Hanya Satu Jalan : Akrabi Internet!

Ada salah satu crew kami bercerita, temannya mau berinteraksi dengan internet gara-gara Iwan Fals. Sejak duduk di bangku SLTP, temannya sudah tergila-gila pada Iwan Fals. Saat kuliah di sebuah PTS Surabaya, ia sudah menghiasi kamarnya dengan koleksi kaset, poster, CD dan lain sebagainya tentang Iwan Fals.

Sayang, saat gelombang internetisasi menjamah peradaban Indonesia, ia sama sekali tak tersentuh. Dalam pikirannya, internet merupakan barang mahal yang layak dijauhi. Selain dianggap produk kapitalis, internet menawarkan nilai-nilai yang berseberangan dengan keyakinan yang dimiliki. Sampai suatu saat, crew kami mengajak dia ke sebuah warnet untuk surfing. Setengah iseng, crew kami berbelok ke sebuah situs yang beralamat www.iwan-fals.com. Sebuah keajaiban tercipta. Temannya langsung duduk di depan komputer dan memainkan mouse-nya. Sesekali ia bergumam, "Iwan... Iwan..".

Satu jam berjalan, dia malah berbisik, "Surfingnya nambah lagi, ya". Crew kami hanya mengangguk. Dalam pikiran crew kami, "Nggak apa-apa, setidaknya pengakses internet di Indonesia bertambah lagi". Kalau jumlah pengakses kita kabarnya masih berkisar di angka 1,5 juta, setidaknya sekarang sudah tambah jadi 1.500.001.
Memang, Indonesia memang agak terbelakang untuk urusan internet. Saat beberapa negara di ASEAN mulai mempopulerkan internet dengan memperbaiki infrastruktur pendukung, Indonesia malah berposisi adem ayem. Data dari International Data Center (IDC) menunjukkan, Indonesia memang jauh ketinggalan dibanding Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina. Salah satu alasannya, infrastruktur komunikasi yang kita miliki memang belum banyak membantu.

Kemudahan dan biaya koneksi telepon di Singapura dan Malaysia, kenyataannya jauh lebih bagus ketimbang Indonesia. IDC juga mencatat, untuk mengadopsi teknologi wireless saja, Indonesia dianggap terlambat sekitar 18 bulan dibanding negara-negara ASEAN.

Tak heran bila I Nyoman Pujawan, pioner www.e-gagas.com berani memprediksi, kita perlu lima sampai 10 tahun untuk melihat 20 persen dari pendukuk Indonesia bisa menikmati kemudahan berinternet. Meski baru pernyataan yang masuk dalam tataran perumpamaan, apa yang digagas Pujawan memang beralasan. Dikatakan, dalam 10 tahun mendatang, jumlah masyarakat Indonesia yang memiliki akses ke internet belum mencapai 20 persen. Meski beberapa pelaku swasta seperti M-Web dan Lippo mulai masuk dalam bisnis warnet secara besar-besaran, secara umum, jumlah warnet ini belum cukup banyak membantu masyarakat untuk mengakses internet.

Kelambatan untuk menaikkan angka 1 persen ini memang dipengaruhi banyak hal. Misalnya peraturan pemerintah yang mengenakan pajak 20 persen pada produk-produk komputer. Banyak pakar TI menilai, kebijakan ini sangat menghambat masyarakat Indonesia untuk mengadopsi teknologi informasi.

Dalam sebuah kesempatan, Rahadian Nugraha Agung SE, desainer web yang karyanya masuk di Coolhomepages.com pernah mengatakan, saat bisnis internet sedang booming, tak ada gelagat bakal ada perbaikan infrastruktur. Saat orang membuat portal gede-gedean, viewer di Indonesia paling banyak 1 persen dari total penduduk. Dengan pembangunan infrastruktur yang memadai, anggapan bahwa internet itu mahal, karena masih berkaitan dengan pulsa telepon bisa dihindari.

Harusnya? Jangan halangi orang berinternet. Karena internet adalah jendela raksasa yang mengajak kita masuk dalam rimba informasi. Biarkan orang memanfaatkan internet untuk mencari info tentang Iwan Fals, Megawati, Gus Dur, perkembangan politik yang terjadi dalam hitungan detik, laju ekonomi, atau terapi pengobatan alternatif.

Setelah melek produk TI, baru bicara filter dan pola. Bukankah untuk menilai baik buruk tak bisa dilakukan dengan melihat dari satu sudut pandang? [Artikel ini pernah diplikasikan di Tabloid e-NET]



daftar artikel

Perang Abadi
Jeffri tergagap. Bagaimana mungkin, gedung perkantoran, plaza, hotel, bank, jalan raya, kendaraan yang lalu lalang di tengah asap knalpot, mendadak raib dan berubah menjadi ladang pembantaian. Ribuan orang berpakaian - astaga!-wayang orang, berjibaku, saling tendang, hajar, sikut, adu pedang, tancap tombak, sabet golok, melahirkan darah dan erang kesakitan.

Antara Robin Hood dan Shawn Fanning
Pernah nonton film Robin Hood? Ya, dia adalah jagoan yang hidup pada abad pertengahan di Inggris. Karena suatu sebab, anak bangsawan ini harus bersembunyi dalam hutan dan bersekutu dengan perompak. Ia juga bersatu dengan kaum pinggiran yang tersingkir dari mahalnya kehidupan kota.

Moralitas dan Kebutuhan Mata
Suzi yang malang. Kapan hari, ia masih leluasa berlenggak-lenggok di kantor. Menyapa teman kerja, satpam, kabag keuangan, office boy sampai boss di ruang direktur.

Mengapa Harus Jakarta?
Mengapa Jakarta masih jadi pusat mimpi? Setiap orang yang ingin sukses dan mewujudkan mimpi, selalu diajak ke Jakarta. Lihat artis-artis dari Bandung, Surabaya atau daerah-daerah luar pulau Jawa, setelah sukses, mereka harus hijarah ke Jakarta.

Filter itu Bernama Akal Sehat
Timothy McVeigh sedang menghitung hari. Lewat proses pengadilan yang berat, McVeigh dinyatakan bersalah atas aksi peledakan bangunan Alferd P Murrah Federal Building di Oklahoma City pada 1995, yang menewaskan sedikitnya 168 orang. Hakim pun tak ragu menjatuhkan hukuman mati. Eksekusi bakal dilakukan 15 Mei mendatang.

Hanya Satu Jalan : Akrabi Internet!
Ada salah satu crew kami bercerita, temannya mau berinteraksi dengan internet gara-gara Iwan Fals. Sejak duduk di bangku SLTP, temannya sudah tergila-gila pada Iwan Fals. Saat kuliah di sebuah PTS Surabaya, ia sudah menghiasi kamarnya dengan koleksi kaset, poster, CD dan lain sebagainya tentang Iwan Fals.

Balada Bocah Seratus Perak
Hampir tiap perempatan jalan kota ini diwarnai pengamen dan pengemis. Ironisnya, sebagian diantara mereka adalah anak-anak.

Cermin Hati di Lampu Remang
Lewat tengah malam yang malas, wajah jalan mulai terasa lengang. Tukang becak dan sopir taksi menepikan sandaran rejekinya, lalu terlelap di jok yang entah berwarna dasar apa. Polisi lalu lintas tak nampak di titik-titik operasi SIM dan STNK. Mungkin mereka sedang butuh istirahat, lelah setelah seharian dihimpit tugas dan kebutuhan hidup yang makin berat.

Dot Com People
Internet adalah inovasi yang revolusioner. "Ia" merubah tatanan baku yang sebelumnya tak pernah jauh dari batasan tempat, waktu, kultur dan masih banyak lagi. Orang bisa berinteraksi dengan siapapun, kapanpun, dimanapun, tanpa harus berpusing-pusing mengurus biaya yang besar, ancaman fisik maupun non fisik.

Ideologi Klakson
Matahari tepat di atas ubun-ubun. Hujan yang biasanya turun deras, siang itu bersembunyi entah di mana. Mungkin sedang ngambek. Mungkin juga sedang ingin menguji, sejauh mana kebutuhan penduduk bumi pada Sang Hujan. Buntutnya, panas datang tiada terkira.

Kontradiksi Hati
Waktu masih duduk di bangku sekolah dasar, Suci selalu mendengar, betapa Indonesia adalah negeri yang kaya, makmur, aman, dan sentosa. Suci juga mendengar, Indonesia punya tanah yang subur. Rakyatnya ramah, murah senyum, dan memiliki toleransi yang mengagumkan.

Mencuri Waktu
Zulkifli duduk gelisah di belakang meja kayu jatinya yang berdiri anggun. Rambutnya tak lagi tersisir dengan rapi, acak-acakan, jadi korban jari-jari tangannya yang terus bergerak. Seperti pikirannya yang diperas untuk memahami sejumlah logika beku, atau matanya yang terus mengikuti baris-baris fakta di berkas kasus yang harus ia tuntaskan.

Mimpi Jadi Superman
Memasuki 100 meter pertama, Roy harus berhadapan dengan lyn bemo yang berhenti mendadak. Tanpa aba-aba yang cukup untuk berbagi waktu dengan akal sehat, sopir lyn itu langsung bergerak ke kiri untuk menjemput penumpang.

Mimpi Kota
Sajak yang bernada putus asa. Tapi Usman, 34, warga Medokan Semampir, dipaksa merasakan setiap saat. Sejak rumah ilegalnya digusur beberapa bulan lalu, ia terpaksa tinggal bersama dua keluarga lain di sebuah rumah darurat. Bulan depan, istrinya hendak melahirkan. Tak terbayang, betapa padat rumah yang ia tempati nanti.

Telkom, Onno dan Internetisasi
Rencana kenaikan tarif telepon sebesar 45,49 persen yang akhirnya disetujui DPR memang mengejutkan. Meski pada waktu yang hampir bebarengan, seabreg barang kebutuhan yang jadi konsumsi wajib sudah lebih dulu naik. Seperti banyak diberitakan media, dalam rapat internal Komisi IV DPR dipimpin Sadjarwo Soekardiman, usulan kenaikan tarif telepon akhirnya bisa dipahami atau disetujui.