Wartawan di Ujung Tanduk

Pimpinan Redaksi Majalah TEMPO di vonis satu tahun penjara. Vonis yang sama kerap dijatuhkan pada bandar narkoba, perampok, atau maling tape recorder. Kalaupun ada perbedaan, dalih pencemaran nama baik, seperti yang disebut KUHP, bak mantera sakti yang bisa menjungkirbalikkan harapan ; bahwa UU Pokok Pers telah berdiri di pondasi yang perkasa.

Hal yang cukup mengejutkan muncul sesudahnya. Kali ini, kepedihan yang dirasa TEMPO tak disertai gumam duka seperti yang bisa ditemui saat TEMPO dibredel rezim orde baru pada tahun 1994. Bahkan waktu itu, WS Rendra sempat jadi motor gerakan kebebasan pers yang meluncur sebagai respon tak puas atas pembredelan. Mahasiswa dan aktifis pro-demokrasi berteriak lantang ; janganlah pers kita dibungkam.
Beberapa tokoh elite politik -lepas dari prasangka bahwa ini kemudian jadi komoditi politik dan popularitas-ikut turun mengacungkan tangan. Goenawan Mohammad tak sendirian. TEMPO tak sendirian. Pun Tabloid Detik, atau EDITOR.

Waktu bergulir cepat, setelah ada perubahan di pusat kekeuasaan, TEMPO lahir kembali. Dengan gaya dan performa sedikit beda, majalah berita mingguan ini melenggang dengan semangat yang tak berbeda dengan masa sebelum pembredelan 1994. Issue awal yang digeber di cover story, liputan khusus tentang kasus perkosaan etnis Tionghoa yang mewarnai kerusuhan pada tahun 1998. Saya ingat betul, saat itu TEMPO sampai dijual dalam bentuk foto kopi, saking dicarinya.

Tahun berganti, TEMPO mendadak berhadapan dengan Tomy Winata, pengusaha. Lewat pergulatan proses hukum yang ketat, TEMPO dinyatakan bersalah. PN Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman satu tahun penjara terhadap Bambang Harymurti, Sang Pemimpin Redaksi, karena dinyatakan terbukti menyiarkan berita bohong yang dengan sengaja menimbulkan keonaran dalam masyarakat, pencemaran nama baik dan tindak pidana fitnah secara bersama-sama terhadap Tomy Winata.

Di sisi lain, Majelis hakim melepas terdakwa Ahmad Taufik dan Teuku Iskandar Ali yang dinyatakan bersalah dalam kasus yang sama, karena mereka dinilai bukan pihak yang harus bertanggungjawab. Di frontpage TempoInteraktif.com, setelah penjelasan ini, ada catatan di akhir ; Keputusan yang dinilai sebagai penanda kembalinya era pemberangusan pers, era perampasan kebebasan pers untuk memenuhi hak informasi masyarakat.

Ya, era keterbukaan yang belakangan membangunkan semangat membangun peradaban yang lebih sehat ternyata berimbas perilaku kontra produktif. Walau diakui, bagi sebagian pihak, kenyataan ini justru membanggakan. Karena pada kenyataannya, pers memang tidak boleh sekedar bebas, tapi bebas dan bertanggung jawab. Pers kita tak boleh berkembang jadi pers Inggris yang konon bisa bebas berbuat, menelanjangi public figure, selebritis bahkan pejabat. Pers kita, harus bisa mendiami porsi minim di ceruk pilar ke empat ; setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Saya jadi ingat pembicaraan dengan seorang teman, wartawan di Jakarta. Katanya, "Ini mungkin buah dari perjuangan kebebasan pers. Selain pers jadi bebas mengontrol, masyarakat juga bisa bebas mengontrol".
Kalaupun ada satu kondisi yang mestinya harus digarisbawahi, bagaimana dengan mekanisme yang wajib dipatuhi? UU Pokok Pers? Atau malah KUHP?

"Jika dokter, punya kode etik yang ditaati. Ketika ada pelanggaran profesi, maka 'pengadilan' dewan etik yang akan menindak," kata teman tadi. Masalahnya, ikatan dokter yang namanya IDI, terbilang solid dan mapan. Bagaimana dengan wartawan? Bisakah AJI, PWI, dan lain-lain, melebur dalam sebuah institusi yang punya satu kode etik wartawan, dan keluasan hati untuk menghormati UU Pokok Pers?

Jika ini terjadi, maka pers kita mungkin malah bergerak mundur, sama halnya dengan saat pers kenal PWI sebagai organisasi profesi yang legal, menurut pemerintah. Jadi harus bagaimana?


daftar artikel

Perang Abadi
Jeffri tergagap. Bagaimana mungkin, gedung perkantoran, plaza, hotel, bank, jalan raya, kendaraan yang lalu lalang di tengah asap knalpot, mendadak raib dan berubah menjadi ladang pembantaian. Ribuan orang berpakaian - astaga!-wayang orang, berjibaku, saling tendang, hajar, sikut, adu pedang, tancap tombak, sabet golok, melahirkan darah dan erang kesakitan.

Antara Robin Hood dan Shawn Fanning
Pernah nonton film Robin Hood? Ya, dia adalah jagoan yang hidup pada abad pertengahan di Inggris. Karena suatu sebab, anak bangsawan ini harus bersembunyi dalam hutan dan bersekutu dengan perompak. Ia juga bersatu dengan kaum pinggiran yang tersingkir dari mahalnya kehidupan kota.

Moralitas dan Kebutuhan Mata
Suzi yang malang. Kapan hari, ia masih leluasa berlenggak-lenggok di kantor. Menyapa teman kerja, satpam, kabag keuangan, office boy sampai boss di ruang direktur.

Mengapa Harus Jakarta?
Mengapa Jakarta masih jadi pusat mimpi? Setiap orang yang ingin sukses dan mewujudkan mimpi, selalu diajak ke Jakarta. Lihat artis-artis dari Bandung, Surabaya atau daerah-daerah luar pulau Jawa, setelah sukses, mereka harus hijarah ke Jakarta.

Filter itu Bernama Akal Sehat
Timothy McVeigh sedang menghitung hari. Lewat proses pengadilan yang berat, McVeigh dinyatakan bersalah atas aksi peledakan bangunan Alferd P Murrah Federal Building di Oklahoma City pada 1995, yang menewaskan sedikitnya 168 orang. Hakim pun tak ragu menjatuhkan hukuman mati. Eksekusi bakal dilakukan 15 Mei mendatang.

Hanya Satu Jalan : Akrabi Internet!
Ada salah satu crew kami bercerita, temannya mau berinteraksi dengan internet gara-gara Iwan Fals. Sejak duduk di bangku SLTP, temannya sudah tergila-gila pada Iwan Fals. Saat kuliah di sebuah PTS Surabaya, ia sudah menghiasi kamarnya dengan koleksi kaset, poster, CD dan lain sebagainya tentang Iwan Fals.

Balada Bocah Seratus Perak
Hampir tiap perempatan jalan kota ini diwarnai pengamen dan pengemis. Ironisnya, sebagian diantara mereka adalah anak-anak.

Cermin Hati di Lampu Remang
Lewat tengah malam yang malas, wajah jalan mulai terasa lengang. Tukang becak dan sopir taksi menepikan sandaran rejekinya, lalu terlelap di jok yang entah berwarna dasar apa. Polisi lalu lintas tak nampak di titik-titik operasi SIM dan STNK. Mungkin mereka sedang butuh istirahat, lelah setelah seharian dihimpit tugas dan kebutuhan hidup yang makin berat.

Dot Com People
Internet adalah inovasi yang revolusioner. "Ia" merubah tatanan baku yang sebelumnya tak pernah jauh dari batasan tempat, waktu, kultur dan masih banyak lagi. Orang bisa berinteraksi dengan siapapun, kapanpun, dimanapun, tanpa harus berpusing-pusing mengurus biaya yang besar, ancaman fisik maupun non fisik.

Ideologi Klakson
Matahari tepat di atas ubun-ubun. Hujan yang biasanya turun deras, siang itu bersembunyi entah di mana. Mungkin sedang ngambek. Mungkin juga sedang ingin menguji, sejauh mana kebutuhan penduduk bumi pada Sang Hujan. Buntutnya, panas datang tiada terkira.

Kontradiksi Hati
Waktu masih duduk di bangku sekolah dasar, Suci selalu mendengar, betapa Indonesia adalah negeri yang kaya, makmur, aman, dan sentosa. Suci juga mendengar, Indonesia punya tanah yang subur. Rakyatnya ramah, murah senyum, dan memiliki toleransi yang mengagumkan.

Mencuri Waktu
Zulkifli duduk gelisah di belakang meja kayu jatinya yang berdiri anggun. Rambutnya tak lagi tersisir dengan rapi, acak-acakan, jadi korban jari-jari tangannya yang terus bergerak. Seperti pikirannya yang diperas untuk memahami sejumlah logika beku, atau matanya yang terus mengikuti baris-baris fakta di berkas kasus yang harus ia tuntaskan.

Mimpi Jadi Superman
Memasuki 100 meter pertama, Roy harus berhadapan dengan lyn bemo yang berhenti mendadak. Tanpa aba-aba yang cukup untuk berbagi waktu dengan akal sehat, sopir lyn itu langsung bergerak ke kiri untuk menjemput penumpang.

Mimpi Kota
Sajak yang bernada putus asa. Tapi Usman, 34, warga Medokan Semampir, dipaksa merasakan setiap saat. Sejak rumah ilegalnya digusur beberapa bulan lalu, ia terpaksa tinggal bersama dua keluarga lain di sebuah rumah darurat. Bulan depan, istrinya hendak melahirkan. Tak terbayang, betapa padat rumah yang ia tempati nanti.

Telkom, Onno dan Internetisasi
Rencana kenaikan tarif telepon sebesar 45,49 persen yang akhirnya disetujui DPR memang mengejutkan. Meski pada waktu yang hampir bebarengan, seabreg barang kebutuhan yang jadi konsumsi wajib sudah lebih dulu naik. Seperti banyak diberitakan media, dalam rapat internal Komisi IV DPR dipimpin Sadjarwo Soekardiman, usulan kenaikan tarif telepon akhirnya bisa dipahami atau disetujui.