|
------------------------------------
02. Taat Beragama dan Baik Akhlaqnya
------------------------------------
Disebutkan dalam Hadits sebagai berikut:
"Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya,
hendaklah kamu nikahkan dia, karena kalo engkau tidak mau
menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan
yang meluas." (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)
Penjelasan :
Hadits di atas memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin, khususnya
para orang tua atau wali, untuk benar-benar memperhatikan ketaatan
beragama dan akhlaq laki-laki yang akan menjadi suami dari anak atau
perempuan di bawah perwaliannya. bila ada laki-laki yang taat beragama
dan baik akhlaqnya namun tidak mampu membiayai diri untuk kawin,
masyarakat muslim diharuskan memberikan pertolongan kepada yang
bersangkutan agar dapat menikah dengan baik.
Jika masyarakat tidak mau membantu bahkan membiarkannya membujang
karena tidak mendapatkan perempuan yang mau dijadikan istri, mereka
akan mengalami kerugian sendiri. Mungkin sekali lingkungan mereka akan
menjadi rusak karena banyaknya pembujangan. Orang-orang yang membujang
boleh jadi terjerumus ke dalam penyelewengan seksual. Jika hal ini
meluas di tengah masyarakat, sudah tentu malapetaka ini akan
membahayakan kesejahteraan mereka.
Dari penjelasan Hadits di atas kita dapat memahami adanya keharusan
bagi setiap perempuan muslim untuk selalu memperhatikan dengan seksama
faktor akhlaq dan ketaatan calon suaminya dalam beragama. Hal ini perlu
dilakukan karena kelak laki-laki ini akan menjadi pemimpin rumah
tangganya samppai saat yang dikehendaki oleh Allah.
Seorang peremouan sering kali lebih memperhatikan kemampuan materi dari
laki-laki yang akan menjadi calon suaminya dan mengabaikan sisi agama
dan tanggung jawabnya dalam merealisasikan kehidupan beragama sehari
hari. ia menganggap bahwa yang lebih penting dalam rumah tangga adalah
kemampuan materi seorang suami sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan
bagi keluarganya. Ia tidak mempedulikan masalah akhlaq dan ketaatan
beragama karena menganggap bahwa kesejahteraan keluarga dapat diperoleh
walaupun mereka tidak taat beragama.
Anggapan semacam ini ternyata hanya membawa malapetaka pada diri mereka
sendiri. Hal ini bisa terjadi sebab suami yang beranggapan bahwa yang
penting adalah pemenuhan kebutuhan harta benda tidak akan mau peduli
akan pemberian pelayanan akhlaq yang menyenangkan terhadap istrinya.
Dia merasa bebas dan merdeka untuk berbuat apa saja selama dapat
memenuhi kebutuhan materi keluarganya. Kenyataan semacam ini dapat kita
saksiakn di masyarakat kota-kota besar. Secara materi, mereka
berkecukupan tetapi menderita tekanan mental dan mengalami gangguan
psikologis akibat perbuatan sewenang-wenang suami atau perselingkuhan
suami dan lain-lainnya.
Ada lagi orang yang beranggapan bahwa kualitas ketaatan calon suami
pada agama tidaklah penting, karena hal tersebut bisa diperbaiki dan
ditingkatkan secara bertahap setelah yang bersangkutan sah menjadi
suami. Dalam perjalanan rumah tangga nanti istri berusaha untuk
memperbaiki, membina dan meningkatkan keagamaan suami agar menjadi
seorang yang shalih.
Hal semacam ini mungkin bisa berhasil, tetapi kemungkinan gagal lebih
besar. Artinya, muslimah yang beranggapan bahwa memperbaiki ketaatan
beragama calon suami sesudah menjadi suaminya merupakan hal yang mudah,
perlu mempertimbangkan lagi pemikirannya. Mereka perlu mengetahui bahwa
merubah orang yang kurang baik menjadi baik bukan suatu pekerjaan yang
mudah. Siapakah yang berani menjamin bahwa laki-laki semacam itu kelak
dengan mudah menjadi laki-laki yang shalih sehingga memenuhi kriteria
suami yang taat pada agama? Bukankah faktor yang bisa memicu suami yang
kurang taat beragama menjadi semakin jauh dari agama umunya lebih
besar, terutama sekali dalam lingkungan masyarakat yang serba
materialis pada era modern ini?
Seorang muslimah yang benar-benar lebih mengutamakan keselamatan
agamanya daripada sekedar mengejar keinginan hawa nafsunya, hendaklah
menjauhkan diri dari langkah mencoba-coba yang membahayakan keselamatan
agama dirinya dan anak-anaknya kelak. Jangan sampai terjadi dia yang
selama ini sangat taat beragama menjadi orang yang meninggalkan agama
sesudah bersuami, misalnya meninggalkan sholat, melepas jilbab,
melakukan pergaulan bebas dan lain-lainnya, yang merupakan perbuatan
perbuatan durhaka kepada Allah.
Untuk mencegah agar perempuan muslim tidak terjerumus dalam perangkap
laki-laki yang merugikan kehidupan agama dan rumah tangga mereka kelak,
setiap perempuan muslim atau orang tua atau walinya perlu mengadakan
penelitian seksama terhadap laki-laki yang meminta dirinya atau anak
atau perempuan di bawah perwaliannya menjadi istri. Mereka bisa
menempuh cara antara lain :
1. Menanyakan dan menyelidiki dengan seksama seberapa jauh laki-laki
tersebut beragama dan bagaimana akhlaqnya. Segi-segi yang diselidiki
antara lain :
1.a. ketaatannya menjalankan sholat lima waktu;
1.b. ketaatannya menjalankan puasa Ramadhan;
1.c. kepatuhan kepada orang tua;
1.d. kerukunannya dengan tetangga; dan
1.e. perilakunya terhadap yang lemah atau miskin.
2. Memperhatikan teman-teman pergaulannya apakah dia bergaul dengan
orang-orang yang taat menjalankan agama atau dengan orang-orang yang
suka berbuat maksiat. Jika yang bersangkutan bergaul dengan orang-orang
yang taat menjalankan agama, besar kemungkinan ia orang yang taat dalam
beragama dan baik akhlaqnya. Sebaliknya, jika teman-teman pergaulannya
adalah orang-orang yang suka mabuk, berjudi, main perempuan, berlaku
curang dan lain-lainnya, orang semacam ini jelas memiliki indikasi
sebagai orang yang berakhlaq rusak.
Mengingat seorang laki-laki yang menjadi suami harus bisa menjadi
pemimpin dan contoh yang baik bagi keluarganya, perempuan muslim atau
orang tua atau walinya tidak boleh menganggap remeh masalah kualitas
keagamaan laki-laki yang menjadi calon suaminya atau calon suami anak
atau perempuan di bawah perwaliannya.
Para perempuan muslim harus benar-benar seksama mencermati masalah
kualitas keagamaan dan akhlaq laki-laki tersebut agar kelak dirinya
tidak terjerumus ke dalam kehidupan rumah tangga yang menyimpang dari
ajaran Islam. Insya Allah, dengan suami yang benar-benar berpegang pada
akhlaq yang baik dan menjalankan agama yang lurus, istri dan anak-anak
kelak akan menikmati suasana rumah tangga yang penuh bahagia dan
sejahtera, bagaikan di dalam syurga.***
|