Mencuri Waktu

Zulkifli duduk gelisah di belakang meja kayu jatinya yang berdiri anggun. Rambutnya tak lagi tersisir dengan rapi, acak-acakan, jadi korban jari-jari tangannya yang terus bergerak. Seperti pikirannya yang diperas untuk memahami sejumlah logika beku, atau matanya yang terus mengikuti baris-baris fakta di berkas kasus yang harus ia tuntaskan.
Asap dari batang-batang rokok yang sudah ia hisap dalam enam jam terakhir menyisakan asap tebal. Memenuhi ruangan ber-AC yang super mewah. Foto istri dan anaknya tergantung membisu, tak memberi warna yang biasanya sedikit menenangkan.

Sebagai pengacara handal, ia sudah sering berhadapan dengan kasus mission impossible. Menyelamatkan pejabat atau pengusaha yang korupsi, penimbun sembako, bahkan membebaskan penjahat HAM yang jelas-jelas bersimbah darah. Nah, tadi pagi, ia mendapat klien super ajaib, membawa berkas dengan catatan di sampul map ; Kasus Jaka Tarub.
Pria itu datang dikantornya, mengenakan baju biru muda, dasi bermotif bunga, dan celana warna gelap. Wajahnya bersih, tampan, sungguh layak jika dikontrak main sinetron.

"Nama saya Jaka Tarub. Saya tak punya duwit banyak, tapi punya emas lantakan ratusan batang. Khusus saya datangkan dari surga," kata pria itu. Belum genap Zulkifli mengembalikan akal sehat, ia keburu diserbu data baru, "Saya digugat perempuan yang mestinya jadi istri saya, Nawang Wulan".

Sembari mengeluarkan cerutu beraroma Havana, Jaka Tarub mulai bercerita. Seminggu yang lalu, seperti skenario yang digariskan dari atasannya, ia harus datang ke sebuah sungai untuk menunggu tujuh bidadari mandi.

Dari skrip yang ia baca, mestinya, ia harus mencuri gaun berwarna biru berhias emas permata. Sesudahnya, si pemilik gaun biru berhias emas permata akan ditinggal saudara-saudara perempuannya terbang ke kahyangan, karena masih telanjang tanpa daya.

Masih sejalan dengan skenario yang ada, Jaka kemudian mendengar Sang Dewi bersumpah, "Siapapun yang memberi baju pada diriku, jika dia laki-laki, maka aku rela ia jadikan istri. Jika ia perempuan, aku akan rela jadi saudaranya".
Nah, yang terjadi kemudian agak sedikit berbeda. Jaka memang mencuri gaun biru berhias emas permata. Walau harus diakui, proses ini susahnya luar biasa. Karena sebagai laki-laki normal, Jaka mestinya punya waktu untuk ngintip lebih lama, baru bisa mencuri kemudian.

Jaka mencuri gaun, lalu mendengar Dewi Nawang Wulan menangis tanpa bersumpah. Tak sabar menunggu terlalu lama, Jaka datang menawarkan diri sebagai dewa penolong. Tapi apa daya, yang terjadi sungguh di luar dugaan.

"Kamu pria kurang ajar! Pasti kamu yang nyolong bajuku! Ayo kembalikan, atau kamu aku tuntut di pengadilan!" serang Nawang Wulan. "Saya akan menuntut kamu karena sudah berlaku asusila, ngintip orang mandi, lalu mencuri pakaianku!" tambahnya makin menjadi.

Jaka Tarub kehabisan kata-kata. Ia menyerahkan busana biru berhias emas permata tanpa daya. Dewi Nawang Wulan mengenakan busananya, lalu pergi ke kahyangan. Ia masih sempat meninggalkan ancaman, "Ini tak merubah apapun. Aku tetap menuntut kamu!"

Selang dua hari, Jaka Tarub menerima surat panggilan dari kepolisian, agar memberi laporan dan penjelasan sehubungan dengan tuntutan Dewi Nawang Wulan. Saat proses pembuatan berita acara, beberapa wartawan menyeruak mengabadikan tampang Jaka Tarub yang pucat. Keesokan harinya, koran-koran bertabur headline ; Jaka Tarub dituntut Rp 100 Miliar, Si Tukang Ngintip Orang Mandi Diseret ke Pengadilan, dan masih banyak lagi.

"Itu lah. Anda harus membantu. Saya terdesak. Anda tahu posisi saya, hanya menjalankan tugas atasan. Kalau masyarakat kemudian memojokkan seperti ini, ibu saya jadi malu. Juga Pak Lurah dan tetangga-tetangga. Ingat, saya hanya menjalankan perintah," kata Jaka Tarub.

Zulkifli mencoba berpikir, mencari jalan keluar, peluang, dan ruang berkelit. Kliannya, lagi-lagi, menyalakan sebatang cerutu. "Mengapa setiap ada kasus begini, yang jadi korban kok bawahan?" gumam Jaka Tarub.

Zulkifli mengambil buku besarnya yang terletak di bawah tumpukan koran. Untuk beberapa saat ia melirik beberapa kliping lama. Ada berita tentang kasus penembak mahasiswa Trisakti, tragedi Priok, yang terakhir, kasus VCD polisi yang bagi-bagi amplop. Lalu ia melirik ke arah Jaka Tarub. "Ampuni aku, Tuhan," bisiknya. -hd laksono



daftar artikel

Perang Abadi
Jeffri tergagap. Bagaimana mungkin, gedung perkantoran, plaza, hotel, bank, jalan raya, kendaraan yang lalu lalang di tengah asap knalpot, mendadak raib dan berubah menjadi ladang pembantaian. Ribuan orang berpakaian - astaga!-wayang orang, berjibaku, saling tendang, hajar, sikut, adu pedang, tancap tombak, sabet golok, melahirkan darah dan erang kesakitan.

Antara Robin Hood dan Shawn Fanning
Pernah nonton film Robin Hood? Ya, dia adalah jagoan yang hidup pada abad pertengahan di Inggris. Karena suatu sebab, anak bangsawan ini harus bersembunyi dalam hutan dan bersekutu dengan perompak. Ia juga bersatu dengan kaum pinggiran yang tersingkir dari mahalnya kehidupan kota.

Moralitas dan Kebutuhan Mata
Suzi yang malang. Kapan hari, ia masih leluasa berlenggak-lenggok di kantor. Menyapa teman kerja, satpam, kabag keuangan, office boy sampai boss di ruang direktur.

Mengapa Harus Jakarta?
Mengapa Jakarta masih jadi pusat mimpi? Setiap orang yang ingin sukses dan mewujudkan mimpi, selalu diajak ke Jakarta. Lihat artis-artis dari Bandung, Surabaya atau daerah-daerah luar pulau Jawa, setelah sukses, mereka harus hijarah ke Jakarta.

Filter itu Bernama Akal Sehat
Timothy McVeigh sedang menghitung hari. Lewat proses pengadilan yang berat, McVeigh dinyatakan bersalah atas aksi peledakan bangunan Alferd P Murrah Federal Building di Oklahoma City pada 1995, yang menewaskan sedikitnya 168 orang. Hakim pun tak ragu menjatuhkan hukuman mati. Eksekusi bakal dilakukan 15 Mei mendatang.

Hanya Satu Jalan : Akrabi Internet!
Ada salah satu crew kami bercerita, temannya mau berinteraksi dengan internet gara-gara Iwan Fals. Sejak duduk di bangku SLTP, temannya sudah tergila-gila pada Iwan Fals. Saat kuliah di sebuah PTS Surabaya, ia sudah menghiasi kamarnya dengan koleksi kaset, poster, CD dan lain sebagainya tentang Iwan Fals.

Balada Bocah Seratus Perak
Hampir tiap perempatan jalan kota ini diwarnai pengamen dan pengemis. Ironisnya, sebagian diantara mereka adalah anak-anak.

Cermin Hati di Lampu Remang
Lewat tengah malam yang malas, wajah jalan mulai terasa lengang. Tukang becak dan sopir taksi menepikan sandaran rejekinya, lalu terlelap di jok yang entah berwarna dasar apa. Polisi lalu lintas tak nampak di titik-titik operasi SIM dan STNK. Mungkin mereka sedang butuh istirahat, lelah setelah seharian dihimpit tugas dan kebutuhan hidup yang makin berat.

Dot Com People
Internet adalah inovasi yang revolusioner. "Ia" merubah tatanan baku yang sebelumnya tak pernah jauh dari batasan tempat, waktu, kultur dan masih banyak lagi. Orang bisa berinteraksi dengan siapapun, kapanpun, dimanapun, tanpa harus berpusing-pusing mengurus biaya yang besar, ancaman fisik maupun non fisik.

Ideologi Klakson
Matahari tepat di atas ubun-ubun. Hujan yang biasanya turun deras, siang itu bersembunyi entah di mana. Mungkin sedang ngambek. Mungkin juga sedang ingin menguji, sejauh mana kebutuhan penduduk bumi pada Sang Hujan. Buntutnya, panas datang tiada terkira.

Kontradiksi Hati
Waktu masih duduk di bangku sekolah dasar, Suci selalu mendengar, betapa Indonesia adalah negeri yang kaya, makmur, aman, dan sentosa. Suci juga mendengar, Indonesia punya tanah yang subur. Rakyatnya ramah, murah senyum, dan memiliki toleransi yang mengagumkan.

Mencuri Waktu
Zulkifli duduk gelisah di belakang meja kayu jatinya yang berdiri anggun. Rambutnya tak lagi tersisir dengan rapi, acak-acakan, jadi korban jari-jari tangannya yang terus bergerak. Seperti pikirannya yang diperas untuk memahami sejumlah logika beku, atau matanya yang terus mengikuti baris-baris fakta di berkas kasus yang harus ia tuntaskan.

Mimpi Jadi Superman
Memasuki 100 meter pertama, Roy harus berhadapan dengan lyn bemo yang berhenti mendadak. Tanpa aba-aba yang cukup untuk berbagi waktu dengan akal sehat, sopir lyn itu langsung bergerak ke kiri untuk menjemput penumpang.

Mimpi Kota
Sajak yang bernada putus asa. Tapi Usman, 34, warga Medokan Semampir, dipaksa merasakan setiap saat. Sejak rumah ilegalnya digusur beberapa bulan lalu, ia terpaksa tinggal bersama dua keluarga lain di sebuah rumah darurat. Bulan depan, istrinya hendak melahirkan. Tak terbayang, betapa padat rumah yang ia tempati nanti.

Telkom, Onno dan Internetisasi
Rencana kenaikan tarif telepon sebesar 45,49 persen yang akhirnya disetujui DPR memang mengejutkan. Meski pada waktu yang hampir bebarengan, seabreg barang kebutuhan yang jadi konsumsi wajib sudah lebih dulu naik. Seperti banyak diberitakan media, dalam rapat internal Komisi IV DPR dipimpin Sadjarwo Soekardiman, usulan kenaikan tarif telepon akhirnya bisa dipahami atau disetujui.