"Aku hanya
pembunuh
kematian"
_________
(Monas Jr)

 All about Imajination
  Sastra dalam rumah-rumah Nusantara.
|Home|About Me| Friends |Mail-me|

Monas Short Stories
(semacam napak tilas):

• Tahun 2000
- Benar-benar Gila
- Doa di Tengah Hujan
- Curanmor

Tahun 2001
- Antrian
- Cincin
- Durian

- Kubus
- Kucing Belang
- Lalat-lalat Hijau
- Mati Suri
- Negeri Apa
- Potret
- Robot
- Saling Bantu
- Sepotong Lengan
- Surat Putih
- Terbang
- Vampir

Tahun 2002
- Demo Para Monyet
- Impas
- Isteri
- Kita
- Kasihku Seorang Barbar
- Kematian Damai
- Lelaki Tak Pernah Tidur
- Stum Palalo


Tahun 2003
- Apa yang Kau Lihat
- Cermin-cermin Bicara
- Huek!

- Kristal-kristal Gula
- Para Pendusta
- Pengecut
- Sampan
- Tanpa Tanda Kutip
- Tahi Lalat
- Rindu Ikan...

Tahun 2004
- Cyberlovetika

Tahun 2005
- Termurah
- BBM

Jambi Province
- All about Jambi

Filsuf
- Beberapa nama

My Book


Kubus
Cerpen : Monas Junior

      ‘’Ma. Benda apa itu, Ma?’’ Seorang bocah bertanya kepada sosok wanita separuh baya yang berada disebelahnya, sambil menunjuk benda berukuran besar di tengah taman kota.
      
Wanita separuh baya menatap anaknya dengan tersenyum. ‘’Itu kubus anak ku,’’ ucapnya penuh wibawa.
       ‘’Kubus? Apa itu, Ma?’’ Si anak masih tak mengerti.
Si ibu membimbing anaknya ke bawah pohon beringin. Duduk lalu memangku anaknya. ‘’Kubus itu sejenis benda misterius,’’ jawab si ibu setelah sekian lama mereka berdiaman.
      ‘’Misteri?’’
      ‘’Ya. Lihat itu. Dia memiliki enam sisi, dan satu ruang hampa. Tiap sisi punya sudut-sudut yang saling bertemu.’’
      ‘’Mama ini ngomong apa, sih?’’ Si anak semakin bingung.
Masih dengan mengulas senyum tenang, si ibu melanjutkan keterangannya. ‘’Enam sisi pada kubus, sama juga dengan enam sisi pada manusia. Termasuk Papa, Mama, dan Mira sendiri. Enam sisi itu adalah atas, bawah, depan, belakang, kanan dan kiri. Sisi kanan, tak lain ialah nilai-nilai kebaikan. Seperti kejujuran, keramahan, kesopanan, kerapian, juga keagamaan. Sementara sisi kiri, lawan dari sisi kanan. Semua sifat buruk manusia. Contohnya, kebohongan, kemarahan, kebrutalan, dan banyak keburukan lainnya.’’
Si anak kecil bernama Mira itu melongo mendengar penjelasan ibunya. ‘’Kanan dan Kiri.’’ Mira menghitung jari. ‘’Itu baru dua sisi, Ma. Lantas empat sisi lainnya, maksudnya apa?’’
      ‘’Depan, belakang. Depan untuk masa depan, belakang masa lalu. Tapi perlu diingat, tak ada depan kalau belakang tiada. Artinya masa depan, ditentukan dari apa yang kita lakukan sekarang. Baik kita sekarang, maka baik pulalah masa depan kita, makanya Mira dari sekarang harus banyak-banyak belajar biar masa depan Mira bisa lebih baik dari Papa dan Mama.’’ Si ibu menuntaskan kata-kata dengan meletakkan Mira ke atas rumput. Penat memangku Mira yang dirasanya semakin hari semakin bertambah berat.
      ‘’Dua lagi, atas dan bawah. Atas adalah Tuhan, pencipta alam semesta tempat kita sekarang berada, tempat kita menghirup napas, bisa makan, minum, mandi, tidur, sekolah, kerja, dan macam-macam kegiatan manusia. Semua itu karena Dia, Sang Maha Pencipta. Lalu sisi bawah, tanah atau alam kubur. Di sisi inilah kita menghakhiri semua perjalanan kita, menghakhiri semua kegiatan rutin kita termasuk bernapas, makan, minum. Di alam kubur inilah kita harus sabar menanti sampai datang masa penjemputan kita, yaitu masa kiamat.’’
      ‘’Ooo, hari akhir seperti yang diterangkan guru ngaji Mira ya, Ma,’’ celetuk Mira.
      ‘’Benar.’’
      ‘’Oooo.’’ Mira mengangguk-angguk.
      ‘’Coba Mira perhatikan. Tiap-tiap sisi pada kubus bertemu pada satu sudut. Menandakan bahwa manusia tak bisa lebih dari apa yang sudah ditentukan oleh Dia. Sehebat-hebatnya manusia, namun tak bisa melewati sudut-sudut besar yang telah digariskan jelas Oleh-Nya. Seperti orang pintar, melakukan eksperimen besar membentuk dunia baru selain bumi. Sampai kita dengar di tivi penjelajahan ke bulan, ke Mars, Jupiter. Tapi lagi-lagi mereka harus takluk pada garis Tuhan, bahwa inilah tempatmu wahai manusia, Bumi. Kau harus disini. Disinilah hidupmu dan disini pulalah matimu! Trus Dokter ahli yang paling ahli. Mencari obat bermacam-macam penyakit, hampir semua penyakit ada obatnya. Mulai dari penyakit kulit, pancaindera, jantung, hati, sampai penyakit kanker sudah ada obatnya. Lalu Dia menunjukkan kekuasaanNya, dengan penyakit AIDS. Penyakit terganas yang pernah ada di era sebelum-sebelumnya. Dan sampai sekarang para medis belum juga bisa menembus sudut satu ini, AIDS. Sama juga dengan kekuasaan dalam jabatan, mungkin Mira sekarang belum bisa menerima apa yang Mama jelaskan. Kelak di hari datang kamu bisa menyimpulkan sendiri semua yang Mama katakan.’’ Si ibu berhenti sebentar, memikirkan kata-kata yang tepat untuk meluapkan arus pikirannya. Sementara Mira masih memperhatikan bibir ibunya dengan seksama.
      ‘’Semua manusia punya sifat menguasai. Mira berkuasa sama bonek-boneka Mira. Mama berkuasa terhadap Mira. Papa berkuasa terhadap Mama. Boss Papa berkuasa terhadap Papa. Bupati berkuasa terhadap Boss Papa, Gubernur berkuasa terhadap Bupati, Presiden berkuasa terhadap Gubernur, dan MPR berkuasa terhadap Presiden. Nah, lantas siapa yang lebih berkuasa dari semua itu?’’
      ‘’Tuhan!’’ pekik Mira tersenyum bangga karena bisa menebak.
      ‘’Ya, Benar. Tuhan. Tapi sebelum Tuhan ada yang lebih berkuasa lagi. Coba pikir.’’
Mira memutar-mutar kepala ke atas, matanya juga berputar, pelan tangan kirinya menopang dagu. Angin malam memain-mainkan rambut lurusnya. Setelah beberapa saat berpikir, ‘’Nyerah. Lantas, siapa Ma?’’ tanya Mira akhirnya.
Si Mama tersenyum menang. ‘’Pengkhianat! Dialah yang lebih berkuasa dengan kekejamannya, dengan kelicikannya. Pagar makan tanaman, menggunting dalam lipatan, musuh dalam selimut, ular bermuka dua, dan istilah baru sekarang Provokator! Orang-orang semacam ini harus dihindari. Karena pengkhianat tak segan-segan melakukan cara apapun untuk mencapai keinginannya. Menghasut! Mengadu domba! Membunuh! Sampai dengan mengebom gereja-gereja, mesjid-mesjid! Bahkan mahluk yang bernama pengkhianat, bisa memanfaatkan kekuasaan demi keuntungan dia sendiri,’’ terang sang ibu penuh bersemangat.
Mira menggeser duduk lebih merapat dengan si ibu. Kepalanya menyender di bahu ibunya.       ‘’Lantas, Ma. Bagaimana ciri-ciri seorang pengkhianat itu?’’
Si ibu menarik napas dalam, untuk kemudian menghembuskan dengan perlahan. ‘’Tak ada yang bisa menjelaskan kriteria pengkhianat, Mira. Tak ada. Semua orang hanya bisa memvonis seseorang sebagai pengkhianat, tapi tak bisa menjelaskan bagaimana seorang pengkhianat itu…….’’ Ada nada kepasrahan dari kata-kata si ibu barusan.
Mira kecewa mendapat jawaban ibunya. Lalu ia berdiri kemudian berlari ke arah kubus raksasa berwarna hitam itu. Di rabanya, dielusnya dan dirapatkan telinganya ke kubus.
Malam di taman kota ini begitu ramai. Orang-orang berkeliaran kesana-kemari sibuk dengan keceriaan masing-masing. Suara terompet sambut menyambut memekakkan malam yang mulai dingin. Lampu-lampu sorot yang sengaja dipasang pihak tata kota menerangi kubus hitam di tengah taman. Sampai-sampai Mira terpaksa memicingkan mata akibat silau diterpa lampu sorot.
      ‘’Ayo, kita ke gerbang, Mira. Sebentar lagi Papa datang. Kan, kita sudah janjian untuk menunggu di pintu gerbang taman,’’ ujar si ibu yang entah kapan sampai di belakang Mira. Mira menyambut tangan ibunya menuju pintu gerbang taman.
Tiba-tiba Mira menghentakkan tangan hingga langkah si ibu terhenti. ‘’Kenapa Mira?’’ Memandang Mira dengan penuh tanda tanya.
      ‘’Sepertinya Mira pernah melihat kubus besar itu, Ma. Tapi… dimana, ya?’’ Mira terus memandangi kubus hitam yang kini disinari lampu sorot.
Si ibu agak membungkuk menatap Mira. ‘’Masak Mira lupa. Itu kan miniatur Ka’bah, kiblat kita umat muslim.’’
      ‘’Ah, iya. Ka’bah!’’ Mira memukul keningnya sendiri.
Si ibu dan anaknya meneruskan langkah menuju gerbang taman. Sampai punggung mereka tak tampak ditelan kerumunan orang-orang. Sementara detik demi detik waktu terus berlalu seiring tiupan terompet para penunggu tahun baru. Semua orang tak sabaran menyambut tahun baru yang akan datang, tahun yang diharapkan lebih baik dari tahun kemarin. Tahun kemenangan, demikian harapan semua orang. Tapi, bagaimanapun tahun berganti, dunia masih persegi seperti kubus! ***

Jambi, diawal tahun 01