang banyak dari kami memilikinya di dalam diri kami – Prasangka kami yang dalam terhadap pria hetero dan ketakutan kami terhadap sebagian besar dari mereka.

  • Kami mencoba melihat bagaimana ketakutan, prasangka dan disasosiasi ini telah menciptakan jurang yang dalam yang memisahkan kami dari mereka, yang kemudian menyebabkan kami iri dan meromantisir mereka dari jauh akan maskulinitas yang kami lihat di dalam diri mereka tapi tidak pernah kami lihat dalam diri kami sendiri.
  • Kami mencoba untuk melihat bagaimana kami juga menolak maskulinitas itu sendiri – atau persepsi kami yang penuh prasangka atas nya – dan malah kami mundur mengasingkan diri ke alam feminin yang terasa aman dan familiar.
  • Kemudian, secara aktif kami berusaha untuk membuang dari hidup kami citra pria yang stereotip, penuh prasangka, dan negatif yang telah menjerat kami dalam suatu hubungan cinta-benci-takut-iri terhadap mereka. Kami berusaha dengan sadar untuk melihat kebaikan di dalam pria hetero dan di dalam maskulinitas heteroseksual.


2. Pada saat bersamaan, kami berusaha merobek sosok ideal dari pria tertentu yang banyak dari kami telah meletakkannya di altar pemujaan: pria dengan tubuh yang kami anggap ideal, pria dengan sosok atletis, atau sifat apapun lainnya yang kami idolakan dan iri akannya dari pria lain, dan gambar-gambar pria di majalah dan media lain yang tubuh Adonis nya sangat kami puja.

  • Kami berusaha melihat bahwa meletakkan pria-pria ini di pemujaan telah menjadikan mereka bukan manusia, menjadikan mereka subyek dari kecemburuan dan nafsu kami, dan menyebabkan kami menurunkan nilai kami terhadap mereka.
  • Sebaliknya, kami berusaha melihat jiwa sebenarnya dari pria nyata di dunia, kelemahan dan kekuatan mereka, perjuangan dan ketakutan mereka. Semakin kami menghancurkan pemujaan itu, semakin kami dapat melihat kesamaan yang kami miliki dengan semua pria sebagai saudara kami.

3. Kami belajar untuk mempercayai pria lain dengan mengambil resiko yang telah diperhitungkan dengan membagi rahasia kami dengan pria yang kami pilih dengan hati-hati, penuh perhatian dan dapat dipercaya, terutama pria yang kami kagumi yang tampak kokoh dalam heteroseksualitas mereka

  • Kami meminta dukungan mereka dan keterlibatan secara aktif dalam hidup kami dengan cara yang spesifik dan berarti
  • Dengan melakukannya, kami menciptakan suatu jaringan dari anggota keluarga, teman, konselor, mentor dan role model yang mempercayai kami dan kemampuan kami untuk berubah dan yang dapat membantu kami melakukannya.

4. Sebagai bagian penting dari jaringan pendukung kami, kami membangun hubungan dengan mentor dan konselor yang menjadi role model kami untuk maskulinitas heteroseksual yang sehat. Kami membuat diri kami dapat diandalkan bagi mereka dan mencari kebijaksanaan, bimbingan dan pengakuan dari mereka. Bersamaan dengan itu kami belajar memaafkan, mempercayai, mencintai, mengatasi ketakutan dan sensitivitas yang berlebihan, dan membangun suatu identitas maskulin yang kuat di dalam diri kami.

5. Banyak dari kami mengikuti suatu komunitas dari pria hetero (kelompok gereja, organisasi persaudaraan, grup 12 langkah, kelompok pelayanan atau kelompok pria yang lain), dimana kami dapat belajar untuk merasa aman dan berada di rumah sendiri sebagai pria di antara pria dan menerima pengakuan dari diri kita sendiri sebagai pria. Bagi banyak dari kami, ini adalah yang pertama kalinya dalam hidup kami merasakan kegembiraan benar-benar menjadi bagian dari komunitas pria.

6. Mengenali bagaimana kami menderita dari “kehilangan sentuhan”, banyak dari kami belajar untuk memenuhi kebutuhan kami akan hubungan fisik platonik (persaudaraan) dengan pria melalui olah raga atau kegiatan fisik lainnya, pemijatan terapi, atau dengan meminta dan menerima pelukan non-seksual dan sentuhan yang pantas lainnya dari teman pria heteroseksual, mentor dan anggota keluarga.

7. Kami meraih maskulinitas dalam diri kami, pada tingkat terdalam yang memungkinkan, dengan mengenali, mengakui dan menunjukkan sifat maskulin kami dan membuka mata kami untuk mengetahui bagaimana pria yang lain melihat dan mengakui maskulinitas dalam diri kami juga. Kami dengan sadar berusaha melepaskan keyakinan yang salah yang telah menurunkan nilai kami atas manifestasi individual terhadap maskulinitas, sementara menilai terlalu tinggi terhadap bentuk maskulinitas pria lain pada titik kecemburuan.

8. Tanpa menyangkal kepentingan kami sendiri, kami menumbuhkan naluri kelelakian dengan melakukan lebih banyak hal yang kebanyakan pria melakukannya dan lebih sedikit hal yang kebanyakan pria tidak melakukannya. Kami menjelajahi dunia maskulin dengan berpartisipasi dalam kegiatan dengan pria lain yang kami pernah sangat takut untuk mencoba. Sepanjang perjalanan, kami belajar untuk mentertawakan diri sendiri dan merasakan kesenangan mengeksplorasi maskulinitas yang sehat dan menantang diri kami sendiri dalam alam maskulin.

9. Kami memisahkan diri dari kegiatan dan hubungan yang menyebabkan kami terlalu mengidentifikasi diri kami dengan wanita dan dunia mereka dan untuk berhubungan dengan mereka sebagai saudara. Kami dengan sadar berusaha untuk tidak mengidentifikasi diri dengan wanita ketika kami berusaha untuk mengidentifikasi diri dengan pria. Singkatnya, kami akhirnya memutuskan tali pengikat dari feminitas yang kami anggap sebagai tempat yang aman.

10. Kami mengambil dunia maskulin sebagai suatu tempat yang terhormat, keutuhan dan penghormatan, dan mengklaim tempat kami di dalam lingkaran pria.


Pada akhirnya, kami mampu membangun cinta persaudaraan yang dalam dengan pria lain dengan membangun persahabatan yang berarti, saling mempercayai dengan pria hetero dan belajar untuk menerima dan membalas cinta mereka sebagai saudara. Dengan ketakjuban dan kegembiraan, kami menemukan bahwa ketika kami dapat membangun persahabatan yang sangat otentik, keakraban emosional bukan romantis, dan platonik dengan pria hetero, hal itu ternyata jauh lebih memulihkan dan memelihara daripada pengalaman homoseksual kami.


Langkah 1
Menerima Diri Kami Apa Adanya: Keluar dari Rasa Malu dan Isolasi

Langkah 2
Mengalihkan Hidup dan Kemauan Kami kearah Tuhan

Langkah 3
Menemukan Cinta Persaudaraan dan Pengakuan Maskulinitas dengan Pria Heteroseksual

Langkah 4
Mengatasi Masalah yang Mendasari, Menghadapi dan Menyembuhkan Luka yang Terkubur

Langkah 5
Melepaskan Obsesi, Kecemburuan dan Birahi

Langkah 6
Sepenuhnya Meraih Maskulinitas Heteroseksual… Dan Identitas yang Sepenuhnya Baru

 

 


Akar Permasalahan

Gejala Umum

Yang Tidak Akan Berhasil

Solusi: Yang Berhasil Bagi Kami


Diterjemahkan oleh mqzf dari
People Can Change

| Indeks Sains |