HTML Clinik

7

15 PETUNJUK MEMILIH SUAMI

Home

15 Petunjuk memilih Suami

Oleh : Drs. M. Thalib

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10

11 12 13 14 15

-------------------------
07. Mandiri dalam Ekonomi
-------------------------

Rasulullah SAW bersabda :

"Hai golongan pemuda, barangsiapa di antara kamu ada yang mampu (untuk
membelanjai) kawin, hendaklah ia kawin, karena kawin itu akan lebih
menjaga
pandangan dan akan lebih memelihara kemaluan, dan barangsiapa belum mampu
kawin, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu ibarat pengebiri" (H.R.
Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Penjelasan :

Dalam Hadits di atas Rasulullah SAW berseru kepada para pemuda yang telah
mampu mencari nafkah sendiri sehingga sanggup memikul beban belanja
perkawinan dan berumah tangga, agar segera kawin.

Kita semua menyadari bahwa hidup berumah tangga mengharuskan adanya
pembiayaan. Siapakah yang wajib memikul tanggung jawab ini? Islam
menetapkan bahwa yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah
suami.Oleh
karena itu, mereka yang dibenarkan untuk segera kawin atau berumah tangga
adalah yang mandiri membiayai keperluan hidup dirinya dan keluarganya.

Kebutuhan yang cukup mencakup keperluan makan dan minum sehari-hari,
tempat
tinggal dan pakaian. Mungkin sekali seami hanya bisa menyediakan tempat
tinggal sewaan. Akan tetapi, selama ia bisa membayar sewanya, dia dianggap

bisa memenuhi kebutuhan tempat tinggal istrinya. Sebaliknya, bilamana
ternyata penghasilan riil suami tidak cukup untuk membiayai kebutuhan
sehari-hari yang minimal sekalipun, padahal dia sudah berusaha keras, dia
dikategorikan tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara cukup.

Prinsip suami bertanggung jawab membiayai keperluan berumah tangga
merupakan suatu ketentuan yang mengharuskan setiap suami atau laki-laki
yang hendak beristri mempunyai penghasilan sendiri. Ia tidak boleh
mengharapkan pemberian orang lain atau subsidi keluarga guna menopang
keperluan hidupnya. Jadi, kemampuan untuk mendapatkan nafkah sendiri
menjadi tolok ukur layak tidaknya seorang laki-laki menjadi suami.

Islam menetapkan bahwa setiap orang wajib memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan bekerja sendiri dan melarang meminta-minta, sekalipun pada
keluarganya. Menadahkan tangan kepada orang lain adalah perbuatan tercela,

apalagi bila dilakukan setiap hari, sudah tentu lebih tercela, baik
menurut
ajaran agama maupun menurut pandangan masyarakat.

Sekalipun Islam menganjurkan agar anggota masyarakat yang mampu memberikan

bantuan kepada mereka yang miskin supaya dapat berumah tangga atau
memberikan bantuan kepada mereka yang telah berumah tangga tetapi
mengalami
kekurangan, hal ini tidak boleh dijadikan sandaran utama untuk mendapat
bantuan. Demikianlah, sebab orang-orang yang kekurangan tidak hanya satu
dua orang, tetapi banyak. Walaupun masyarakat yang kaya atau mampu mau
memberi bantuan, tentu akan banyak pula yang tidak memperolah bagian jika
jumlah orang yang membutuhkannya jauh lebih banyak.

Oleh karena itu, seorang perempuan muslim yang hendak membina rumah tangga

harus benar-benar memperhatikan calon suaminya apakah telah mendiri dalam
membelanjai kebutuhan hidupnya ataukah masih bergantung pada orang lain.
Sekiranya yang bersangkutan sudah bekerja dan mendapatkan penghasilan
tetapi tidak cukup untuk kebutuhan dirinya sendiri, laki-laki semacam itu
dianggap orang yang belum mampu membelanjai kebutuhannya. Dia masih butuh
bantuan orang lain.

Untuk mengetahui apakah laki-laki calon suami benar-benar orang yang mampu

mandiri dalam memenuhi nafkah keluarga, dapatlah ditempuh upaya penelitian

dan pembuktian dengan menanyakan secara langsung atau menanyakan kepada
keluarganya dan teman-teman dekatnya atau para tetangganya apakah dia
benar-benar sudah bekerja atau belum. Bilamana ia telah bekerja, perlu
juga
ditanyakan apakah penghasilannya layak untuk bersuami istri atau belum.

Bilamana ternyata yang bersangkutan belum mampu untuk membelanjai dirinya
sendiri dari hasil usahanya, apalagi belum bekerja, sebaiknya perempuan
yang hendak menjadi calon istrinya mempertimbagkan pemilihannya dengan
baik. Ini perlu diperhatikan sebab bila kelak ternyata suaminya tidak
memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup berumah tangga, sudah
tentu hal semacam ini dapat menimbulkan malapetaka keluarga.

Para perempuan yang hendak berumah tangga, boleh saja menerima laki-laki
yang masih menganggur atau berpenghasilan tidak cukup untuk hidup berumah
tangga. Menurut syari'at Islam, perkawinannya tetap sah. Akan tetapi,
perbuatan semacam ini jelas bertentangan dengan seruan Rasulullah SAW di
atas. Maksudnya, dari sisi tanggung jawab membina rumah tangga pemilihan
suami pengangguran merupakan suatu tindakan yang tercela walaupun tidak
haram.

Muslimah yang telah rela bersuamikan laki-laki yang belum mandiiri dalam
ekonomi bilamana mengalami penderitaan dan kegagalan membangun rumah
tangga
yang penuh ketentraman, kasih sayang dan kesejahteraan, hendaklah tidak
menyalahkan orang lain. Dia harus menanggung resiko sendiri sebab langkah
awal yang dia ambil sudah melanggar anjuran rasulullah, yaitu tidak
memilih
suami yang benar-benar memiliki kemampuan materi untuk memikul beban rumah

tangga.

Ada kalaya seorang muslimah rela tidak dibelanjai oleh suaminya, bahkan
bersedia membantu kehidupan suami. Hal semacam ini adalah amal baik istri
kepada suami. Oleh karena itu, selama seorang muslimah rela bersuamikan
seorang laki-laki miskin sedang sia bermaksud memelihara agama dan
kehormatan suaminya, langkahnya dinilai sebagai suatu amal shalih yang
sangat terpuji.

Ringkasnya, perempuan muslim atau orang tua atau walinya hendaklah
benar-benar memperhatikan kemandirian atau kemampuan materiil calon
suaminya atau calon menantu atau calon suami perempuan di bawah
perwaliannya. Kemampuan tersebut haruslah dapat dibuktikan secara konkret
sebelum menempuh perkawinan. Hal ini dimaksudkan agar begitu mereka
memasuki dunia rumah tangga, kebutuhan hidup sehari-harinya dapat
tercukupi
walaupun minimal. Dengan cara semacam ini, insya Allah akan terjaga
kehormatan diri mereka dan terjauh pula mereka dari perbuatan
meminta-minta
bantuan kepada orang lain.***

.

Disadur dari posting Tuhu Sih Winengku Tuhu.<Winengku@ptsi.siemens.co.id>
dan forward "Syahid Ibrahim" <burn@a-vip.com>