Ideologi Klakson

Matahari tepat di atas ubun-ubun. Hujan yang biasanya turun deras, siang itu bersembunyi entah di mana. Mungkin sedang ngambek. Mungkin juga sedang ingin menguji, sejauh mana kebutuhan penduduk bumi pada Sang Hujan. Buntutnya, panas datang tiada terkira.

Jalanan Surabaya, seperti biasanya, macet dan terus mengepulkan asap karbon. Suara mesin yang tak pernah dijangkau bengkel berteriak serak, berjibaku dengan makian sopir dan kenyataan hidup yang super pengap.

Di sebuah perempatan tengah kota, lampu merah menyala tak peduli. Kendaraan berjajar jauh dari kesan rapi, menunggu keajaiban jikalau lampu hijau datang lebih cepat dari biasanya. Di kaki lampu merah, ada gelandangan yang terus mengacungkan mangkok peyok. Tak jauh dari tubuh lusuhnya, nampak seorang pria, mungkin umurnya 50 tahun, berdiri di samping sebuah sepeda kerbau. Tampang tuanya berkerut-kerut, rahangnya berkali-kali mengeras. Tepat di belakang Si Pengendara Sepeda Kerbau, ada mobil hitam berkilau megah.

Selang beberapa saat, lampu merah berganti ke hijau. Dalam hitungan detik, suara klakson bersahutan, memekakkan telinga siapa saja yang tak terlindungi kaca mobil dan air conditioner. Selain klakson mobil, truk, bus, lyn, dan sepeda motor tak mau kalah adu suara klakson. Dari speaker motor anak-anak muda yang sudah dimodifikasi, suara kencang melengking. Si Pemilik Motor nampak puas, gara-gara suara klaksonnya tak kalah dengan klakson mobil bahkan truk sekalipun. Potret ini hanya berlangsung beberapa detik.

Karena sejurus kemudian, Lelaki Tua Pengendara Sepeda Kerbau, mendadak berbalik dan menghantam mobil dibelakangnya. Bruak! Tiap orang terpaku di atas jok kendaraan. Tak menyangka bakal ada insiden kecil di perempatan jalan. Lampu hijau yang menyala tak membuat lalu lintas bergerak. Hanya karena Lelaki Tua Pengendara Sepeda Kerbau yang meregang merah padam. "Gak usah nge-bel. Aku gak budeg! Aku ngerti lampu merah harus jalan. Jan***!" makinya luar biasa. Sopir di balik kaca mobil langsung mengkeret. Pucat pasi. Terlebih wanita berparas cantik yang duduk disebelahnya.

Lalu entah berbekal keberanian dari mana, ia membuka kaca dan berkata tulus, "Maaf pak. Sepurane sing kathah". Lalu, Lelaki Tua Pengendara Sepeda Kerbau beringsut menaiki sepeda dan berlalu. Arus kendaraan kembali normal. Mereka yang sempat jadi saksi peristiwa itu hanya bisa geleng kepala. Mungkin menyalahkan Lelaki Tua Pengendara Sepeda Kerbau, mungkin mencari kambing hitam yang lain.

Ya, potret kecil ini barangkali pernah dekat dengan keseharian kita. Potret orang-orang yang tersingkir, karena tak mampu mengimbangi percepatan jaman. Potret orang-orang yang tak mengerti, dibalik cepatnya pergerakan jaman, ada orang-orang yang masih lamban, beradaptasi, menyesuaikan dengan stndar-standar atau hukum-hukum baru, untuk kemudian bergerak pelan ketika sedikit mapan.

Pergerakan jaman memiliki caranya sendiri-sendiri. Sama halnya dengan evolusi alam, yang melahirkan pemahaman bahwa mereka yang mampu bertahan adalah yang paling kuat, paling besar dan paling mampu menyesuaikan diri dengan jaman. Tapi sungguh, apakah ini jadi alasan untuk membiarkan orang kalah makin dikalahkan? Padahal kata Kantata Taqwa, "Orang kalah jangan dihina".

Orang kalah bisa jadi kekuatan luar biasa yang mampu meluluhlantakkan konstalasi yang sebenarnya sudah hampir tercipta. Orang kalah adalah korban pergerakan sebuah ideologi yang kadang terasa hambar dan bengis. Dan sayangnya, pergerakan waktu selalu melahirkan orang kalah baru. Ahh, apalah arti sebuah kontemplasi. -hd laksono


daftar artikel

Perang Abadi
Jeffri tergagap. Bagaimana mungkin, gedung perkantoran, plaza, hotel, bank, jalan raya, kendaraan yang lalu lalang di tengah asap knalpot, mendadak raib dan berubah menjadi ladang pembantaian. Ribuan orang berpakaian - astaga!-wayang orang, berjibaku, saling tendang, hajar, sikut, adu pedang, tancap tombak, sabet golok, melahirkan darah dan erang kesakitan.

Antara Robin Hood dan Shawn Fanning
Pernah nonton film Robin Hood? Ya, dia adalah jagoan yang hidup pada abad pertengahan di Inggris. Karena suatu sebab, anak bangsawan ini harus bersembunyi dalam hutan dan bersekutu dengan perompak. Ia juga bersatu dengan kaum pinggiran yang tersingkir dari mahalnya kehidupan kota.

Moralitas dan Kebutuhan Mata
Suzi yang malang. Kapan hari, ia masih leluasa berlenggak-lenggok di kantor. Menyapa teman kerja, satpam, kabag keuangan, office boy sampai boss di ruang direktur.

Mengapa Harus Jakarta?
Mengapa Jakarta masih jadi pusat mimpi? Setiap orang yang ingin sukses dan mewujudkan mimpi, selalu diajak ke Jakarta. Lihat artis-artis dari Bandung, Surabaya atau daerah-daerah luar pulau Jawa, setelah sukses, mereka harus hijarah ke Jakarta.

Filter itu Bernama Akal Sehat
Timothy McVeigh sedang menghitung hari. Lewat proses pengadilan yang berat, McVeigh dinyatakan bersalah atas aksi peledakan bangunan Alferd P Murrah Federal Building di Oklahoma City pada 1995, yang menewaskan sedikitnya 168 orang. Hakim pun tak ragu menjatuhkan hukuman mati. Eksekusi bakal dilakukan 15 Mei mendatang.

Hanya Satu Jalan : Akrabi Internet!
Ada salah satu crew kami bercerita, temannya mau berinteraksi dengan internet gara-gara Iwan Fals. Sejak duduk di bangku SLTP, temannya sudah tergila-gila pada Iwan Fals. Saat kuliah di sebuah PTS Surabaya, ia sudah menghiasi kamarnya dengan koleksi kaset, poster, CD dan lain sebagainya tentang Iwan Fals.

Balada Bocah Seratus Perak
Hampir tiap perempatan jalan kota ini diwarnai pengamen dan pengemis. Ironisnya, sebagian diantara mereka adalah anak-anak.

Cermin Hati di Lampu Remang
Lewat tengah malam yang malas, wajah jalan mulai terasa lengang. Tukang becak dan sopir taksi menepikan sandaran rejekinya, lalu terlelap di jok yang entah berwarna dasar apa. Polisi lalu lintas tak nampak di titik-titik operasi SIM dan STNK. Mungkin mereka sedang butuh istirahat, lelah setelah seharian dihimpit tugas dan kebutuhan hidup yang makin berat.

Dot Com People
Internet adalah inovasi yang revolusioner. "Ia" merubah tatanan baku yang sebelumnya tak pernah jauh dari batasan tempat, waktu, kultur dan masih banyak lagi. Orang bisa berinteraksi dengan siapapun, kapanpun, dimanapun, tanpa harus berpusing-pusing mengurus biaya yang besar, ancaman fisik maupun non fisik.

Ideologi Klakson
Matahari tepat di atas ubun-ubun. Hujan yang biasanya turun deras, siang itu bersembunyi entah di mana. Mungkin sedang ngambek. Mungkin juga sedang ingin menguji, sejauh mana kebutuhan penduduk bumi pada Sang Hujan. Buntutnya, panas datang tiada terkira.

Kontradiksi Hati
Waktu masih duduk di bangku sekolah dasar, Suci selalu mendengar, betapa Indonesia adalah negeri yang kaya, makmur, aman, dan sentosa. Suci juga mendengar, Indonesia punya tanah yang subur. Rakyatnya ramah, murah senyum, dan memiliki toleransi yang mengagumkan.

Mencuri Waktu
Zulkifli duduk gelisah di belakang meja kayu jatinya yang berdiri anggun. Rambutnya tak lagi tersisir dengan rapi, acak-acakan, jadi korban jari-jari tangannya yang terus bergerak. Seperti pikirannya yang diperas untuk memahami sejumlah logika beku, atau matanya yang terus mengikuti baris-baris fakta di berkas kasus yang harus ia tuntaskan.

Mimpi Jadi Superman
Memasuki 100 meter pertama, Roy harus berhadapan dengan lyn bemo yang berhenti mendadak. Tanpa aba-aba yang cukup untuk berbagi waktu dengan akal sehat, sopir lyn itu langsung bergerak ke kiri untuk menjemput penumpang.

Mimpi Kota
Sajak yang bernada putus asa. Tapi Usman, 34, warga Medokan Semampir, dipaksa merasakan setiap saat. Sejak rumah ilegalnya digusur beberapa bulan lalu, ia terpaksa tinggal bersama dua keluarga lain di sebuah rumah darurat. Bulan depan, istrinya hendak melahirkan. Tak terbayang, betapa padat rumah yang ia tempati nanti.

Telkom, Onno dan Internetisasi
Rencana kenaikan tarif telepon sebesar 45,49 persen yang akhirnya disetujui DPR memang mengejutkan. Meski pada waktu yang hampir bebarengan, seabreg barang kebutuhan yang jadi konsumsi wajib sudah lebih dulu naik. Seperti banyak diberitakan media, dalam rapat internal Komisi IV DPR dipimpin Sadjarwo Soekardiman, usulan kenaikan tarif telepon akhirnya bisa dipahami atau disetujui.