|
---------------
13. Tidak Kikir
---------------
Disebutkan dalam Hadits berikut:
Dari 'Aisyah, ujarnya: Susungguhnya Hindun datang kepada Nabi saw, lalu
berkata: "Wahai Rasulullah, Abu Sufyan adalah orang yang kikir dan tidak
mau memberikan belanja yang cukup untukku dan anakku sehingga terpaksa aku
mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya." Beliau bersabda:
"Ambillah sekedar cukup untuk dirimu dan anakmu dengan wajar!" (H.R.
Bukhari, Muslim, Ahmad, Nasa'i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Penjelasan :
Sifat kikir adalah kebalikan dari sifat dermawan. Orang yang kikir enggan
mengeluarkan uang atau hartanya untuk kepentingan apa pun. Sebaliknya,
orang dermawan suka mengeluarkan harta atau uangnya untuk kepentingan yang
bermanfaat, baik untuk dirinya sendiri, keluarga maupun orang lain.
Kikir menurut agama, yaitu tidak mau membelanjakan hartanya untuk
kebaikan, seperti menolong orang miskin, membantu kerabatnya yang
kekurangan, atau membantu kepentingan agama, seperti membangun madrasah
atau masjid. Juga disebut kikir orang yang tidak mau mengeluarkan biaya
atau uangnya untuk menjaga kesehatannya sehingga sakit-sakitan.
Hadits di atas menceritakan kasus seorang suami kikir yang menyebabkan
istrinya mengalami kekurangan belanja untuk kepentingan diri dan
anak-anaknya. Ia terpaksa mengambil uang suami tanpa sepengetahuannya.
Tindakannya menyebabkan dirinya merasa berdosa, lalu datang kepada
Rasulullah saw mengadukan keadaan dirinya itu. Oleh Rasulullah saw dijawab
bahwa tindakannya yang terpaksa mengambil uang suami tanpa
sepengatahuannya untuk belanja diri dan anak-anaknya tidak berdosa selagi
sekedar untuk memenuhikebutuhannya secara layak.
Dalam kehidupan rumah tangga sudah pasti diperlukan belanja secara wajar
agar kebutuhan fisik minimum keluarga terpenuhi dengan baik. Suami,
sebagai kepala keluarga, bertanggung jawab atas kehidupan ustri dan
anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya. Apabila suami bertindak
sebaliknya, tentu istrinya akan melakukan tindakan yang tidak terpuji,
seperti mengambil uang dari saku suaminya tanpa sepengetahuannya untuk
memenuhi kebutuhan belanja.
Seorang suami harus mengetahui berapa besar kebutuhan belanja minimum
keluarganya agar mereka hidup layak dan sehat. Ia tidak bisa secara
sepihak menetapkan besarnya belanja sehari-hari tanpa mempedulikan
harga-harga kebutuhan sehari-hari yang riil di pasar. Ia harus selalu
dapat mengikuti perkembangan harga kebutuhan sehari-hari sehingga istri
dan anak-anaknya tidak mengalami kekurangan.
Para perempuan muslim sewajarnya mengetahui apakah calon suaminya bersifat
dermawan atau bersifat kikir. Jika ternyata yangbersangkutan bersifat
kikir, tentu sifatnya akan merugikan kehidupan istri dan anak-anaknya.
Mereka akan selalu hidup dalam kekurangan seperti yang dialami Hindun,
istri Abu Sufyan, yang tersebut dalam Hadits di atas. keadaan semacam ini
sudah tentu tidak diinginkan oleh istri mana pun.
Akan tetapi, seorang perempuan pemboros atau konsumtif tidak bisa begitu
saja menilai kikir seorang laki-laki, sebab tolok ukur kikir menurut agama
bukan ketidakmauannya memberi apa yang menjadi permintaanya, melainkan
ketidakmauannya memberikan harta untuk hal yang bermanfaat, bukan yang
sia-sia.
Para istri menghendaki agar dirinya diberi belanja yang cukup oleh
suaminya sehingga pemenuhan kebutuhan fisiknya terjamin dengan baik. Tanpa
terjaminnya kebutuhan fisik makan dan minum yang memenuhi standar,
kesehatan yang bersangkutan tentu tidak terjamin dengan baik. Bukankah
seorang perempuan dituntut untuk sehat, baik fisik maupun mentalnya, agar
dapat melayani suaminya dengan baik. Oleh karena itulah, ia perlu mencari
suami yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan belanja dengan layak bagi
istri dan anak-anaknya.
Agar seorang perempuan kelak tidak terjerumus melakukan pengambilan uang
atau harta suami tanpa sepengetahuan yang bersangkutan seperti yang
terjadi pada kasus Hindun di atas, ada baiknya sebelum berumah tangga
lebih dahulu menyelidiki calon suaminya apakah ia bersifat kikir atau
dermawan. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh, antara lain:
1. Menanyakan sifat yang bersangkutan kepda teman atau tetangga atau
kerabat dekatnya apakah dia bersifat kikir atau dermawan.
2. Menguji yang bersangkutan dengan beberapa kasus yangdapat digunakan
untuk mengecek sifatnya, misalnya diminta untuk membantu memenuhi
kebutuhan anak yatim atau orang jompo. Jika ternyata dia menolak atau
memberikannya tetapi tak layak, berarti yang bersangkutan adalah orang
kikir.
3. Meneliti kebiasaan keluarganya apakah mereka orang yang kikir atau
dermawan. Jika mereka termasuk keluarga dermawan, ada harapan bahwa
anak-anaknya juga termasuk dermawan.
Para perempuan muslim perlu memperhatikan sifat laki-laki yang akan
menjadi suaminya apakah ia kikir atau dermawan. Tujuannya supaya mereka
kelak tidak menyesal dan tidak menghadapi kesulitan dalam manjalankan
bahtera rumah tangga. Insya Allah, dengan suami yang dermawan hidupnya
akan berkecukupan dan berada dalam kebahagiaan karena suami selalu
memenuhi kebutuhannya dan memperhatikan kepentingannya. hal inilah yang
selalu menjadi dambaan seorang istri dalam kehidupan berumah tangga
sehingga dapat mengantarkan dirinya mencapai keluarga sakinah, penuh
dengan kasih sayang dan ketentraman.***
|