|
--------------------------------------------
08. Kualitas Dirinya Setaraf atau Lebih Baik
--------------------------------------------
Disebutkan dalm Hadits berikut :
"Manusia itu ibarat barang tambang, ada yang emas dan ada yang perak.
Mereka yang terbaik pada zaman Jahiliyah, tetap terbaik pula pada zaman
Islam, asalkan mereka memahami agama." (H.R. Bukhari)
Penjelasan :
Hadits di atas menerangkan bahwa kualitas manusia berbeda-beda sebagaimana
kualitas barang tambang; ada emas, perak, perunggu dan lainnya. Kualitas
orang dinilai baik bilamana ia mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang
baik, terutama sekali pendidikan dan pembinaan agama sebagaimana yang
diajarkan oleh Islam.
Kualitas yang dituntut oleh Islam bukanlah kualitas materiil, melainkan
kualitas keagamaan mencakup pengetahuan, intelektual, mental, emosi,
ketaatan serta kesungguhan dan keteguhan berpegang pada ajaran Allah dan
Rasul-Nya.
Pengetahuan agama yaitu pengetahuan tentang Al-Qur'an dan Hadits Nabi SAW
sebagai sumber ajaran Islam.
Intelektual yaitu kemampuan untuk menggunakan akal secara jernih untuk
memecahkan kesulitan.
Mental yaitu pikiran dan sikap yang baik sehingga tahu bagaimana seseorang
harus berlaku baik kepada orang lain sesuai tuntunan Islam dan
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya.
Emosi yaitu kemampuan untuk bersikap tenang dan mengendalikan perasaan
sehingga tidak dikuasai oleh perasaan permusuhan, kebencian, atau marah
dalam menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.
Ketaatan yaitu kesungguhan secara ikhlas mengikuti aturan-aturan agama dan
aturan lain yang tidak menyalahi agama.
Kesungguhan dan keteguhan adalah kemantapan berpegang pada aturan agama
walaupun menghadapi berbagai macam rintangan.
Seseorang harus memiliki keenam hal tersebut agar tidak mudah terjerumus
ke
dalam kesalahan dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya.
Untuk mengetahui kualitas diri dan pribadi calon suami dapat ditempuh
upaya-upaya antara lain:
1. Mengetes yang bersangkutan tentang hal-hal berikut:
1.a. Pengetahuan agamanya.
1.b. Inteletualnya, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya bila dia
tidak mempunyai uang untuk pulang, sedangkan dia mendapat kabar orang tua
di kampung sakit keras.
1.c. Mentalnya, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya bila dia
diamanahi uang untuk disampaikan kepada orang lain, sedangkan pada saat
yang sama dia memerlukan uang untuk berobat.
1.d. Emosinya, misalnya dengan menanggapi apa yang dia lakukan bila
terlambat mendapat bagian makanan.
1.e. Ketaatannya, misalnya dengan menanggapi bagaimana sikapnya jika dia
dilarang masuk ke suatu ruangan, sedangkan di tempat itu dompetnya
tertinggal.
1.f. Kesungguhan dan keteguhan, misalnya dengan menanggapi bagaimana
sikapnya bila disuruh menjaga pintu keluar masuk karyawan, apakah orang
yang terlambat dilarang dengan tegas supaya tidak masuk walaupun ia saud
aranya sendiri atau calon sitri.
2. mengetahui tingkat pendidikan yang bersangkutan karena hal ini
berpengaruh pada intelektualitasnya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya,
akan semakin tinggi pula intelektualnya. Dengan tingkat intelektual yang
tinggi, seseorang akan mampu memecahkan permasalahan secara rasional dan
baik. Hal ini amat diperlukan oleh seseorang yang menjadi pimpinan dan
penanggung jawab rumah tangga.
Dengan mengetahui kualitas calon suami, perempuan yang akan menjadi
istrinya akan dapat mengukur apakah yang bersangkutan setaraf dengan
dirinya atau tidak.
Pasangan suami istri yang memiliki kualitas pribadi yang setaraf akan bisa
menciptakan pergaulan yang baik sehingga tidak akan terjadi kesenjangan
pikiran. Adanya perbedaan kualitas diri suami dan istri akan menimbulkan
kesulitan dalam mengadakan komunikasi yang baik dan kesulitan untuk saling
memahami keinginan yang masing-masing.
Walaupun menurut agama tidak ada larangan menjalin perkawinan dengan
pasangan yang miliki perbedaan kualitas diri dalam praktek pergaulan
sehari-hari hal ini dapat menumbulkan dampak negatif. Hal semacam ini
tentu tidak dikehendaki oleh siapapun.
Para perempuan memang sangat mendambakan calon suaminya memiliki kelebihan
daripada dirinya supaya perjalanan hidup rumah tangganya dipenuhi suasana
bahagia dan penuh kesejahteraan. Islam pun menegaskan bahwa salah satu
dari fungsi perkawinan adalah terciptanya suasana akrab sakinah, mawaddah dan
rahmah. Semua ini hanya bisa dicapai bila laki-laki yang menjadi suaminya
benar-benar berkualitas dan berpribadi baik.
Jadi, para perempuan benar-benar harus memperhatikan kualitas calon
suaminya apakah lebih baik, setaraf ataukah lebih rendah daripada dirinya.
Bila laki-laki yang dimaksud setaraf atau lebih baik, orang semacam ini
sangat baik menjadi suami. Akan tetapi, jika lebih rendah, hendaklah
mereka mempertimbangkan penerimaanya sebagai suami. Hal ini perlu dilakukan
sebab dengan kualitas suami yang lebih rendah besar kemungkinan akan timbul
banyak permasalahan dalam membina rumah tangga kelak. Berumah tangga
dengan suami semacam itu tentu akan lebih sulit menciptakan suasana harmonis,
bahagia dan penuh kasih sayang. Bukankah tujuan berumah tangga adalah
meraih kehidupan yang lebih bahagia, penuh ketenangan dan kasih sayang.***
|