Perang Abadi

Jeffri tergagap. Bagaimana mungkin, gedung perkantoran, plaza, hotel, bank, jalan raya, kendaraan yang lalu lalang di tengah asap knalpot, mendadak raib dan berubah menjadi ladang pembantaian. Ribuan orang berpakaian - astaga!-wayang orang, berjibaku, saling tendang, hajar, sikut, adu pedang, tancap tombak, sabet golok, melahirkan darah dan erang kesakitan.

Di sisi kiri dan kanan arena pertempuran, beberapa wartawan sibuk mengabadikan pertempuran ini. Ada wartawan media cetak, portal berita, tabloid gosip, kameraman, fotografer, bahkan boss perusahaan penerbitan. Mereka membuat posko kecil, lengkap dengan piranti komputer dan internet yang super canggih.
Tak mau kalah dengan mereka, di beberapa tempat, nampak stan perusahaan air minum dalam kemasan, soft drink, rokok, dan snack. Karena haus, Jeffri berjalan ke salah satu stan. "Cola satu," katanya sembari melonggarkan dasi mahalnya yang terasa mencekik.

"Mulai kapan ada perang di tengah kota begini?" tanya Jeffri. Si pedagang soft drink hanya tersenyum dan berkata pendek, "Sejak dulu". Demi melihat Jeffri yang tak puas dengan jawabannya, Si Pedagang mulai bercerita, "Ini perang Barata Yudha, pertempuran Pandawa melawan Kurawa. Kami sudah lupa, kapan perang ini dimulai. Yang pasti, sejak ada perang, dagangan saya laku keras".

Jeffri menenggak cola-nya. Segar, tapi tak mampu meredam tubuhnya yang diam-diam gemetar, mirip Parmin Raas yang baru unjuk gemeter di Surabaya beberapa waktu lalu. Tak puas dengan sebotol cola, ia menarik sebatang rokok dari boks-nya, menyalakan, dan menghisap dalam-dalam. Mendadak, ia mendengar Durna berteriak marah, "Siapa bilang Aswatama sudah mati?"

Medan pertempuran hening sejenak. Bima berdiri diam di atas tumpukan mayat yang masing-masing tubuhnya bercerai-berai. Arjuna yang tak jadi melontarkan anak panah.

Durna muntab. Tak ada yang mampu menjawab kegelisahannya ; mencari kebenaran, apakah anaknya masih hidup ataukah sudah mati. Tubuh rapuhnya bergerak ke arah Yudistira yang masih menunduk di atas kereta perang. Kuda-kudanya gelisah, meronta mencari jalan keluar. "Yudistira yang tak pernah berbohong. Katakan padaku, apakah Aswatama sudah mati?" teriak Durna.

Dalam benaknya, ia tak pernah percaya pada kebenaran manapun, selain kata-kata Yudistira. Ia tahu pasti, putra Pandu itu tak pernah berbohong di sekejap hidupnya. Ia juga tahu pasti, menurut skenario para dewa, Yudistira akan mati dan masuk surga, lengkap bersama jiwa dan raganya.
Dan kini, Yudistira yang menjadi salah satu ujung tombak kemenangan Pandawa teruji. Di tengah arena pertempuran, di tengah belantara kota, dan disaksikan para dewa. Ia lirih berujar, "Ya, Aswatama sudah mati…".

Durna luruh dalam kepedihan, tak sempat mendengar Yudistira yang pucat dan mencari celah untuk meralat sebuah kebohongan, "Aswatama yang aku maksud hanyalah seekor gajah". Namun langit keburu gelap gulita. Angin menderu, bangunan-bangunan raksasa di kota sedikit bergetar. Kereta perang yang dinaiki Yudistira, amblas dan menyentuh tanah.

Ketika kepalanya tertunduk, menyesali jalan kemenangan yang disertai kebohongan, Drestajumena melompat ke arah Durna. Senopati Pandawa ini menghunus pedangnya, dan darah muncrat di angkasa. Blitz para fotografer berkelebat, kamera recorder berkelebat, mencari titik fokus yang paling mampu merekam setiap detail.
Durna terkapar, menghembuskan nafas, membuka pintu kemenangan Pandawa. Yudistira kembali mengangkat pedang dengan air mata. Serdadu-serdadu kembali beradu. Pedagang asongan kembali beraksi.

Jeffri tak sadar, kala api rokok yang terselip dijari-jarinya mulai bergerak. Akalnya tak mampu menterjemahkan apa yang baru ia saksikan. Yang pasti, saat ia menjerit dan tangannya terbakar, Barata Yudha hilang begitu saja. Ia kembali berdiri di tengah kota yang padat, sarat asap knalpot, erang klakson, dan bangunan-bangunan kaca.


daftar artikel

Perang Abadi
Jeffri tergagap. Bagaimana mungkin, gedung perkantoran, plaza, hotel, bank, jalan raya, kendaraan yang lalu lalang di tengah asap knalpot, mendadak raib dan berubah menjadi ladang pembantaian. Ribuan orang berpakaian - astaga!-wayang orang, berjibaku, saling tendang, hajar, sikut, adu pedang, tancap tombak, sabet golok, melahirkan darah dan erang kesakitan.

Antara Robin Hood dan Shawn Fanning
Pernah nonton film Robin Hood? Ya, dia adalah jagoan yang hidup pada abad pertengahan di Inggris. Karena suatu sebab, anak bangsawan ini harus bersembunyi dalam hutan dan bersekutu dengan perompak. Ia juga bersatu dengan kaum pinggiran yang tersingkir dari mahalnya kehidupan kota.

Moralitas dan Kebutuhan Mata
Suzi yang malang. Kapan hari, ia masih leluasa berlenggak-lenggok di kantor. Menyapa teman kerja, satpam, kabag keuangan, office boy sampai boss di ruang direktur.

Mengapa Harus Jakarta?
Mengapa Jakarta masih jadi pusat mimpi? Setiap orang yang ingin sukses dan mewujudkan mimpi, selalu diajak ke Jakarta. Lihat artis-artis dari Bandung, Surabaya atau daerah-daerah luar pulau Jawa, setelah sukses, mereka harus hijarah ke Jakarta.

Filter itu Bernama Akal Sehat
Timothy McVeigh sedang menghitung hari. Lewat proses pengadilan yang berat, McVeigh dinyatakan bersalah atas aksi peledakan bangunan Alferd P Murrah Federal Building di Oklahoma City pada 1995, yang menewaskan sedikitnya 168 orang. Hakim pun tak ragu menjatuhkan hukuman mati. Eksekusi bakal dilakukan 15 Mei mendatang.

Hanya Satu Jalan : Akrabi Internet!
Ada salah satu crew kami bercerita, temannya mau berinteraksi dengan internet gara-gara Iwan Fals. Sejak duduk di bangku SLTP, temannya sudah tergila-gila pada Iwan Fals. Saat kuliah di sebuah PTS Surabaya, ia sudah menghiasi kamarnya dengan koleksi kaset, poster, CD dan lain sebagainya tentang Iwan Fals.

Balada Bocah Seratus Perak
Hampir tiap perempatan jalan kota ini diwarnai pengamen dan pengemis. Ironisnya, sebagian diantara mereka adalah anak-anak.

Cermin Hati di Lampu Remang
Lewat tengah malam yang malas, wajah jalan mulai terasa lengang. Tukang becak dan sopir taksi menepikan sandaran rejekinya, lalu terlelap di jok yang entah berwarna dasar apa. Polisi lalu lintas tak nampak di titik-titik operasi SIM dan STNK. Mungkin mereka sedang butuh istirahat, lelah setelah seharian dihimpit tugas dan kebutuhan hidup yang makin berat.

Dot Com People
Internet adalah inovasi yang revolusioner. "Ia" merubah tatanan baku yang sebelumnya tak pernah jauh dari batasan tempat, waktu, kultur dan masih banyak lagi. Orang bisa berinteraksi dengan siapapun, kapanpun, dimanapun, tanpa harus berpusing-pusing mengurus biaya yang besar, ancaman fisik maupun non fisik.

Ideologi Klakson
Matahari tepat di atas ubun-ubun. Hujan yang biasanya turun deras, siang itu bersembunyi entah di mana. Mungkin sedang ngambek. Mungkin juga sedang ingin menguji, sejauh mana kebutuhan penduduk bumi pada Sang Hujan. Buntutnya, panas datang tiada terkira.

Kontradiksi Hati
Waktu masih duduk di bangku sekolah dasar, Suci selalu mendengar, betapa Indonesia adalah negeri yang kaya, makmur, aman, dan sentosa. Suci juga mendengar, Indonesia punya tanah yang subur. Rakyatnya ramah, murah senyum, dan memiliki toleransi yang mengagumkan.

Mencuri Waktu
Zulkifli duduk gelisah di belakang meja kayu jatinya yang berdiri anggun. Rambutnya tak lagi tersisir dengan rapi, acak-acakan, jadi korban jari-jari tangannya yang terus bergerak. Seperti pikirannya yang diperas untuk memahami sejumlah logika beku, atau matanya yang terus mengikuti baris-baris fakta di berkas kasus yang harus ia tuntaskan.

Mimpi Jadi Superman
Memasuki 100 meter pertama, Roy harus berhadapan dengan lyn bemo yang berhenti mendadak. Tanpa aba-aba yang cukup untuk berbagi waktu dengan akal sehat, sopir lyn itu langsung bergerak ke kiri untuk menjemput penumpang.

Mimpi Kota
Sajak yang bernada putus asa. Tapi Usman, 34, warga Medokan Semampir, dipaksa merasakan setiap saat. Sejak rumah ilegalnya digusur beberapa bulan lalu, ia terpaksa tinggal bersama dua keluarga lain di sebuah rumah darurat. Bulan depan, istrinya hendak melahirkan. Tak terbayang, betapa padat rumah yang ia tempati nanti.

Telkom, Onno dan Internetisasi
Rencana kenaikan tarif telepon sebesar 45,49 persen yang akhirnya disetujui DPR memang mengejutkan. Meski pada waktu yang hampir bebarengan, seabreg barang kebutuhan yang jadi konsumsi wajib sudah lebih dulu naik. Seperti banyak diberitakan media, dalam rapat internal Komisi IV DPR dipimpin Sadjarwo Soekardiman, usulan kenaikan tarif telepon akhirnya bisa dipahami atau disetujui.