Telkom, Onno dan Internetisasi

Rencana kenaikan tarif telepon sebesar 45,49 persen yang akhirnya disetujui DPR memang mengejutkan. Meski pada waktu yang hampir bebarengan, seabreg barang kebutuhan yang jadi konsumsi wajib sudah lebih dulu naik. Seperti banyak diberitakan media, dalam rapat internal Komisi IV DPR dipimpin Sadjarwo Soekardiman, usulan kenaikan tarif telepon akhirnya bisa dipahami atau disetujui.

Sedikit menghibur, laju kenaikan dibagi dalam tiga tahap, tahun pertama 21,49 persen, kedua 18 persen dan ketiga 6 persen. Meski tiga tahap, yang namanya kenaikan tetap memunculkan beban. Kalau kencan lewat telepon yang biasanya habis 2.500 perak, setelah naik di tahun pertama jadi Rp 3.037,25. Berhubung mata uang kita tak mengenal 0,25, biasanya beban jadi Rp 3.050. Ini baru angka-angka yang berseliweran di aktifitas yang sederhana.

Di sebuah perusahaan yang kerap melibatkan telepon sebagai bagian dari aktifitas rutin, angka tagihan telepon bisa bermakna Rp 2 juta, Rp 20 juta atau lenih. Kenaikan di tahun pertama, angka ini berkembang menjadi Rp 2.429.800 dan seterusnya. Di sektor lain, bayang-bayang biaya berinternet bakal naik pun mulai nampak di depan mata. Padahal baru beberapa bulan lalu, para netter sempat berlega hati gara-gara munculnya inovasi yang bisa menekan biaya berinternet. Dulu, mereka harus bayar bea sewa internet Rp 5.000 sampai Rp 7.000 per jam.

Setelah itu, dengan waktu yang sama, biaya yang dibutuhkan bisa turun jadi Rp 3.000 bahkan Rp 2.500. Masih untung, dalam rapat itu DPR mengatakan, mereka memahami bahwa teknologi telekomunikasi terlanjur berkembang cepat. Ya, perkembangan teknologi komunikasi telah melaju dengan cepat. Satu hal lagi, masyarakat yang mengadopsi produk itu dari waktu ke waktu mulai bertambah dan terus bertambah. Permasalahannya, bila biaya memanfaatkan produk telekomunikasi kian melangit, masihkah mereka mampu menjangkau? Berbekal keprihatinan itu, Onno W Purbo, pakar internet Indonesia, mengirim surat protes terbuka ke meja para wakil rakyat di DPR.

Dikatakan, ia merasa prihatin saat mendengar rencana penaikan tarif telekomunikasi. "Rasanya kami yang berada di masyarakat masih kurang diinformasikan tentang latar belakang dan perhitungan yang dilakukan sampai mencapai kesimpulan bahwa tarif harus dinaikan 40 persen," tulis Ono. Tak berhenti di situ, Onno menambahkan, "Melihat kenyataan di lapangan, rekan-rekan kami di dunia Internet ternyata sering kali berbenturan dengan oknum PT Telkom maupun pihak berwenang PT Telkom yang banyak mengambil keuntungan sesaat karena mereka adalah satu-satunya operator telekomunikasi melalui kabel (wire) di Indonesia".

Sering, lanjut Onno, Quality of Service yang dijanjikan tidak bisa dipenuhi. Tetapi pelanggan tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka adalah satu-satunya operator. "Apakah fair kenaikan tarif dengan layanan yang diberikan Telkom kepada masyarakat? Logikanya semakin mahal, semakin baik, ini rasanya kebalikannya yang terjadi," gugat Onno. Tanpa mengatasnamakan dirinya sebagai wakil rakyat, tokoh berambut kriwul ini menutup suratnya dengan beberapa masukan. Diantaranya, operasionalkan dahulu UU 36/1999. Walaupun September 2000 lalu UU 36/1999 harusnya sudah berlaku, tidak ada satupun operator tandingan Telkom yang bisa masuk. Karena secara praktek di lapangan, regulator masih memproteksi Telkom. Rasanya Menteri Perhubungan lebih banyak menahan draft Kepmen dan juklak UU 36/1999. Akibatnya, semua dipending tanpa batas yang pasti. "Buka dan permudah semua ijin untuk Internet Telephony dan Voice over Internet Protocol (VoIP) dan ijinkan operator tandingan ini untuk membypass SLJJ dan SLI yang mahal," tulis Onno lagi.

Lebih menukik lagi, Onno juga menuntut pembebasan ijin frekuensi untuk data kecepatan tinggi dan internet di frekuensi 2,4GHz, 3,5Ghz, 5GHz dan 5,8GHz. Sebagai tuntutan atau usulan terakhir, ia meminta agar praktek monopoli Telkom kepada ISP dan internet yang menyulitkan segera dibersihkan. Onno menulis, mereka kerap memersulit masyarakat dalam memperoleh saluran E1 bahkan menaikan abodemen dial-in port yang jelas menaikan pulsa mereka. Meski belum ada tanggapan berarti, suara ini seperti memberi banyak pengertian. Karena siapapun tahu, internet sudah nyaris jadi bagian integral dari aktifitas kita. Baik mereka yang biasa berkendaraan dengan sedan mulus mengkilap, atau mereka yang masih suka bergelayutan di bus kota. Internet adalah milik kita. Sembari berharap-harap cemas, bolehlah kita bermimpi. Bahwa para wakil rakyat kita mau bersikap lebih arif. Bahwa internet masih jadi sahabat bersahaja yang memberi banyak kesempatan. Bahwa suara Onno adalah suara kita. Bahwa kita masih berpeluang untuk menjelajah alam wawasan yang bebas tanpa batas. Ya, berharap sajalah [Artkel ini pernah dipublikasikan di tabloid e-NET]


daftar artikel

Perang Abadi
Jeffri tergagap. Bagaimana mungkin, gedung perkantoran, plaza, hotel, bank, jalan raya, kendaraan yang lalu lalang di tengah asap knalpot, mendadak raib dan berubah menjadi ladang pembantaian. Ribuan orang berpakaian - astaga!-wayang orang, berjibaku, saling tendang, hajar, sikut, adu pedang, tancap tombak, sabet golok, melahirkan darah dan erang kesakitan.

Antara Robin Hood dan Shawn Fanning
Pernah nonton film Robin Hood? Ya, dia adalah jagoan yang hidup pada abad pertengahan di Inggris. Karena suatu sebab, anak bangsawan ini harus bersembunyi dalam hutan dan bersekutu dengan perompak. Ia juga bersatu dengan kaum pinggiran yang tersingkir dari mahalnya kehidupan kota.

Moralitas dan Kebutuhan Mata
Suzi yang malang. Kapan hari, ia masih leluasa berlenggak-lenggok di kantor. Menyapa teman kerja, satpam, kabag keuangan, office boy sampai boss di ruang direktur.

Mengapa Harus Jakarta?
Mengapa Jakarta masih jadi pusat mimpi? Setiap orang yang ingin sukses dan mewujudkan mimpi, selalu diajak ke Jakarta. Lihat artis-artis dari Bandung, Surabaya atau daerah-daerah luar pulau Jawa, setelah sukses, mereka harus hijarah ke Jakarta.

Filter itu Bernama Akal Sehat
Timothy McVeigh sedang menghitung hari. Lewat proses pengadilan yang berat, McVeigh dinyatakan bersalah atas aksi peledakan bangunan Alferd P Murrah Federal Building di Oklahoma City pada 1995, yang menewaskan sedikitnya 168 orang. Hakim pun tak ragu menjatuhkan hukuman mati. Eksekusi bakal dilakukan 15 Mei mendatang.

Hanya Satu Jalan : Akrabi Internet!
Ada salah satu crew kami bercerita, temannya mau berinteraksi dengan internet gara-gara Iwan Fals. Sejak duduk di bangku SLTP, temannya sudah tergila-gila pada Iwan Fals. Saat kuliah di sebuah PTS Surabaya, ia sudah menghiasi kamarnya dengan koleksi kaset, poster, CD dan lain sebagainya tentang Iwan Fals.

Balada Bocah Seratus Perak
Hampir tiap perempatan jalan kota ini diwarnai pengamen dan pengemis. Ironisnya, sebagian diantara mereka adalah anak-anak.

Cermin Hati di Lampu Remang
Lewat tengah malam yang malas, wajah jalan mulai terasa lengang. Tukang becak dan sopir taksi menepikan sandaran rejekinya, lalu terlelap di jok yang entah berwarna dasar apa. Polisi lalu lintas tak nampak di titik-titik operasi SIM dan STNK. Mungkin mereka sedang butuh istirahat, lelah setelah seharian dihimpit tugas dan kebutuhan hidup yang makin berat.

Dot Com People
Internet adalah inovasi yang revolusioner. "Ia" merubah tatanan baku yang sebelumnya tak pernah jauh dari batasan tempat, waktu, kultur dan masih banyak lagi. Orang bisa berinteraksi dengan siapapun, kapanpun, dimanapun, tanpa harus berpusing-pusing mengurus biaya yang besar, ancaman fisik maupun non fisik.

Ideologi Klakson
Matahari tepat di atas ubun-ubun. Hujan yang biasanya turun deras, siang itu bersembunyi entah di mana. Mungkin sedang ngambek. Mungkin juga sedang ingin menguji, sejauh mana kebutuhan penduduk bumi pada Sang Hujan. Buntutnya, panas datang tiada terkira.

Kontradiksi Hati
Waktu masih duduk di bangku sekolah dasar, Suci selalu mendengar, betapa Indonesia adalah negeri yang kaya, makmur, aman, dan sentosa. Suci juga mendengar, Indonesia punya tanah yang subur. Rakyatnya ramah, murah senyum, dan memiliki toleransi yang mengagumkan.

Mencuri Waktu
Zulkifli duduk gelisah di belakang meja kayu jatinya yang berdiri anggun. Rambutnya tak lagi tersisir dengan rapi, acak-acakan, jadi korban jari-jari tangannya yang terus bergerak. Seperti pikirannya yang diperas untuk memahami sejumlah logika beku, atau matanya yang terus mengikuti baris-baris fakta di berkas kasus yang harus ia tuntaskan.

Mimpi Jadi Superman
Memasuki 100 meter pertama, Roy harus berhadapan dengan lyn bemo yang berhenti mendadak. Tanpa aba-aba yang cukup untuk berbagi waktu dengan akal sehat, sopir lyn itu langsung bergerak ke kiri untuk menjemput penumpang.

Mimpi Kota
Sajak yang bernada putus asa. Tapi Usman, 34, warga Medokan Semampir, dipaksa merasakan setiap saat. Sejak rumah ilegalnya digusur beberapa bulan lalu, ia terpaksa tinggal bersama dua keluarga lain di sebuah rumah darurat. Bulan depan, istrinya hendak melahirkan. Tak terbayang, betapa padat rumah yang ia tempati nanti.

Telkom, Onno dan Internetisasi
Rencana kenaikan tarif telepon sebesar 45,49 persen yang akhirnya disetujui DPR memang mengejutkan. Meski pada waktu yang hampir bebarengan, seabreg barang kebutuhan yang jadi konsumsi wajib sudah lebih dulu naik. Seperti banyak diberitakan media, dalam rapat internal Komisi IV DPR dipimpin Sadjarwo Soekardiman, usulan kenaikan tarif telepon akhirnya bisa dipahami atau disetujui.