Home
>
Program
>
Kampanye 2008
>
Pemerintah
|
Perda
|
Aksi
|
Lobi
|
Jaringan
>
Kampanye 2007
>
Pemerintah
|
Perda
|
Aksi
|
Lobi
|
Jaringan
>
Kampanye 2006
>
Pemerintah
|
Perda
|
Aksi
|
Lobi
|
Jaringan

Peraturan-peraturan Daerah yang Diskriminatif

Lebih dari tiga tahun terakhir, tanda-tanda kekuatan kelompok konservatif berbentuk Perda telah bermunculan di berbagai daerah, paling dominan di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Preseden penting telah terbangun di berbagai daerah dan kerap kali kabupaten yang pertama kali membuat sebuah perda menjadi contoh bagi kabupaten lainnya. Pengajuan UU diajukan oleh Pemda (baik ditingkat kabupaten maupun Provinsi, DPR-D), dan Perda yang berdasarkan Syariah-umumnya merupakan produk posisi politiknya PKS (Partai Keadilan Sejahtera), sama halnya dalam kasus untuk melobby RUU APP (Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi), telah secara terbuka mengakui bahwa mereka merasa dengan masuknya UU berdasarkan hukum Islam akan membuat mereka memenangkan dukungan dari kalangan pemilih Islam dan mengizinkan mereka untuk mengajukan perda sebagai bukti hasil masa kerja mereka di DPRD.

Di Sumatra, aturan-aturan moral berdasarkan Syariah diajukan dalam bentuk Perda yang menilik masalah pelacuran, diajukan di Padang (Sumatra Barat) pada tahun 2001 dan telah diadopsi oleh kabupaten lain, kebanyakan terdiri dari Kepulauan Karimun (Riau), Palembang (South Sumatra), dan Bengkulu (Bengkulu). Perda di Sumatra lebih tertuju pada pembatasan aktivitas masyarakat sesuai dengan yang tercantum dalam Al-Quran, dan menawarkan pengertian yang ketat tentang kata maksiat (tidak ada sesuai dengan aturan moral agama). Perempuan yang ketahuan masih berada di luar rumah setelah pukul 19:00 atau 22:00 (tergantung pada kabupatennya) tanpa didampingi lelaki atau 'alasan yang jelas', dianggap sebagai pelacur dan dapat ditangkap dan ditahan sampai dengan 5 hari tanpa tuduhan yang jelas.
Perempuan miskin
Ketika kami menyelidiki situasi kerja para perempuan di wilayah tersebut baru-baru ini, khususnya masyarakat kalangan miskin, UU tersebut tidak saja membatasi kebebasan dasar mereka, tapi persoalan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup. Banyak perempuan miskin bekerja di pasar lokal, berjualan sayuran. Pasar ini buka antara jam 5 dan 6 di pagi hari, dan umumnya waktu kerja mereka mulai pada tengah malam atau jam 1 dini hari. Selain itu, banyak perempuan yang bekerja secara shift (waktu yang bergantian antara siang dan malam), menghadiri kelas, atau kerja dengan dengan jarak yang jauh dari rumah, pembatasan ini tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Di tambah ketatnya akan kebebasan kaum perempuan, Perda menetapkan semua aksi homosexual sebagai prostitusi. Contohnya, menjadi seorang homosexual cukup menjadi alasan untuk ditangkap oleh polisi tanpa tuduhan atau bukti pelanggaran hukum. Menjadi homosexual saja dapat langsung diadili sebagai prostitusi. Di wilayah Jawa bagian Barat, kabupaten pertama yang menggunakan Islam sebagai dasar hukum adalah Banten, juga di tahun 2001, dalam rangka mengejar kedaulatan sebagai sebuah negara Islam. Jawa Barat terkenal sebagai basis kebangkitan Islam, dan banyak kabupaten lainnya yang mengikutinya, termasuk Tasikmalaya, Cianjur, dan Cirebon. Saat ini, Jawa Barat merupakan wilayah yang paling banyak secara presentasi memberlakukan Perda, juga Tangerang (Banten), dan Depok (Jawa Barat) dalam proses dan Bekasi (Jawa Barat) segera mengikuti. Tiga wilayah ini berbatasan dengan kota Jakarta.
Di Jakarta sendiri, Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, dan Transsexual (LGBT) secara sah dianggap cacat, atau cacat mental, dan tidak dilindungi oleh hukum. Karena tidak adanya perlindungan hukum, banyak LGBT yang masih ditangkap dan ditahan, seringkali tanpa tuduhan ataupun alasan yang jelas, setelah beberapa hari kemudian baru dilepaskan. Dengan tantangan ini, LGBT berada di luar jangkauan hukum namun seringkali dijadikan target, hal ini merupakan ketidakadilan yang Arus Pelangi sedang perjuangkan.
Perda di Jawa Barat membatasi banyak warganya, khususnya kaum perempuan, beberapa menerapkan peraturan menggunakan jilbab dan semua memaksa adanya pembatasan bagi perempuan.
Di Sulawesi gerakan tradisional yang sama terjadi, dasar hukum Syariah muncul antara tahun 2001-2003, mulai di Makassar (Sulawesi Selatan), dan di tiru di Bone (Sulawesi Selatan), Gorontalo (Sulawesi Utara), Ternate (Maluku Utara), dan Maluku Utara (Maluku Utara).

>
>
Kampanye 2008
>
Pemerintah
|
Perda
|
|
|
>
Kampanye 2007
>
Pemerintah
|
|
|
|
>
Kampanye 2006
>
|
|
|
|